Nyawa Sudah di Ujung Senapan, Prajurit TNI AU Ini Lolos dari Maut karena Pangkat Kopral
loading...
A
A
A
Keesokan paginya sekitar pukul 06.00, Kuswari turun dengan cara terjun bebas. Beruntung, dirinya tidak mengalami cidera. Kehadiran Kuswari dan rekan-rekannya di Papua ternyata sudah tercium oleh Belanda. Menggunakan pesawat Neptune, tentara Belanda melakukan pengeboman ke lokasi Kuswari.
Untuk menghindari patroli pewasat Belanda, Kuswari masuk ke dalam hutan. Meski begitu, Kuswari sempat menyaksikan pasukan Kopasgat mengibarkan Bendera Merah Putih. ”Pada 21 Mei saya bersama teman-teman PGT lainnya ikut menyaksikan pengibaran Bendera Merah Putih pertama kali di Teminabuan, di Kampung Wersar,” kata Kuswari.
Saat itu, Sersan Muda Udara (SMU) Mengko mengeluarkan bendera Merah Putih dari ranselnya dan memerintahkan salah satu anggotanya menebang pohon untuk dijadikan tiang. Setelah menyaksikan pengibaran bendera tersebut, Kuswari melanjutkan misi operasinya yakni melemahkan kekuatan Belanda.
Saat hendak menuju Kampung Wersar, Kuswari bertemu relawan berseragam Belanda berjumlah empat orang bersenjata parang dan tombak. Saat hendak disergap, Kuswari dengan sigap menodongkan senjatanya hingga membuat mereka takut. Salah seorang relawan yang mengetahui Kuswari sedang kelaparan kemudian menawarkan makanan berupa sagu.
Lettu (Purn) Kuswari mengenang penerjunan di Teminabuan, Papua. Foto/istimewa
Kuswari yang tidak menyadari jika tawaran itu hanya sebuah jebakan kemudian mengambilnya. Saat akan mengambil sagu, tiba-tiba keempat petugas patroli tersebut langsung memukul Kuswari dengan parang hingga dirinya jatuh tak sadarkan diri. Kuswari pun langsung dibawa ke kamp tahanan.
Berada di kamp tahanan, Kuswari mengalami penyiksaan yang cukup kejam. Selain dipukuli, Kuswari juga dijemur di lapangan di tengah terik matahari yang menyengat. ”Saat baju saya dibuka, badan saya sudah banyak dikerubuti lintah atau pacet,” tuturnya.
Tidak hanya itu, pria yang kenyang dengan berbagai penugasan di medan operasi seperti penumpasan pemberontak Permesta dan DII/TII ini juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana perlakuan tidak manusiawi terhadap para tahanan oleh tentara KNIL Belanda dan relawan Belanda.
“Saya sempat didatangi oleh relawan Belanda berjumlah enam orang dengan membawa senapan yang siap menembak. Para relawan tersebut memaki, memukuli dan menendang saya. Dalam keadaan yang mencekam, Alhamdulillah saya ditolong oleh seorang Sersan Marinir Belanda,” ujarnya.
Untuk menghindari patroli pewasat Belanda, Kuswari masuk ke dalam hutan. Meski begitu, Kuswari sempat menyaksikan pasukan Kopasgat mengibarkan Bendera Merah Putih. ”Pada 21 Mei saya bersama teman-teman PGT lainnya ikut menyaksikan pengibaran Bendera Merah Putih pertama kali di Teminabuan, di Kampung Wersar,” kata Kuswari.
Saat itu, Sersan Muda Udara (SMU) Mengko mengeluarkan bendera Merah Putih dari ranselnya dan memerintahkan salah satu anggotanya menebang pohon untuk dijadikan tiang. Setelah menyaksikan pengibaran bendera tersebut, Kuswari melanjutkan misi operasinya yakni melemahkan kekuatan Belanda.
Saat hendak menuju Kampung Wersar, Kuswari bertemu relawan berseragam Belanda berjumlah empat orang bersenjata parang dan tombak. Saat hendak disergap, Kuswari dengan sigap menodongkan senjatanya hingga membuat mereka takut. Salah seorang relawan yang mengetahui Kuswari sedang kelaparan kemudian menawarkan makanan berupa sagu.
Lettu (Purn) Kuswari mengenang penerjunan di Teminabuan, Papua. Foto/istimewa
Kuswari yang tidak menyadari jika tawaran itu hanya sebuah jebakan kemudian mengambilnya. Saat akan mengambil sagu, tiba-tiba keempat petugas patroli tersebut langsung memukul Kuswari dengan parang hingga dirinya jatuh tak sadarkan diri. Kuswari pun langsung dibawa ke kamp tahanan.
Berada di kamp tahanan, Kuswari mengalami penyiksaan yang cukup kejam. Selain dipukuli, Kuswari juga dijemur di lapangan di tengah terik matahari yang menyengat. ”Saat baju saya dibuka, badan saya sudah banyak dikerubuti lintah atau pacet,” tuturnya.
Tidak hanya itu, pria yang kenyang dengan berbagai penugasan di medan operasi seperti penumpasan pemberontak Permesta dan DII/TII ini juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana perlakuan tidak manusiawi terhadap para tahanan oleh tentara KNIL Belanda dan relawan Belanda.
“Saya sempat didatangi oleh relawan Belanda berjumlah enam orang dengan membawa senapan yang siap menembak. Para relawan tersebut memaki, memukuli dan menendang saya. Dalam keadaan yang mencekam, Alhamdulillah saya ditolong oleh seorang Sersan Marinir Belanda,” ujarnya.