Lolos dari Maut, Jenderal TNI Paling Dihormati Prajurit Ini Bangun Masjid Megah di Akhir Hayat
loading...
A
A
A
JAKARTA - "Mengapa kita tidak bisa membangun masjid seperti ini?". Selarik pertanyaan itu terlontar dari bibir Jenderal TNI M Jusuf. Itu bukan pertanyaan yang pertama. Setiap kali menginjak Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji, bangsawan Bugis yang menjadi Panglima ABRI/Menhankam itu selalu menanyakan hal serupa.
Seperti pada 1984, sewaktu sedang menunaikan ibadah haji yang kesekian kalinya, Jusuf kembali mengucapkan keinginan untuk membangun masjid megah di kampung halamannya, Ujungpandang (kini Makassar), Sulawesi Selatan. Jusuf terpesona dengan keindahan Masjidil Haram di Mekkah dan Nabawi di Madinah.
Selain dua masjid ikonik itu, dirinya juga terkesima dengan masjid di tepi Laut Merah, Madinah. Rasa takjub itulah yang semakin menguatkan tekadnya untuk membangun masjid. "Kita akan bangun masjid yang sama indahnya di Makassar….dan yang lebih besar lagi," ucap Jusuf dalam buku 'Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit' tulisan Atmadji Sumarkidjo, dikutip Minggu (3/4/2022).
Masjid Al Markaz Al Islami di Makassar, Sulsel. FOTO/IST
Pembangunan masjid raya di Makassar itu terus diceritakan kepada banyak pihak dan mendapat dukungan luas. Seiring waktu gagasan itu pun kian mengerucut. Persoalannya, di mana masjid itu akan dibangun?
Menurut Atmadji, sebuah kebetulan pada awal 1990 Universitas Hasanuddin di Baraya hampir selesai keseluruhan dipindah ke kampus terpadu di luar kota. Rektor kala itu, Fachruddin, menawarkan sebagai lokasi calon masjid. Gayung bersambut. Gubernur Sulsel ZB Palaguna menawarkan kompensasi atas tukar guling lahan itu. "Alhamdulillah, kalau semua pihak menginsyafi pentingnya masjid, semua lancar," kata Jusuf.
Setelah mendapat kepastian lahan itu, pada 3 Maret 1994 bertepatan dengan bulan Ramadhan, Jusuf mengundang sejumlah menteri dan tokoh nasional di Wisma Yani, Jakarta Pusat untuk mendengarkan paparannya. Mereka yang diundang antara lain Menko Kesra Azwar Anas, Menteri Bappenas Ginanjar Kartasasmita, Jenderal TNI Feisal Tanjung, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, Menag Tarmizi Taher, dan Mendagri Yogie S Memet. Seperti diduga, mereka mendukung penuh gagasan Jusuf membangun masjid akbar di Makassar.
Baca juga: Masjid Istiqlal Gelar Salat Tarawih Berjamaah Tanpa Jarak: Warga Senang
Dua bulan setelah pertemuan tersebut, tepatnya 8 Mei 1994, pemancangan tiang pertama pembangunan masjid dilakukan. Atas usulan cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, nama masjid ditentukan Al Markaz Al Islami. Dalam groundbreaking itu, khotbah pertama dilakukan oleh Rektor IAIN (kini UIN) Jakarta Quraisy Shihab, sementara ceramah ilmiah perdana oleh Nurcholish Madjid.
Masjid Monumental
Jenderal Jusuf merinci detail proyek pembangunan masjid akbar ini. Desain masjid dipercayakan kepada arsitek top Indonesia, Ir Achmad Noe'man. Sosok yang dijuluki 'Arsitek Seribu Masjid' ini antara lain yang merancang Masjid Salman di kampus ITB.
Noe'man langsung bisa menangkap gagasan Jusuf. Pertama, masjid itu harus megah dan mencerminkan kebesaran bangsa. Kedua, menonjolkan arsitektur daerah yang merupakan kebanggaan, dan ketiga, menggunakan bahan-bahan terbaik.
Seperti pada 1984, sewaktu sedang menunaikan ibadah haji yang kesekian kalinya, Jusuf kembali mengucapkan keinginan untuk membangun masjid megah di kampung halamannya, Ujungpandang (kini Makassar), Sulawesi Selatan. Jusuf terpesona dengan keindahan Masjidil Haram di Mekkah dan Nabawi di Madinah.
Selain dua masjid ikonik itu, dirinya juga terkesima dengan masjid di tepi Laut Merah, Madinah. Rasa takjub itulah yang semakin menguatkan tekadnya untuk membangun masjid. "Kita akan bangun masjid yang sama indahnya di Makassar….dan yang lebih besar lagi," ucap Jusuf dalam buku 'Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit' tulisan Atmadji Sumarkidjo, dikutip Minggu (3/4/2022).
Masjid Al Markaz Al Islami di Makassar, Sulsel. FOTO/IST
Pembangunan masjid raya di Makassar itu terus diceritakan kepada banyak pihak dan mendapat dukungan luas. Seiring waktu gagasan itu pun kian mengerucut. Persoalannya, di mana masjid itu akan dibangun?
Menurut Atmadji, sebuah kebetulan pada awal 1990 Universitas Hasanuddin di Baraya hampir selesai keseluruhan dipindah ke kampus terpadu di luar kota. Rektor kala itu, Fachruddin, menawarkan sebagai lokasi calon masjid. Gayung bersambut. Gubernur Sulsel ZB Palaguna menawarkan kompensasi atas tukar guling lahan itu. "Alhamdulillah, kalau semua pihak menginsyafi pentingnya masjid, semua lancar," kata Jusuf.
Setelah mendapat kepastian lahan itu, pada 3 Maret 1994 bertepatan dengan bulan Ramadhan, Jusuf mengundang sejumlah menteri dan tokoh nasional di Wisma Yani, Jakarta Pusat untuk mendengarkan paparannya. Mereka yang diundang antara lain Menko Kesra Azwar Anas, Menteri Bappenas Ginanjar Kartasasmita, Jenderal TNI Feisal Tanjung, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, Menag Tarmizi Taher, dan Mendagri Yogie S Memet. Seperti diduga, mereka mendukung penuh gagasan Jusuf membangun masjid akbar di Makassar.
Baca juga: Masjid Istiqlal Gelar Salat Tarawih Berjamaah Tanpa Jarak: Warga Senang
Dua bulan setelah pertemuan tersebut, tepatnya 8 Mei 1994, pemancangan tiang pertama pembangunan masjid dilakukan. Atas usulan cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, nama masjid ditentukan Al Markaz Al Islami. Dalam groundbreaking itu, khotbah pertama dilakukan oleh Rektor IAIN (kini UIN) Jakarta Quraisy Shihab, sementara ceramah ilmiah perdana oleh Nurcholish Madjid.
Masjid Monumental
Jenderal Jusuf merinci detail proyek pembangunan masjid akbar ini. Desain masjid dipercayakan kepada arsitek top Indonesia, Ir Achmad Noe'man. Sosok yang dijuluki 'Arsitek Seribu Masjid' ini antara lain yang merancang Masjid Salman di kampus ITB.
Noe'man langsung bisa menangkap gagasan Jusuf. Pertama, masjid itu harus megah dan mencerminkan kebesaran bangsa. Kedua, menonjolkan arsitektur daerah yang merupakan kebanggaan, dan ketiga, menggunakan bahan-bahan terbaik.