Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat, Pejabat Garuda Indonesia Langsung Ditahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia periode 2011-2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumadena, mengatakan penyidik menetapkan AB selaku Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012 sebagai tersangka.
"AB ditetapkan sebagai tersangka sesuai, surat No: TAP/11/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 10 Maret 2022," tulis Ketut dalam keterangan yang diterima MPI, Kamis (10/3/2022).
Untuk mempercepat proses penyidikan, kata Ketut, tersangka AB dilakukan penahanan sesuai Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-10/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 10 Maret 2022.
"Tersangka AB akan ditahan selama 20 hari terhitung mulai 10 Maret 2022 sampai dengan 29 Maret 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung," terang Ketut.
Dengan ditetapkannya AB sebagai tersangka, kini telah ada 3 tersangka dalam kasus itu. Yakni AW, SA, dan AB. AW merupakan Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. 2009-2014 dan anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia pada 2011 serta aggota Tim pengadaan pesawat ATR 72-600 PT. Garuda Indonesia 2012. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis 24 Februari 2022.
Sedangkan SA merupakan Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011-2012 dan anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia pada 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia pada 2012. SA ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 24 Februari 2022.
Kasus ini terjadi pada kurun waktu 2011-2021. Di mana PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melakukan pengadaan pesawat dari berbagai jenis tipe pesawat. Antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang mana untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dalam pelaksanaannya pada periode 2011-2013 terdapat penyimpangan pada proses pengadaannya.
Antara lain kajian Feasibility Study / Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel.
Kemudian proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Lalu adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture. Di mana akibat dari pengadaan pesawat yang menyimpang tersebut mengakibatkan PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Di mana atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc -Kanada dan perusahan Avions de transport regional) (ATR)- Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. -Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) - Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.
Untuk kasus itu perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada BPKP Pusat dan telah dilakukan ekspose/gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP serta telah diperoleh kesimpulan adanya kerugian keuangan negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimaksud yang mana proses perhitungannya sedang dilakukan oleh Tim Auditor dari BPKP.
Atas perkara tersebut, para tersangka disangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumadena, mengatakan penyidik menetapkan AB selaku Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012 sebagai tersangka.
"AB ditetapkan sebagai tersangka sesuai, surat No: TAP/11/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 10 Maret 2022," tulis Ketut dalam keterangan yang diterima MPI, Kamis (10/3/2022).
Untuk mempercepat proses penyidikan, kata Ketut, tersangka AB dilakukan penahanan sesuai Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-10/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 10 Maret 2022.
"Tersangka AB akan ditahan selama 20 hari terhitung mulai 10 Maret 2022 sampai dengan 29 Maret 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung," terang Ketut.
Dengan ditetapkannya AB sebagai tersangka, kini telah ada 3 tersangka dalam kasus itu. Yakni AW, SA, dan AB. AW merupakan Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. 2009-2014 dan anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia pada 2011 serta aggota Tim pengadaan pesawat ATR 72-600 PT. Garuda Indonesia 2012. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis 24 Februari 2022.
Sedangkan SA merupakan Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011-2012 dan anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia pada 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia pada 2012. SA ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 24 Februari 2022.
Kasus ini terjadi pada kurun waktu 2011-2021. Di mana PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melakukan pengadaan pesawat dari berbagai jenis tipe pesawat. Antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang mana untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dalam pelaksanaannya pada periode 2011-2013 terdapat penyimpangan pada proses pengadaannya.
Antara lain kajian Feasibility Study / Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel.
Kemudian proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Lalu adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture. Di mana akibat dari pengadaan pesawat yang menyimpang tersebut mengakibatkan PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Di mana atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc -Kanada dan perusahan Avions de transport regional) (ATR)- Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. -Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) - Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.
Untuk kasus itu perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada BPKP Pusat dan telah dilakukan ekspose/gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP serta telah diperoleh kesimpulan adanya kerugian keuangan negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimaksud yang mana proses perhitungannya sedang dilakukan oleh Tim Auditor dari BPKP.
Atas perkara tersebut, para tersangka disangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(cip)