Soal Organisasi Advokat, Perapki Desak Pemerintah Terbitkan Regulasi Multi-Bar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (Perapki) mendesak pemerintah menerbitkan regulasi multi-bar untuk organisasi advokat. Sebab, kondisi organisasi advokat di Indonesia saat ini menunjukkan sifat multi-bar yang merupakan lawan dari wadah tunggal atau single-bar.
Ketua Umum DPN Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (Perapki), KRT Tohom Purba, mendesak pemerintah untuk menghentikan konflik tersebut dengan berkaca pada fakta.
“Faktanya, hari ini organisasi advokat di Indonesia sudah bersifat multi-bar. Bahkan, Peradi sendiri, yang getol menyuarakan sistem single-bar, sudah terbelah ke dalam banyak faksi,” kata Tohom, Kamis (21/4/2022).
Tohom menyebut, konflik berkepanjangan soal organisasi advokat itu takkan pernah bisa berakhir bila pemerintah masih terus menutup mata terhadap fakta kekinian. “Jadi, menurut Perapki, sebaiknya pemerintah mengakui perkembangan zaman ini dengan mengesahkan sistem multi-bar organisasi advokat melalui pembuatan regulasi baru yang bersifat mengikat. Karena, kehadiran sistem multi-bar sudah menjadi tuntutan zaman yang tak lagi bisa dihindari,” kata Tohom
Ketua Bidang Perlindungan Konsumen DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini mencontohkan sejumlah organisasi profesi yang sudah mulai meninggalkan asas single-bar.
“Contoh paling mudah tentu adalah organisasi insan pers. Dulu, di era Orde Baru, PWI ditetapkan sebagai wadah tunggal para wartawan. Kini, sejak memasuki era Reformasi, PWI tak lagi jadi pemain tunggal dalam mengorganisasikan para jurnalis,” katanya.
Selain menjawab tuntutan zaman yang memang sudah berubah, kata Tohom, asas multi-bar bisa sekaligus menyelamatkan profesi advokat dari ancaman oligarki, pemusatan tongkat komando, dan penyeragaman arah keadilan sehingga tak lagi dinamis.
“Yang harus tunggal itu adalah regulatornya, seperti misalnya penyusun dan pengawas pelaksanaan kode etik. Sementara operatornya, para pelaksana regulasi tersebut, tak harus dicemplungkan semuanya ke dalam satu wadah wajib yang berpotensi menghilangkan dinamika,” jelas Tohom.
Sekretaris Pengurus Pusat Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila ini mengaku khawatir, bila konflik soal sistem bagi organisasi advokat itu terus berlanjut tanpa jelas lagi ujung-pangkalnya, bakal muncul kesan bahwa pemerintah kurang responsif terhadap perkembangan zaman. “Padahal, dunia hukum, termasuk di dalamnya terminologi pencarian keadilan, adalah ilmu. Jadi, sifatnya sangatlah dinamis, tidak statis,” tandasnya.
Tohom mengingatkan lagi soal kondisi kekinian di tubuh Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) sendiri, yang faktanya sudah terbelah ke dalam banyak faksi. “Adalah fakta, Peradi sendiri kini sudah tak bisalagi mengkonsolidasikan diri menjadi Satu Peradi. Jadi, bagaimana lagi dengan ambisinya untuk menjadi wadah tunggal bagi banyak wadah lain di luar Peradi yang kini sudah terbentuk, bahkan ada yang telah memiliki anggota hingga puluhan ribu advokat,” kata Tohom.
Ketua Umum DPN Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (Perapki), KRT Tohom Purba, mendesak pemerintah untuk menghentikan konflik tersebut dengan berkaca pada fakta.
“Faktanya, hari ini organisasi advokat di Indonesia sudah bersifat multi-bar. Bahkan, Peradi sendiri, yang getol menyuarakan sistem single-bar, sudah terbelah ke dalam banyak faksi,” kata Tohom, Kamis (21/4/2022).
Tohom menyebut, konflik berkepanjangan soal organisasi advokat itu takkan pernah bisa berakhir bila pemerintah masih terus menutup mata terhadap fakta kekinian. “Jadi, menurut Perapki, sebaiknya pemerintah mengakui perkembangan zaman ini dengan mengesahkan sistem multi-bar organisasi advokat melalui pembuatan regulasi baru yang bersifat mengikat. Karena, kehadiran sistem multi-bar sudah menjadi tuntutan zaman yang tak lagi bisa dihindari,” kata Tohom
Ketua Bidang Perlindungan Konsumen DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini mencontohkan sejumlah organisasi profesi yang sudah mulai meninggalkan asas single-bar.
“Contoh paling mudah tentu adalah organisasi insan pers. Dulu, di era Orde Baru, PWI ditetapkan sebagai wadah tunggal para wartawan. Kini, sejak memasuki era Reformasi, PWI tak lagi jadi pemain tunggal dalam mengorganisasikan para jurnalis,” katanya.
Selain menjawab tuntutan zaman yang memang sudah berubah, kata Tohom, asas multi-bar bisa sekaligus menyelamatkan profesi advokat dari ancaman oligarki, pemusatan tongkat komando, dan penyeragaman arah keadilan sehingga tak lagi dinamis.
“Yang harus tunggal itu adalah regulatornya, seperti misalnya penyusun dan pengawas pelaksanaan kode etik. Sementara operatornya, para pelaksana regulasi tersebut, tak harus dicemplungkan semuanya ke dalam satu wadah wajib yang berpotensi menghilangkan dinamika,” jelas Tohom.
Sekretaris Pengurus Pusat Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila ini mengaku khawatir, bila konflik soal sistem bagi organisasi advokat itu terus berlanjut tanpa jelas lagi ujung-pangkalnya, bakal muncul kesan bahwa pemerintah kurang responsif terhadap perkembangan zaman. “Padahal, dunia hukum, termasuk di dalamnya terminologi pencarian keadilan, adalah ilmu. Jadi, sifatnya sangatlah dinamis, tidak statis,” tandasnya.
Tohom mengingatkan lagi soal kondisi kekinian di tubuh Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) sendiri, yang faktanya sudah terbelah ke dalam banyak faksi. “Adalah fakta, Peradi sendiri kini sudah tak bisalagi mengkonsolidasikan diri menjadi Satu Peradi. Jadi, bagaimana lagi dengan ambisinya untuk menjadi wadah tunggal bagi banyak wadah lain di luar Peradi yang kini sudah terbentuk, bahkan ada yang telah memiliki anggota hingga puluhan ribu advokat,” kata Tohom.
(cip)