Pengembangan SDM Pariwisata
loading...
A
A
A
Harliantara
Dekan Fikom Unitomo Surabaya, Praktisi Penyiaran
KEMENTERIAN Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sedang getol mencetak sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Menteri Pariwisata Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan 100% lulusan dari mahasiswa Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di bawah naungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terserap di industri pariwisata Tanah Air. Bahkan banyak di antaranya mampu menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat.
Data menunjukkan bahwa setiap tahun enam Poltekpar meluluskan 3.500 mahasiswa/mahasiswi. Sebanyak 30% mahasiswa membuka usaha dan lapangan kerja sendiri dan 70% lulusannya terserap sebagai tenaga kerja di industri pariwisata. Poltekpar berada di Bandung, Medan, Palembang, Lombok, Makassar, dan Bali. Diharapkan ke depan Poltekpar terus meningkatkan inovasi platform pariwisata serta menyiapkan dan melaksanakan kurikulum dan membuka lapangan kerja atau job opportunity. Selain itu lulusannya mesti mahir dalam hal komunikasi pariwisata.
Ada beberapa program studi (prodi) yang menjadi unggulan dan yang diminati para calon mahasiswa yang ingin kuliah di Poltekpar.Pertama, Diploma 3 Manajemen Tata Boga/ Kuliner. Prodi ini banyak diminati bagi yang ingin berwirausaha di bidang kuliner. Kedua, prodi Diploma 4 Administrasi Perhotelan, prodi ini diminati karena peminat ingin mendalami hospitality di perhotelan, Ketiga prodi Diploma 4 Kepariwisataan, prodi ini diminati untuk mengembangkan destinasi pariwisata. Dan yang keempat Diploma 4 Manajemen Perhelatan/Event dan MICE.
Indonesia memerlukan strategi pengembangan pariwisata yang berbasis platform digital dan spirit baru komunikasi pemasaran pariwisata. Itu antara lain bisa dilakukan dengan program massive action untuk mendorong podcaster atau videocaster mempromosikan pariwisata, keanekaragaman seni dan budaya lokal dengan cara memproduksi berbagai konten yang berkualitas sebanyak-banyaknya lewat platform.
Usaha berbasis platform berbeda dengan konvensional. Usaha konvensional dapat dianalogikan seperti pipa yang mengalirkan air dari hulu ke hilir. Di hulu, produsen membuat produk dan jasa, menyalurkannya melalui jaringan distribusi, lalu menjualnya ke konsumen akhir di hilir.
Sementara usaha berbasis platform lebih seperti pasar atau panggung terbuka di mana semua partisipan saling berkumpul, berinteraksi, dan melakukan transaksi satu sama lain secara terbuka. Atas penyediaan fasilitas ini,pembuat platform dapat mengutip biaya atau ongkos sewa yang bisa dibebankan kepada pembeli, penjual, atau keduanya.
Di era go-digital, informasi pariwisata dan ekonomi kreatif sangat mudah didapatkan dalam platform-platform marketplace. Sayangnya perusahaan yang menyediakan platform beragam informasi pariwisata banyaknya dikelola dan dimiliki oleh pengusaha dari luar negeri.
Platform saat ini menjadi semakin relevan karena bisnis berbasis platform dapat memiliki nilai yang jauh lebih tinggi daripada bisnis konvensional dalam durasi yang lebih singkat.
Keniscayaan platform adalah pondasi dasar ekonomi digital. Indonesia memiliki potensi pariwisata dan industri kreatif yang cukup besar di hampir semua bidang. Seperti produk kerajinan, destinasi wisata, kuliner, budaya, dan lingkungan hidup. Di sisi lain, para praktisi pemasaran pariwisata harus memiliki kemampuan untuk memahami, menggali, dan menginformasikan berbagai potensi lokal, bahkan hiperlokal atau perdesaan.
Melalui inovasi dan kreativitas konten, memungkinkan potensi lokal dan hiperlokal bisa tergarap dengan baik melalui metode promosi. Saatnya membuat konten agregasi industri kreatif lokal dan destinasi wisata daerah berbasis platform digital yang dikelola oleh podcaster/media lokal yang tahu persis keseharian tentang destinasi wisata itu.
Dengan platform aspek komunikasi pemasaran pariwisata sebaiknya ditransformasikan hingga ke pelosok desa. Apalagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah berkolaborasi dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI) dalam upaya mengembangkan desa wisata dan desa kreatif.
Targetnya adalah menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan dan mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.Perekonomian desa wisata atau desa kreatif memiliki kecenderungan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan non desa wisata. Melalui kegiatan wisata, desa wisata juga mampu memperbaiki kondisi sosial-ekonomi desa.
“Creative Hub”
Saat ini Kemenparekraf sedang membangun creative hub di destinasi superprioritas (DSP). Pembangunan tersebut tentunya membutuhkan aspek komunikasi pemasaran pariwisata yang baik dan mampu beradaptasi dengan era ekonomi digital. Mestinya program creative hub tidak bersifat eksklusif untuk daerah tertentu saja. Karena esensi dari program tersebut sejatinya sebagai tempat pelatihan dan proses kreatif untuk meningkatkan produk, pemasaran dan tata kelola dengan metode yang sesuai dengan kemajuan zaman.
Pembangunan creative hub sebagai simpul pelaku ekonomi kreatif, diharapkan dapat menampung berbagai macam ide cemerlang para pelaku ekonomi kreatif di daerah. Industri kreatif yang berbasis budaya lokal dan destinasi wisata berbasis desa sangat potensial untuk dikembangkan. Creative hub merupakan sebuah frasa dalam bahasa Inggris yang memiliki pengertian pusat kreatif dalam bahasa Indonesia.
Definisi creative hub atau pusat kreatif sebagai sebuah pokok pangkal dalam hal-hal yang berdaya cipta tidak hanya mencakup segi fisik saja, melainkan juga dari segi jaringan komunitas kreatif yang terbentuk dari para pelaku kreatif serta bermacam aktivitas yang dilakukan. Dari segi fisik, creative hub menyediakan tempat dengan ruang-ruang untuk bekerja bagi komunitas kreatif sekaligus menjadi inkubator bisnis industri kreatif.
Esensi bermacam aktivitas dalam creative hub pada hakikatnya menyatukan bakat, keterampilan dan disiplin para pelaku kreatif dalam suatu komunitas kreatif lokal. Pada akhirnya creative hub bisa membentuk suatu jaringan yang menggerakkan pertumbuhan industri kreatif dalam level lokal, yang kemudian berlanjut ke level regional.
Pemerintah daerah hingga ke tingkat desa perlu membangun creative hub yang bisa menjadi ruang dinamis yang menyediakan lapangan pekerjaan, memperluas layanan pendidikan, kesempatan networking dan pengembangan bisnis, serta menciptakan inovasi dengan lebih efektif. Tren global kini menempatkan creative hub sebagai cara yang strategis untuk mengorganisasi inovasi dan pengembangan proses kreatif masyarakat.
Dekan Fikom Unitomo Surabaya, Praktisi Penyiaran
KEMENTERIAN Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sedang getol mencetak sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Menteri Pariwisata Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan 100% lulusan dari mahasiswa Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di bawah naungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terserap di industri pariwisata Tanah Air. Bahkan banyak di antaranya mampu menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat.
Data menunjukkan bahwa setiap tahun enam Poltekpar meluluskan 3.500 mahasiswa/mahasiswi. Sebanyak 30% mahasiswa membuka usaha dan lapangan kerja sendiri dan 70% lulusannya terserap sebagai tenaga kerja di industri pariwisata. Poltekpar berada di Bandung, Medan, Palembang, Lombok, Makassar, dan Bali. Diharapkan ke depan Poltekpar terus meningkatkan inovasi platform pariwisata serta menyiapkan dan melaksanakan kurikulum dan membuka lapangan kerja atau job opportunity. Selain itu lulusannya mesti mahir dalam hal komunikasi pariwisata.
Ada beberapa program studi (prodi) yang menjadi unggulan dan yang diminati para calon mahasiswa yang ingin kuliah di Poltekpar.Pertama, Diploma 3 Manajemen Tata Boga/ Kuliner. Prodi ini banyak diminati bagi yang ingin berwirausaha di bidang kuliner. Kedua, prodi Diploma 4 Administrasi Perhotelan, prodi ini diminati karena peminat ingin mendalami hospitality di perhotelan, Ketiga prodi Diploma 4 Kepariwisataan, prodi ini diminati untuk mengembangkan destinasi pariwisata. Dan yang keempat Diploma 4 Manajemen Perhelatan/Event dan MICE.
Indonesia memerlukan strategi pengembangan pariwisata yang berbasis platform digital dan spirit baru komunikasi pemasaran pariwisata. Itu antara lain bisa dilakukan dengan program massive action untuk mendorong podcaster atau videocaster mempromosikan pariwisata, keanekaragaman seni dan budaya lokal dengan cara memproduksi berbagai konten yang berkualitas sebanyak-banyaknya lewat platform.
Usaha berbasis platform berbeda dengan konvensional. Usaha konvensional dapat dianalogikan seperti pipa yang mengalirkan air dari hulu ke hilir. Di hulu, produsen membuat produk dan jasa, menyalurkannya melalui jaringan distribusi, lalu menjualnya ke konsumen akhir di hilir.
Sementara usaha berbasis platform lebih seperti pasar atau panggung terbuka di mana semua partisipan saling berkumpul, berinteraksi, dan melakukan transaksi satu sama lain secara terbuka. Atas penyediaan fasilitas ini,pembuat platform dapat mengutip biaya atau ongkos sewa yang bisa dibebankan kepada pembeli, penjual, atau keduanya.
Di era go-digital, informasi pariwisata dan ekonomi kreatif sangat mudah didapatkan dalam platform-platform marketplace. Sayangnya perusahaan yang menyediakan platform beragam informasi pariwisata banyaknya dikelola dan dimiliki oleh pengusaha dari luar negeri.
Platform saat ini menjadi semakin relevan karena bisnis berbasis platform dapat memiliki nilai yang jauh lebih tinggi daripada bisnis konvensional dalam durasi yang lebih singkat.
Keniscayaan platform adalah pondasi dasar ekonomi digital. Indonesia memiliki potensi pariwisata dan industri kreatif yang cukup besar di hampir semua bidang. Seperti produk kerajinan, destinasi wisata, kuliner, budaya, dan lingkungan hidup. Di sisi lain, para praktisi pemasaran pariwisata harus memiliki kemampuan untuk memahami, menggali, dan menginformasikan berbagai potensi lokal, bahkan hiperlokal atau perdesaan.
Melalui inovasi dan kreativitas konten, memungkinkan potensi lokal dan hiperlokal bisa tergarap dengan baik melalui metode promosi. Saatnya membuat konten agregasi industri kreatif lokal dan destinasi wisata daerah berbasis platform digital yang dikelola oleh podcaster/media lokal yang tahu persis keseharian tentang destinasi wisata itu.
Dengan platform aspek komunikasi pemasaran pariwisata sebaiknya ditransformasikan hingga ke pelosok desa. Apalagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah berkolaborasi dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI) dalam upaya mengembangkan desa wisata dan desa kreatif.
Targetnya adalah menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan dan mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.Perekonomian desa wisata atau desa kreatif memiliki kecenderungan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan non desa wisata. Melalui kegiatan wisata, desa wisata juga mampu memperbaiki kondisi sosial-ekonomi desa.
“Creative Hub”
Saat ini Kemenparekraf sedang membangun creative hub di destinasi superprioritas (DSP). Pembangunan tersebut tentunya membutuhkan aspek komunikasi pemasaran pariwisata yang baik dan mampu beradaptasi dengan era ekonomi digital. Mestinya program creative hub tidak bersifat eksklusif untuk daerah tertentu saja. Karena esensi dari program tersebut sejatinya sebagai tempat pelatihan dan proses kreatif untuk meningkatkan produk, pemasaran dan tata kelola dengan metode yang sesuai dengan kemajuan zaman.
Pembangunan creative hub sebagai simpul pelaku ekonomi kreatif, diharapkan dapat menampung berbagai macam ide cemerlang para pelaku ekonomi kreatif di daerah. Industri kreatif yang berbasis budaya lokal dan destinasi wisata berbasis desa sangat potensial untuk dikembangkan. Creative hub merupakan sebuah frasa dalam bahasa Inggris yang memiliki pengertian pusat kreatif dalam bahasa Indonesia.
Definisi creative hub atau pusat kreatif sebagai sebuah pokok pangkal dalam hal-hal yang berdaya cipta tidak hanya mencakup segi fisik saja, melainkan juga dari segi jaringan komunitas kreatif yang terbentuk dari para pelaku kreatif serta bermacam aktivitas yang dilakukan. Dari segi fisik, creative hub menyediakan tempat dengan ruang-ruang untuk bekerja bagi komunitas kreatif sekaligus menjadi inkubator bisnis industri kreatif.
Esensi bermacam aktivitas dalam creative hub pada hakikatnya menyatukan bakat, keterampilan dan disiplin para pelaku kreatif dalam suatu komunitas kreatif lokal. Pada akhirnya creative hub bisa membentuk suatu jaringan yang menggerakkan pertumbuhan industri kreatif dalam level lokal, yang kemudian berlanjut ke level regional.
Pemerintah daerah hingga ke tingkat desa perlu membangun creative hub yang bisa menjadi ruang dinamis yang menyediakan lapangan pekerjaan, memperluas layanan pendidikan, kesempatan networking dan pengembangan bisnis, serta menciptakan inovasi dengan lebih efektif. Tren global kini menempatkan creative hub sebagai cara yang strategis untuk mengorganisasi inovasi dan pengembangan proses kreatif masyarakat.
(bmm)