Kisah Prajurit Kopassus Antara Hidup dan Mati di Gunung Es, Selamat Berkat Puasa Sang Istri

Minggu, 10 April 2022 - 06:08 WIB
loading...
A A A
Antara Hidup dan Mati di Himalaya
Ada cerita tersendiri sebelum keberangkatan ke gunung setinggi 8.884 meter dari permukaan laut itu. Iwan meminta izin Prabowo untuk menyunting pujaan hatinya, Betty Siti Supartini.

Waktu berjalan. Berbagai persiapan menuju ekpedisi itu terus dilakukan. Betty turut mengenang, keberangkatan sang suami merupakan saat-saat berat dan mendebarkan. “Saya sudah hamil. Saya waktu itu sempat (merasa), aduh ini (bagaimana), kalau suami saya tidak kembali, anak ini tidak ada bapaknya,” tutur Betty, dalam video sama.

Tim Ekspedisi Kopassus akhirnya menginjak Nepal untuk memulai pendakian ke Himalaya. Iwan ingat betul bagaimana beratnya masa-masa awal berhadapan langsung dengan gunung es. Dia sempat jatuh sakit.

“Saya baru berjalan 100 meter muntah-muntah, kaget, karena memang tidak siap dengan cuaca dingin. Rupanya istri ikut merasakan (kalau saya sakit),” ucapnya.

Tentu saja tidak ada kata mundur. Sebagai satu-satunya perwira Akmil yang memimpin tim pendakian, Iwan terus menguatkan semangat. Prajurit Komando yang pernah menjadi Danrindam Jaya ini meyakini, doa istri yang rajin berpuasa Senin-Kamis, juga doa seluruh bangsa, dirinya sembuh.

Untuk diketahui, dalam ekspedisi ini Tim Kopassus terbagi dalam dua kelompok pendakian, yakni jalur utara dan selatan. Iwan memimpin tim di jalur selatan. Bersamanya antara lain Sertu Misirin dan Pratu Asmujiono.

Mendaki Everest, kata dia, bak pertaruhan hidup dan mati. “Bayangkan suhu minus 50 derajat Celcius. Sepanjang jalan banyak orang-orang meninggal,” tuturnya.

Perjalanan itu tak hanya sulit, tetapi mencekam. Pada ketinggian 8.500 meter dari permukaan laut, Iwan terjatuh kehabisan oksigen. Dalam bekapan cuaca sangat ekstrem yakni suhu minus 50 derajat Celcius di ketinggian 8.500 mdpl dengan tanah berpijak merupakan salju, Iwan limbung. Tanpa matras, juga tak ada sleeping bag.

Saya kehabisan oksigen, antara hidup dan tidak,” tuturnya.

Dalam situasi kritis itu Iwan berdoa kepada Tuhan agar diberikan keselamatan untuk dapat menyelesaikan tugas dan kembali ke Tanah Air. Bayang-bayang istri yang sedang hamil menumbuhkan semangatnya. Dalam kondisi yang dapat disebut titik nadir itu, Iwan tak menyerah. Dia bangkit dan bertekad untuk mencapai puncak.

Doa itu terkabul. Setapak demi setapak dia terus melangkah. Akhirnya, bersama Asmujiono dan Misrin, Iwan mencatatkan sejarah emas. Tepat 26 April 1997, mereka mengibarkan Merah Putih di puncak dunia.

“Itu sangat-sangat mengharukan, dan saya sangat-sangat, betul-betul…,” tutur Iwan tercekat. “Saya betul-betul bersyukur. Bisa selamat di sana dan bisa kembali.” Baca juga: Dilabeli Anti Islam, Sebelum Meninggal Jenderal Kopassus Ini Berwasiat Dibacakan Kalimat Syahadat

Pengalaman mencium puncak Everest itu tak akan pernah dilupakannya. Atas kesuksesan dalam ekspedisi bersejarah ini, dia menamai putranya dengan nama gunung yang menjadi magnet bagi pendaki di seluruh dunia itu. Sang anak itu diberi nama: Arya Everest Setiawan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0596 seconds (0.1#10.140)