Soal Tunda Pemilu, Demokrat: Pemerintah Takut Kehilangan Kekuasaan

Minggu, 13 Maret 2022 - 16:23 WIB
loading...
Soal Tunda Pemilu, Demokrat:...
Wasekjen Partai Demokrat Jovan Latuconsina menilai, wacana perpanjangan kekuasaan yang terus digaungkan mencerminkan ketakutan pemerintah menghadapi pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024.Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Partai Demokrat (PD) menilai, wacana perpanjangan kekuasaan yang terus digaungkan mencerminkan ketakutan pemerintah menghadapi pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024.

Wasekjen Partai Demokrat Jovan Latuconsina menegaskan, Pemilu 2024 belum dilaksanakan, pemerintah sudah mengalami post power syndrome (sindrom paska kekuasaan). “Ini namanya pre-post power syndrome. Jadi belum selesai kekuasaan, sudah takut kehilangan kekuasaan," ujarnya.

Padahal agenda Reformasi itu cuma satu yakni membatasi kekuasaan yakni cukup dua periode. Tanpa perpanjangan jabatan hingga tiga periode, termasuk menunda pemilu. "Bahkan pascareformasi, alih-alih tunda pemilu, yang ada justru malah percepatan pemilu. Lah sekarang dengan kondisi KPU yang jauh lebih baik dan pengalaman, kenapa kita berpikir tunda Pemilu," kata Jovan.



Jovan mengapresiasi ketegasan sikap Ketum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Nasdem Surya Paloh yang menolak penundaan pemilu dan wacana presiden tiga periode. ”Beliau-beliau ini tahu betul konsekuensi dari mengkhianati demokrasi ini. Rakyat bisa jadi korban. Bukan tidak mungkin TNI-Polri akan dijadikan alat untuk membungkam ketidaksetujuan rakyat," ucapnya.

Jovan mengingatkan, semua pihak untuk berkaca pada sejarah yang mengajarkan apabila rakyat terus ditekan dan ditakut-takuti mereka akan melawan balik.



“Kita khawatirkan mereka akan tiba pada satu titik untuk melawan balik, sehingga bisa terjadi perpecahan besar. Konsekuensi inilah yang dihindari oleh kita semua. Pergantian kekuasaan adalah sesuatu yang alamiah dalam sejarah, dan sudah dijamin dalam konstitusi kita. Jika ini diutak-atik terus dengan berbagai alasan, sejarah 1998 mengajarkan pada kita bagaimana publik melakukan koreksi dengan sendirinya,” tegas Jovan.

Jovan juga mengkritisi pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang kembali menggaungkan wacana perpanjangan kekuasaan dengan alasan riset big data yang menunjukkan aspirasi publik. Termasuk klaim beberapa ketua umum partai politik yang menyatakan ada aspirasi rakyat untuk menunda pemilu.

Hal itu justru dibantah oleh sejumlah survei lapangan yang dilakukan nasional. Termasuk klaim Luhut yang juga dibantah sejumlah pakar big data karena jumlah datanya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Di mana setelah diteliti ulang, hasilnya lebih banyak yang menolak ketimbang menunda pemilu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1221 seconds (0.1#10.140)