Cerita Megawati Awal Mula Masuk Partai dan Alasan Masih Terus Bertahan di PDIP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengungkapkan awal mula masuk partai dan alasan masih tetap bertahap hingga saat ini. Megawati mengaku banyak lika liku yang dihadapinya seperti Cakra Manggilingan.
Cakra Manggilingan bermakna bahwa kehidupan ini dinamis seperti roda berputar. Sehingga diperlukan mental yang kuat supaya tidak merasa tinggi ketika dipuji, dan tidak jatuh ketika dimaki. Hal itu disampaikan Megawati saat melantik dan mengukuhkan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) periode 2021-2026, secara virtual Sabtu (26/3/2022). Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, diangkat menjadi Ketua Umum PA GMNI periode 2021-2026.
Awalnya, Megawati bercerita mengenai awal mula masuk ke partai yang identik dengan warna merah tersebut. Megawati mengaku kaget ketika pertama kali diminta untuk bergabung dengan PDIP yang pada awal terbentuknya bernama PDI. "Kok saya diminta jadi anggota PDI ya?," kata Megawati.
Setelah mendapatkan tawaran tersebut Megawati kemudian berkonsultasi dengan kakaknya. Sang Kaka pun setuju dan memintanya untuk segera menerima tawaran tersebut. "Kakak saya bilang masuk, masuklah kamu, dan saya masuk (gabung)," tuturnya.
Megawati menyebut karier politiknya tidak mulus begitu saja. Ia bahkan pernah dipanggil beberapa kali oleh aparat penegak hukum.
"Itu yang saya bilang tadi, hidup saya seperti Cakra Manggilingan. Pada waktu itu saya dipanggil ke polisi aja 3 kali, ke Kejaksaan Gedung Bundar dan dipanggil dari pagi sampai malam. Saya sampai tanya, sebenarnya kalian (aparat hukum) ini mau mencari dari saya apa toh?" ungkapnya.
"Jadi hidup saya ini seperti Cakra Manggilingan. Kenapa saya mampu di dalam hal mencapai kedudukan seperti ini yang seharusnya saya sudah pensiun tetapi masih terus bekerja, karena apa? Orang melihat saya orang yang bisa bertanggung jawab dan tanggung jawab itu kelihatan. Sebagai pelaksanaan tanggung jawab, karena saya punya keyakinan dan untuk menjalankannya saya punya niat," lanjut Megawati.
Diketahui, pada masa Orde Baru Megawati sempat dilarang menduduki kursi pemimpin partai. Larangan untuk mendukung Mega juga disampaikan dalam Kongres Luar Biasa di Surabaya pada 2 – 6 Desember 1993.
Tetapi fakta berkata lain. Peserta KLB ternyata justru sangat mendukung Megawati menjadi ketua umum PDI. Larangan pemerintah tidak digubris peserta KLB. Megawati pun dikukuhkan sebagai Ketua PDI secara de facto dari 1993 sampai dengan 1998.
Namun pemerintah tetap melantik Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI pada tahun 1996. Konflik semakin panas, dan hubungan keduanya pun merenggang.
Setelah rezim Soeharto jatuh, Megawati mengganti nama PDI dengan menambahkan Perjuangan di belakangnya. Ini dilakukan agar bisa mengikuti Pemilu 1999. Terhitung sejak 1 Februari 1999, nama baru ini dideklarasikan atau 13 hari setelah disahkan notaris Rahmat Syamsul Rizal.
Kongres pertama PDI Perjuangan dilakukan pada tahun 2000, dan menetapkan Mega sebagai ketua umumnya untuk periode 2000 – 2005. Megawati kembali ditunjuk sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan saat Kongres keempat di Bali tahun 2015 serta Kongres 2020.
Cakra Manggilingan bermakna bahwa kehidupan ini dinamis seperti roda berputar. Sehingga diperlukan mental yang kuat supaya tidak merasa tinggi ketika dipuji, dan tidak jatuh ketika dimaki. Hal itu disampaikan Megawati saat melantik dan mengukuhkan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) periode 2021-2026, secara virtual Sabtu (26/3/2022). Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, diangkat menjadi Ketua Umum PA GMNI periode 2021-2026.
Awalnya, Megawati bercerita mengenai awal mula masuk ke partai yang identik dengan warna merah tersebut. Megawati mengaku kaget ketika pertama kali diminta untuk bergabung dengan PDIP yang pada awal terbentuknya bernama PDI. "Kok saya diminta jadi anggota PDI ya?," kata Megawati.
Setelah mendapatkan tawaran tersebut Megawati kemudian berkonsultasi dengan kakaknya. Sang Kaka pun setuju dan memintanya untuk segera menerima tawaran tersebut. "Kakak saya bilang masuk, masuklah kamu, dan saya masuk (gabung)," tuturnya.
Megawati menyebut karier politiknya tidak mulus begitu saja. Ia bahkan pernah dipanggil beberapa kali oleh aparat penegak hukum.
"Itu yang saya bilang tadi, hidup saya seperti Cakra Manggilingan. Pada waktu itu saya dipanggil ke polisi aja 3 kali, ke Kejaksaan Gedung Bundar dan dipanggil dari pagi sampai malam. Saya sampai tanya, sebenarnya kalian (aparat hukum) ini mau mencari dari saya apa toh?" ungkapnya.
"Jadi hidup saya ini seperti Cakra Manggilingan. Kenapa saya mampu di dalam hal mencapai kedudukan seperti ini yang seharusnya saya sudah pensiun tetapi masih terus bekerja, karena apa? Orang melihat saya orang yang bisa bertanggung jawab dan tanggung jawab itu kelihatan. Sebagai pelaksanaan tanggung jawab, karena saya punya keyakinan dan untuk menjalankannya saya punya niat," lanjut Megawati.
Diketahui, pada masa Orde Baru Megawati sempat dilarang menduduki kursi pemimpin partai. Larangan untuk mendukung Mega juga disampaikan dalam Kongres Luar Biasa di Surabaya pada 2 – 6 Desember 1993.
Tetapi fakta berkata lain. Peserta KLB ternyata justru sangat mendukung Megawati menjadi ketua umum PDI. Larangan pemerintah tidak digubris peserta KLB. Megawati pun dikukuhkan sebagai Ketua PDI secara de facto dari 1993 sampai dengan 1998.
Namun pemerintah tetap melantik Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI pada tahun 1996. Konflik semakin panas, dan hubungan keduanya pun merenggang.
Setelah rezim Soeharto jatuh, Megawati mengganti nama PDI dengan menambahkan Perjuangan di belakangnya. Ini dilakukan agar bisa mengikuti Pemilu 1999. Terhitung sejak 1 Februari 1999, nama baru ini dideklarasikan atau 13 hari setelah disahkan notaris Rahmat Syamsul Rizal.
Kongres pertama PDI Perjuangan dilakukan pada tahun 2000, dan menetapkan Mega sebagai ketua umumnya untuk periode 2000 – 2005. Megawati kembali ditunjuk sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan saat Kongres keempat di Bali tahun 2015 serta Kongres 2020.
(thm)