Kisah Prajurit Kopassus Antara Hidup dan Mati di Gunung Es, Selamat Berkat Puasa Sang Istri
loading...
A
A
A
Iwan sadar terlibat Ekspedisi Everest sama dengan bertaruh nyawa. Fakta mencatat tidak semua orang yang mencoba menggapai puncak tertinggi dunia itu sukses. Bahkan mantan Danpusdikpassus ini mengibaratkan dari 100 pendaki yang naik ke Atap Dunia tersebut kemungkinan hanya 10 yang berhasil.
“Dari 10 orang tersebut, kemungkinan tiga orang yang selamat,” ucapnya.
Antara Hidup dan Mati di Himalaya
Ada cerita tersendiri sebelum keberangkatan ke gunung setinggi 8.884 meter dari permukaan laut itu. Iwan meminta izin Prabowo untuk menyunting pujaan hatinya, Betty Siti Supartini.
Waktu berjalan. Berbagai persiapan menuju ekpedisi itu terus dilakukan. Betty turut mengenang, keberangkatan sang suami merupakan saat-saat berat dan mendebarkan. “Saya sudah hamil. Saya waktu itu sempat (merasa), aduh ini (bagaimana), kalau suami saya tidak kembali, anak ini tidak ada bapaknya,” tutur Betty, dalam video sama.
Tim Ekspedisi Kopassus akhirnya menginjak Nepal untuk memulai pendakian ke Himalaya. Iwan ingat betul bagaimana beratnya masa-masa awal berhadapan langsung dengan gunung es. Dia sempat jatuh sakit.
“Saya baru berjalan 100 meter muntah-muntah, kaget, karena memang tidak siap dengan cuaca dingin. Rupanya istri ikut merasakan (kalau saya sakit),” ucapnya.
Tentu saja tidak ada kata mundur. Sebagai satu-satunya perwira Akmil yang memimpin tim pendakian, Iwan terus menguatkan semangat. Prajurit Komando yang pernah menjadi Danrindam Jaya ini meyakini, doa istri yang rajin berpuasa Senin-Kamis, juga doa seluruh bangsa, dirinya sembuh.
Untuk diketahui, dalam ekspedisi ini Tim Kopassus terbagi dalam dua kelompok pendakian, yakni jalur utara dan selatan. Iwan memimpin tim di jalur selatan. Bersamanya antara lain Sertu Misirin dan Pratu Asmujiono.
Mendaki Everest, kata dia, bak pertaruhan hidup dan mati. “Bayangkan suhu minus 50 derajat Celcius. Sepanjang jalan banyak orang-orang meninggal,” tuturnya.
Perjalanan itu tak hanya sulit, tetapi mencekam. Pada ketinggian 8.500 meter dari permukaan laut, Iwan terjatuh kehabisan oksigen. Dalam bekapan cuaca sangat ekstrem yakni suhu minus 50 derajat Celcius di ketinggian 8.500 mdpl dengan tanah berpijak merupakan salju, Iwan limbung. Tanpa matras, juga tak ada sleeping bag.
“Dari 10 orang tersebut, kemungkinan tiga orang yang selamat,” ucapnya.
Antara Hidup dan Mati di Himalaya
Ada cerita tersendiri sebelum keberangkatan ke gunung setinggi 8.884 meter dari permukaan laut itu. Iwan meminta izin Prabowo untuk menyunting pujaan hatinya, Betty Siti Supartini.
Waktu berjalan. Berbagai persiapan menuju ekpedisi itu terus dilakukan. Betty turut mengenang, keberangkatan sang suami merupakan saat-saat berat dan mendebarkan. “Saya sudah hamil. Saya waktu itu sempat (merasa), aduh ini (bagaimana), kalau suami saya tidak kembali, anak ini tidak ada bapaknya,” tutur Betty, dalam video sama.
Tim Ekspedisi Kopassus akhirnya menginjak Nepal untuk memulai pendakian ke Himalaya. Iwan ingat betul bagaimana beratnya masa-masa awal berhadapan langsung dengan gunung es. Dia sempat jatuh sakit.
“Saya baru berjalan 100 meter muntah-muntah, kaget, karena memang tidak siap dengan cuaca dingin. Rupanya istri ikut merasakan (kalau saya sakit),” ucapnya.
Tentu saja tidak ada kata mundur. Sebagai satu-satunya perwira Akmil yang memimpin tim pendakian, Iwan terus menguatkan semangat. Prajurit Komando yang pernah menjadi Danrindam Jaya ini meyakini, doa istri yang rajin berpuasa Senin-Kamis, juga doa seluruh bangsa, dirinya sembuh.
Untuk diketahui, dalam ekspedisi ini Tim Kopassus terbagi dalam dua kelompok pendakian, yakni jalur utara dan selatan. Iwan memimpin tim di jalur selatan. Bersamanya antara lain Sertu Misirin dan Pratu Asmujiono.
Mendaki Everest, kata dia, bak pertaruhan hidup dan mati. “Bayangkan suhu minus 50 derajat Celcius. Sepanjang jalan banyak orang-orang meninggal,” tuturnya.
Perjalanan itu tak hanya sulit, tetapi mencekam. Pada ketinggian 8.500 meter dari permukaan laut, Iwan terjatuh kehabisan oksigen. Dalam bekapan cuaca sangat ekstrem yakni suhu minus 50 derajat Celcius di ketinggian 8.500 mdpl dengan tanah berpijak merupakan salju, Iwan limbung. Tanpa matras, juga tak ada sleeping bag.