Suarakan Persatuan, DPP Permana: Terorisme Tak Punya Agama
loading...
A
A
A
JAKARTA - DPP Pergerakan Milenial Nusantara (Permana) menggelar dialog kebudayaan dan buka puasa bersama dalam rangka menyuarakan budaya persatuan, keberagamaan, toleransi dan moderasi beragama. Kegiatan ini diselenggarakan di Gedung Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) pada Rabu, 13 April 2022 lalu.
Kegiatan ini mengusung tema “Junjung Tinggi Nilai Kearifan Lokal, Tingkatkan Pemahaman Spiritual, Rajut Persatuan: Cegah Intoleransi & Radikalisme Agama”. Turut hadir sebagai narasumber Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayendra Eka Wardhana dan Wakil Rektor II ITB Ahmad Dahlan Jakarta Yayat Sujatna.
Ketua Umum DPP Permana Khoirul Abidin mengatakan, ada dua hal yang mendasari kegiatan ini. Pertama, diskursus moderasi beragama menjadi isu sentral yang banyak mendapat perhatian publik ketika munculnya pandangan pemahaman keagamaan ekstrem dari sebagian kelompok dalam mengartikulasikan praktik agama.
Pria yang disapa Cak Abid ini menuturkan, hal kedua yang dijadikan dasar dalam kegiatan ini yaitu mengajak generasi milenial untuk turut terlibat aktif melakukan counter attack konten negatif yang merajalela terkait bahaya laten intolernasi dan radikalisme sekaligus menyebarkan dakwah Islam berkemajuan dan moderat.
Cak Abid yang juga Pengurus DPD IMM DKI Jakarta menegaskan, untuk menentang segala tindakan intoleransi, radikalisme dan terorisme di Indonesia, bahwa semua agama sejatinya mengajarkan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
"Ekstremisme beragama seringkali disebabkan oleh pola pikir ekstrem (tatharruf) dalam memahami teks-teks keagamaan secara rigid, tekstual dan skripturalis, tanpa mempertimbankan dinamika historis, aspek maslahah dan maqashid beragama,” ujar Cak Abid.
“Terorisme tak punya agama, jangan berikan ruang sedikitpun untuk mereka dan harus diberantas sampai ke akar-akarnya,” sambungnya pada Jumat (15/4/22). Baca: Penangkapan Dokter Sunardi, Komnas HAM Sebut Tak Ada Pelanggaran oleh Densus
Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayendra Eka Wardhana menegaskan, sikap moderat dan moderasi beragama merupakan suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan.
Kelompok intoleransi memanfaatkan media menjadi ladang kejahatan dalam peradaban saat ini, mereka berlindung dibalik jubah agama dengan melakukan kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian, caci maki dan hoaks yang mengatasnamakan agama adalah sebuah sikap kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu,” ujar Mayendra.
Mayendra mengatakan, moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagaman di tengah-tengah desakan ketegangan, seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama.
Sehingga, lanjut Mayendra, komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan pada gilirannya dapat merusak kehidupan bermasyarakat dan merongrong semangat rasa persatuan berbangsa dan bernegara.
“Kami Densus 88 Antiteror Polri terus mengupayakan untuk memberantas segala bentuk pemahaman yang mengarahkan pada paham radikalisme, aksi terorisme, dan segala bentuk penyelewengan yang memecah belah umat,” ujarnya.
Wakil Rektor II ITB Ahmad Dahlan Jakarta Yayat Sujatna menambahkan, kalangan generasi milenial memiliki peran penting sebagai agen dalam moderasi beragama.
"Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui empat indikator yaitu adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleransi terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam,” ujar Yayat Sujatna.
"Pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, dimana terdapat keberagaman masyarakat dengan latar belakang agama, sosial dan budaya yang berbeda-beda,” ucapnya.
Kegiatan ini mengusung tema “Junjung Tinggi Nilai Kearifan Lokal, Tingkatkan Pemahaman Spiritual, Rajut Persatuan: Cegah Intoleransi & Radikalisme Agama”. Turut hadir sebagai narasumber Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayendra Eka Wardhana dan Wakil Rektor II ITB Ahmad Dahlan Jakarta Yayat Sujatna.
Ketua Umum DPP Permana Khoirul Abidin mengatakan, ada dua hal yang mendasari kegiatan ini. Pertama, diskursus moderasi beragama menjadi isu sentral yang banyak mendapat perhatian publik ketika munculnya pandangan pemahaman keagamaan ekstrem dari sebagian kelompok dalam mengartikulasikan praktik agama.
Pria yang disapa Cak Abid ini menuturkan, hal kedua yang dijadikan dasar dalam kegiatan ini yaitu mengajak generasi milenial untuk turut terlibat aktif melakukan counter attack konten negatif yang merajalela terkait bahaya laten intolernasi dan radikalisme sekaligus menyebarkan dakwah Islam berkemajuan dan moderat.
Cak Abid yang juga Pengurus DPD IMM DKI Jakarta menegaskan, untuk menentang segala tindakan intoleransi, radikalisme dan terorisme di Indonesia, bahwa semua agama sejatinya mengajarkan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
"Ekstremisme beragama seringkali disebabkan oleh pola pikir ekstrem (tatharruf) dalam memahami teks-teks keagamaan secara rigid, tekstual dan skripturalis, tanpa mempertimbankan dinamika historis, aspek maslahah dan maqashid beragama,” ujar Cak Abid.
“Terorisme tak punya agama, jangan berikan ruang sedikitpun untuk mereka dan harus diberantas sampai ke akar-akarnya,” sambungnya pada Jumat (15/4/22). Baca: Penangkapan Dokter Sunardi, Komnas HAM Sebut Tak Ada Pelanggaran oleh Densus
Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayendra Eka Wardhana menegaskan, sikap moderat dan moderasi beragama merupakan suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan.
Kelompok intoleransi memanfaatkan media menjadi ladang kejahatan dalam peradaban saat ini, mereka berlindung dibalik jubah agama dengan melakukan kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian, caci maki dan hoaks yang mengatasnamakan agama adalah sebuah sikap kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu,” ujar Mayendra.
Mayendra mengatakan, moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagaman di tengah-tengah desakan ketegangan, seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama.
Sehingga, lanjut Mayendra, komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan pada gilirannya dapat merusak kehidupan bermasyarakat dan merongrong semangat rasa persatuan berbangsa dan bernegara.
“Kami Densus 88 Antiteror Polri terus mengupayakan untuk memberantas segala bentuk pemahaman yang mengarahkan pada paham radikalisme, aksi terorisme, dan segala bentuk penyelewengan yang memecah belah umat,” ujarnya.
Wakil Rektor II ITB Ahmad Dahlan Jakarta Yayat Sujatna menambahkan, kalangan generasi milenial memiliki peran penting sebagai agen dalam moderasi beragama.
"Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui empat indikator yaitu adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleransi terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam,” ujar Yayat Sujatna.
"Pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, dimana terdapat keberagaman masyarakat dengan latar belakang agama, sosial dan budaya yang berbeda-beda,” ucapnya.
(hab)