Duka di Lubuk Jambi, Kapten Terbaik Kopassus RA Fadillah Gugur Ditembak Musuh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mendung duka menaungi pasukan elite Kopassus . Hari ini 64 tahun silam atau tepatnya 2 April 1958, Kapten RA Fadillah gugur ditembak musuh dalam pertempuran hebat di Lubuk Jambi, Riau.
RA Fadillah merupakan perwira Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (kelak menjadi Kopassus) yang diterjunkan dalam operasi penumpasan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI. Kelompok pemberontak ini dideklarasikan Letkol Ahmad Husein pada 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat.
“Maklumat pembentukan PRRI kemudian diikuti dan didukung oleh daerah-daerah lain, seperti Permesta di Sulawesi Utara yang selanjutnya memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat,” tulis Iwan Santosa dan EA Negara dalam buku ‘Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus’, dikutip pada Sabtu (2/4/2022).
RA Fadillah sewaktu sekolah P3AD. Foto/Istimewa
Menurut penulis buku Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah di Poso 1957-1963 Haliadi Sadi, Permesta menjadi sayap timur PRRI. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan Ibu Kota Sulawesi. “Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado,” ucapnya.
Gerakan revolusioner bersenjata yang menyatakan lepas dari NKRI itu pun direspons pemerintahan pusat dengan tindakan tegas. TNI meluncurkan operasi militer untuk menumpas PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi Utara.
Pertempuran di Lubuk Jambi
Pada 12 Maret 1958 RPKAD dan Pasukan Gerak Tjepat AU disiapkan di Tanjung Pinang untuk menguasai Pekanbaru. Meski operasi lintas udara ini belum pernah dilakukan sebelumnya, karena kemampuan, semangat dan kerja keras pasukan Baret Merah dan Baret Jingga terbukti sukses menguasai Lanud Pekanbaru dalam tempo singkat.
Target berikutnya menguasai Lubuk Jambi yang merupakan basis pertahanan Sektor Barat kebanggaan Ahmad Husein. Untuk menguasai daerah itu, Kompi B/Komando dibagi dua tim. Tim pertama dipimpin Lettu RH Djayadingrat dan satu lagi dipimpin Kapten RA Fadillah.
“Tugas Lettu Djayadiningrat menghadang di jalan besar antara Lubuk Jambi-Kilinjaru, sedangkan tim Kapten R Radillah menyerang langsung ke pertahanan musuh dari belakang,” bunyi tulisan buku Kopassus untuk Indonesia.
Sadar hendak disergap RPKAD dari berbagai jurusan, sebagian anggota gerombolan bersenjata PRRI kabur menerobos hutan. RPKAD terus mengejar untuk membasmi kelompok separatis itu.
Ketika menyeberangi suatu sungai kecil, mendadak mereka berjumpa musuh yang sebelumnya melarikan diri. Baku tembak pecah di pinggiran Desa Cengar. Di tengah ramainya tembakan, tiba-tiba terdengar suara Praka Bugis yang tertembak. Prajurit Baret Merah itu gugur.
Kapten Fadillah terus merangsek maju. Nahas bagi kapten gagah berani RPKAD ini. Ketika hendak menarik pelatuk senjata, musuh yang berjarak 6 meter di sisi kanannya memuntahkan tembakan. Kapten Fadillah tertembak di bagian perut.
Dalam suasana mencekam, prajurit TNI cepat-cepat mengevakuasi Kapten Fadillah dan membawanya ke Desa Cengar untuk mendapatkan pertolongan. Adapun Kompi C dikerahkan ke Lubuk Jambi yang akhirnya berhasil dikuasai tanpa perlawanan.
“Hari itu, 2 April 1958, pukul 17.30 RA Fadillah mengembuskan napasnya yang terakhir. Pukul 20.00 semua pasukan meninggalkan Desa Cengar,” tulis buku Kopassus.
Untuk menghormati jasa Kapten R Fadillah, Kopassus mengabadikan nama prajurit terbaiknya itu sebagai nama jalan di Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
RA Fadillah merupakan perwira Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (kelak menjadi Kopassus) yang diterjunkan dalam operasi penumpasan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI. Kelompok pemberontak ini dideklarasikan Letkol Ahmad Husein pada 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat.
“Maklumat pembentukan PRRI kemudian diikuti dan didukung oleh daerah-daerah lain, seperti Permesta di Sulawesi Utara yang selanjutnya memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat,” tulis Iwan Santosa dan EA Negara dalam buku ‘Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus’, dikutip pada Sabtu (2/4/2022).
RA Fadillah sewaktu sekolah P3AD. Foto/Istimewa
Menurut penulis buku Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah di Poso 1957-1963 Haliadi Sadi, Permesta menjadi sayap timur PRRI. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan Ibu Kota Sulawesi. “Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado,” ucapnya.
Gerakan revolusioner bersenjata yang menyatakan lepas dari NKRI itu pun direspons pemerintahan pusat dengan tindakan tegas. TNI meluncurkan operasi militer untuk menumpas PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi Utara.
Pertempuran di Lubuk Jambi
Pada 12 Maret 1958 RPKAD dan Pasukan Gerak Tjepat AU disiapkan di Tanjung Pinang untuk menguasai Pekanbaru. Meski operasi lintas udara ini belum pernah dilakukan sebelumnya, karena kemampuan, semangat dan kerja keras pasukan Baret Merah dan Baret Jingga terbukti sukses menguasai Lanud Pekanbaru dalam tempo singkat.
Target berikutnya menguasai Lubuk Jambi yang merupakan basis pertahanan Sektor Barat kebanggaan Ahmad Husein. Untuk menguasai daerah itu, Kompi B/Komando dibagi dua tim. Tim pertama dipimpin Lettu RH Djayadingrat dan satu lagi dipimpin Kapten RA Fadillah.
“Tugas Lettu Djayadiningrat menghadang di jalan besar antara Lubuk Jambi-Kilinjaru, sedangkan tim Kapten R Radillah menyerang langsung ke pertahanan musuh dari belakang,” bunyi tulisan buku Kopassus untuk Indonesia.
Sadar hendak disergap RPKAD dari berbagai jurusan, sebagian anggota gerombolan bersenjata PRRI kabur menerobos hutan. RPKAD terus mengejar untuk membasmi kelompok separatis itu.
Ketika menyeberangi suatu sungai kecil, mendadak mereka berjumpa musuh yang sebelumnya melarikan diri. Baku tembak pecah di pinggiran Desa Cengar. Di tengah ramainya tembakan, tiba-tiba terdengar suara Praka Bugis yang tertembak. Prajurit Baret Merah itu gugur.
Kapten Fadillah terus merangsek maju. Nahas bagi kapten gagah berani RPKAD ini. Ketika hendak menarik pelatuk senjata, musuh yang berjarak 6 meter di sisi kanannya memuntahkan tembakan. Kapten Fadillah tertembak di bagian perut.
Dalam suasana mencekam, prajurit TNI cepat-cepat mengevakuasi Kapten Fadillah dan membawanya ke Desa Cengar untuk mendapatkan pertolongan. Adapun Kompi C dikerahkan ke Lubuk Jambi yang akhirnya berhasil dikuasai tanpa perlawanan.
“Hari itu, 2 April 1958, pukul 17.30 RA Fadillah mengembuskan napasnya yang terakhir. Pukul 20.00 semua pasukan meninggalkan Desa Cengar,” tulis buku Kopassus.
Untuk menghormati jasa Kapten R Fadillah, Kopassus mengabadikan nama prajurit terbaiknya itu sebagai nama jalan di Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
(rca)