Dilabeli Anti Islam, Sebelum Meninggal Jenderal Kopassus Ini Berwasiat Dibacakan Kalimat Syahadat

Jum'at, 01 April 2022 - 05:42 WIB
loading...
Dilabeli Anti Islam, Sebelum Meninggal Jenderal Kopassus Ini Berwasiat Dibacakan Kalimat Syahadat
Kisah Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani seakan tidak pernah ada habisnya untuk dibicarakan. Bahkan, Benny tetap mencuri perhatian hingga akhir hayatnya. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kisah Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani seakan tidak pernah ada habisnya untuk dibicarakan. Bahkan, Benny tetap mencuri perhatian hingga akhir hayatnya.

Bagaimana tidak, Benny yang beragama Katolik menyampaikan wasiat agar dibacakan kalimat syahadat ketika menghembuskan nafas terakhirnya. Benny berpesan ketika meninggal dunia diperlakukan seperti orang Islam.

Terlebih, Benny selama menjabat Panglima ABRI atau Panglima TNI di era Presiden Soeharto mendapat banyak label negatif. Mulai dari pembenci Islam, anti Islam, hingga musuh Islam pada masa itu.

Menjadi panglima tertinggi tentara dan orang kepercayaan Presiden Soeharto, keyakinan Benny sebagai Katolik menjadi faktor khusus. Sejumlah peristiwa pun kemudian seolah-olah membenarkan Benny memang pembenci Islam.

Tuduhan ini menguak ketika pecahnya tragedi Tanjung Priok di tahun 1984. Ratusan umat Islam tewas dalam peristiwa itu. Benny yang menjabat Pangab dituduh terlibat dan bertanggung jawab atau bahkan disebut sebagai dalang peristiwa berdarah Tanjung Priok.

Ditambah lagi, tudingan sebagai anti Islam makin terlihat dari beberapa kebijakan Benny di internal TNI. Disebut-sebut perwira berlatar belakang santri sulit mendapat jabatan di masa Benny menjadi Panglima TNI.

Dalam buku yang ditulis Dodi Mawardi berjudul "Belajar Uji Nyali Dari Benny Moerdani, Dia Tidak Bisa Dibeli Dengan Uang", latar belakang keluarga Benny dekat dengan Islam. Ayahnya Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo, orang Jawa beragama Islam yang pindah ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Raden Moerdani seorang guru agama Islam dan seorang haji. Dia juga tercatat sebagai keturunan ketujuh Kanjeng Datuk Kiai Suleman, pengajar Islam dan kepala desa di Sumbawa.

Sebelum menikah dengan ibunda Benny yang berdarah Eropa dan beragama Katolik, Rochmaria Jeannie, Raden Moerdani beragama Islam dan memiliki beberapa anak dari istri sebelumnya yang beragama Islam juga. Dia kemuian berpindah agama setelah menikah dengan Jeannie. Seluruh anak-anak dari istri keduanya ini beragama Katolik.

Namun, Benny memiliki sejumlah kakak tiri dan banyak saudara yang beragama Islam. Pengaruh Islam masih cukup kental mengalir pada Benny. Kakek dan nenek dari sang ayah serta seluruh keluarga besarnya adalah muslim.

Anggapan Benny pembenci Islam sedikit memudar karena kedekatannya dengan sejumlah pemimpin pondok pesantren. Salah satunya dengan Kiai Asyaad. Benny memperlakukan pemimpin salah satu pesantren di Jawa Timur tersebut bukan hanya sebagai tamu, melainkan juga sebagai guru dan sahabat.

Dalam banyak kesempatan, mereka tidak segan tertawa terbahak-bahak, berdua. Berdikusi selama berjam-jam. Mulai dari posisi duduk sampai tidur-tiduran.

Selama kurun waktu 1983-1992, keakrabannya dengan sejumlah kiai dan pesantren dapat dilihat secara nyata oleh orang-orang dekatnya, terutama anak buahnya. Namun, Benny memang tidak pernah mau berkoar-koar tentang kegiatannya tersebut kepada media massa.

Pada rentang waktu itu, Benny sangat sering memberikan bantuan materi untuk pembangunan pesantren dan masjid. Termasuk pesantren yang dipimpin Kiai Asyaad di Situbondo.

Bahkan pada suatu ketika, Kiai Asyaad pernah mengajak Benny untuk naik haji bersamanya, karena perhatian jenderal Kopassus ini yang luar biasa kepada pesantrennya. Salah seorang anak buah Benny, I Wayan Mendra menceritakan bahwa Benny kala itu menjawab:

"Kiai, saya kan Katolik. Jadi tidak bisa ke Mekkah..."

Kiai Asyaad sambil berguyon menjawab, "Kalau saya yang mengawal Pak Benny, tidak ada yang berani melarang. Termasuk malaikat."

Benny disebut banyak membantu pesantren dan masjid di hampir semua kota di Jawa Timur, mulai dari Ngawi, Madiun, Nganjuk, Tulung Agung sampai di Situbondo. Banyak anak buahnya yang terkaget-kaget karena baru belakangan mengetahui bahwa masjid atau pesantren di wilayahnya, mendapatkan bantuan dan perhatian dari Benny.

Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) salah satu tokoh yang mematahkan anggapan Benny adalah musuh dari umat Islam. "Sebagian teman menyatakan bahwa Benny adalah musuh Islam yang sesungguhnya, tapi kesimpulan itu salah. Justru Benny adalah orang yang melaksanakan pola hubungan negara dengan agama yang seharusnya."

Pendapat Gus Dur ini diperkuat sebuah fakta yang berkaitan dengan agama Benny. Pada 1975, Soeharto menunjuk Benny memimpin Operasi Seroja ke Timor Timur. Mayoritas penduduk di sana beragama Katolik.

Namun, Benny bekerja dengan profesional. Atas nama pemerintah dan negara, dia melaksanakan tugasnya dengan baik di sana. Meski sama-sama Katolik, Benny tetap mampu bersikap tegas.

Dalam buku "Dari Gestapu Ke Reformasi", diceritakan bahwa Benny mengawal Soeharto dan keluarga ibadah umrah ke Arab Saudi. Benny sampai masuk ke kawasan Kakbah. Dia kagum dengan Masjidil Haram dan menganjurkan para anak buahnya yang muslim untuk menyempatkan diri berziarah (umrah atau haji) ke sana. Minimal sekali semur hidupnya.

Sang jenderal juga dalam sebuah kesempatan dengan tegas membantah tuduhan anti Islam tersebut. "Kok saya yang dituduh anti Islam, Soeharto itu yang anti Islam," kata Benny dalam buku yang sama.

Tuduhan anti Islam juga dibantah Benny Moerdani dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika berkunjung ke sejumlah pondok pesantren. Salah satunya di hadapan para kiai Ponpes Lirboyo, Kediri Jawa Timur. "Saya ingin menegaskan, umat Islam Indonesia tidak dipojokkan. Dan tidak akan pernah dipojokkan," tegasnya.

Fakta yang mungkin sedikit orang tahu adalah saat-saat menjelang akhir hidupnya, Benny Moerdaní ingin ketika meninggal dunia kelak diperlakukan seperti orang Islam. Pengurusan jenazahnya seperti seorang muslim, dibacakan kalimat syahadat, dimandikan, dan dikafankan secara Islam.

Wasiat itu disampaikan kepada sahabatnya seorang muslim berdarah Aceh yang taat, Adnan Ganto ketika berziarah ke makam orang tua Benny di Solo, Jawa Tengah pada tahun 1980-an. Adnan Ganto merupakan penasihat ekonomi Jenderal Benny Moerdani saat menjadi Menteri Pertahanan.

Dalam buku biografi Adnan Ganto yang terbit 2017 lalu, diceritakan bahwa setelah mendapatkan pesan dari Benny, Adnan bertandang ke rumah Benny di Simprug, Jakarta Selatan sebulan kemudian. Adnan dan istrinya Agustina, tak mau jika pesan tersebut hanya didengarnya sendiri.

Adnan meminta izin untuk menyampaikan pesan Benny saat ziarah ke makam ibundanya ke Hartini. Adnan lalu menyampaikan pesan Benny yang minta dimakamkan secara Islam kepada Hartini.

"Kalau memang itu yang dipesankan, ya silakan dilaksanakan," jawab Hartini merespons permintaan Benny kepada Adnan.

Jenderal Benny Moerdani menghembuskan nafas terakhirnya pada 29 Agustus 2004. Proses pemakaman untuk jenderal pemberani ini dilakukan layaknya kepada jenazah seoerang muslim, sesuai pesan yang disampaikannya kepada Adnan Gananto. Mantan Penglima TNI Laksamana (Purn) Widodo AS mengonfirmasi kebenaran dari hal tersebut.

Adnan dan istrinya membacakan sendiri Yasin dan syahadat di kamar Benny saat dirawat di RSPAD. Adnan dan istrinya terus membacakan syahadat di telinga Benny hingga akhirnya Benny meninggal. Dia juga dikafani dan dimandikan secara Islam.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1040 seconds (0.1#10.140)