Indonesia Menuju Status Endemi

Rabu, 02 Maret 2022 - 13:47 WIB
loading...
Indonesia Menuju Status Endemi
Dua tahun pandemi Covid-19 telah menyebabkan sejumlah perubahan di berbagai tatanan kehidupan. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Hari ini, 2 Maret 2022, tepat dua tahun Indonesia berjibaku menghadapi pandemi Covid-19 . Sejak resmi diumumkan pada 2 Maret 2020 lalu hingga saat ini, perjuangan melawan wabah tersebut beserta dampaknya terus berlangsung.

Selama itu pula pemerintah membuat berbagai kebijakan dinamis menyesuaikan dengan kondisi pandemi di Tanah Air maupun secara global. Saat ini Indonesia tengah menghadapi gelombang ketiga yang disebabkan varian Omicron . Kabar baiknya, gejala varian ini cenderung lebih ringan dan pemulihan pasien lebih cepat.

Dengan semakin terkendalinya pandemi, pemerintah mengambil langkah maju dengan menyusun strategi menyiapkan protokol pandemi Covid-19 menjadi endemi. Kajian ini dilakukan melalui berbagai pendekatan agar kebijakan yangdilakukan tidak jadi blunder.

Beberapa negara di Eropa sudah mulai mencabut aturan pembatasan meski kasus korona sedang naik. Terbaru, Swiss menyusul Prancis dan Denmark yang lebih dahulu melonggarkan aturan pembatasan. Di negara tersebut, penggunaan masker di luar ruangan tak lagi diwajibkan dan agenda-agenda besar di tempat umum tidak dibatasi kapasitasnya.

Baca juga: 2 Tahun Pandemi di Indonesia, Belum Saatnya Longgarkan Prokes!

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan sejumlah skenario transisi pandemi menjadi endemi. Menurutnya strategi itu sudah digodok bersama para ahli kesehatan dan epidemiolog. Luhut mengingatkan, penetapan status endemi harus diukur berdasarkan tingkat imunitas atau kekebalan komunal yang tinggi.

Selain itu kenaikan kasus Covid-19 harus rendah sehingga kapasitas fasilitas kesehatan memadai. "Prakondisi ini harus terjadi dalam rentang waktu panjang dan sudah stabil ataupun konsisten," kata Luhut belum lama ini.

Luhut juga menandaskan, transisi dari pandemi ke endemi juga harus memenuhi target tingkat vaksinasi dosis kedua dan ketiga, terutama kepada sasaran warga lanjut usia (lansia). Untuk memenuhi target vaksinasi tersebut, pemerintah pusat akan terus mendorong pemerintah daerah. Diapun mengimbau masyarakat yang telah mendapat tiketboostervaksin untuk mendatangi sentra-sentra vaksin terdekat.

Sampai 1 Maret 2022 kemarin, capaian vaksinasi nasional sebanyak 190.976.834 dosis atau sekitar 91,70% dari target 208.265.720 dosis. Kemudian vaksinasi dosis kedua 144.505.806 dosis atau 69.39% dan dosis ketiga 10.214.605 dosis atau 4,90%."Yang sudah punya tiket vaksin ketiga, saya juga minta masyarakat yang sudah dapat tiket vaksin ketiga dapat langsung datang gerai vaksin yang disiapkan," ungkapnya.

Luhut lantas mewanti-wanti, meski banyak negara mulai melakukan pelonggaran terhadap pembatasan sosial, pemerintah pusat dan daerah tidak serta-merta latah mengikuti aturan di negara lain. Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali itu juga menggariskan, penetapan status endemi Covid-19 di Indonesia akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan data indikator kesehatan, ekonomi hingga sosial budaya.

"Meskipun beberapa negara sudah mulai pelonggaran transisi endemi seperti Inggris, Denmark, Singapura, kita tidak perlu latah atau ikut-ikutan negara-negara tersebut," ujarnya.

Baca juga: 2 Tahun Pandemi di Indonesia, Ahli Epidemiologi Sebut Kasus Pertama Covid-19 Tidak Real Time

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan, pemerintah pusat tengah memikirkan langkah untuk menuju endemi. Salah satunya melakukan evaluasi dan analisis agar pandemi bisa dinyatakan berakhir di Indonesia seperti yang dilakukan sejumlah negara Eropa.

"Kita tidak akan mau juga terkepung terus dengan pandemi ini. Soal waktunya kapan, itu pasti melalui analisis evaluasi yang mendalam," kata Suharyanto.

Menurut dia, pemerintah pusat saat ini masih melakukan penanganan wabah korona yang terjadi hampir di seluruh daerah. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Nasional itu optimistis jika penanganan yang sudah berlangsung selama dua tahun lebih bisa berakhir tahun ini.

"Kita ketahui bersama bahwa tahun 2022 ini masih masuk tahun pandemi, sudah diputuskan lewat keputusan presiden. Artinya walaupun sudah dua tahun kita bergulat, bertempur melawan Covid-19 sampai awal tahun 2022, ternyata belum berakhir," ujarnya.

Suharyanto menyatakan kondisi pandemi saat ini terus berubah. Apalagi Indonesia tengah menghadapi varian Omicron. "Kita lihat angka kasusnya nanti, mudah-mudahan segera menurun. Berdoa bersamalah, ini tahun terakhir kita mengalami pandemi Covid-19. Mudah-mudahan di 2023 nanti sudah tidak," tandasnya.

Di sisi lain dia melihat Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain yang saat ini berencana menetapkan status endemi. Dikatakannya, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak sehingga kebijakannya pun akan berbeda. "Sangat jauh berbeda. Kita ini kan besar negaranya, yang menyatakan berakhir pandemi kan (negara) kecil-kecil. Artinya ini juga menjadi pokok pikiran dari para pemimpin bangsa," sebutnya.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyadari penanganan pandemi Covid-19 bukanlah perkara mudah. Selama dua tahun ini berbagai kebijakan pemerintah telah dibuat demi menekan laju penyebaran virus. Mulai dari pembatasan sosial, kewajiban protokol kesehatan dan penerapan sanksi hingga vaksinasi menjadi upaya yang gencar dilakukan.

“Tidak mudah menyusun strategi penanganan pandemi karena hampir semua negara mencoba berbagai respons untuk mengatasi. Sampai saat ini belum ada keberhasilan sebuah negara yang bisa dijadikan rujukan penanganan pandemi,” kata Nadia kemarin.

Menurut dia, pemerintah juga tengah menyiapkan skenario transisi pandemi menuju endemi. Misalnya membolehkan jalan-jalan bagi yang sudah menjalani vaksinasi dosis lengkap. Bahkan ada juga kebijakan karantina tiga hari hingga uji coba tanpa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) ke Bali mulai Maret nanti.

Nadia menilai peralihan pandemi menjadi endemi tentu mempertimbangkan berbagai aspek seperti tingkat penularan, jumlah kematian, pasien yang menjalani perawatan hingga cakupan vaksinasi primer dosis pertama dan kedua.

“Kita perlu menetapkan dulu kriteria untuk sampai pada kondisi endemi itu. Misalnya laju penularan terus di bawah angka 1 yang artinya terkendali dalam kurun waktu 6 bulan, angka kematian yang kurang dari 3%, tingkat BOR (keterisian tempat tidur di rumah sakit) yang kurang dari 5%, dan seterusnya, serta cakupan vaksinasi dosis kedua sesuai dengan target,” jelasnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes itu menyatakan pemerintah saat ini masih memfokuskan pada percepatan vaksinasi dosis kedua sampai akhir Juni 2022. Sementara untukboosterdiproyeksikan sampai akhir 2022. “Jumlah ketersediaan vaksin masih cukup. Ada stok 40 juta–50 juta dosis yang siap didistribusikan ke berbagai daerah,” terangnya.

Dikatakan, penyaluran dosis ke daerah akan dipercepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mendapatkan vaksin, terutama dosis kedua. Bahkan, lanjut Nadia, pemerintah akan secara efektif memberlakukan syarat vaksinasi dosis kedua untuk menentukan level asesmen tiap daerah. Langkah ini ditujukan agar mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan percepatan dan inovasi untuk capaian vaksinasi dosis kedua.

Untuk diketahui, Denmark merupakan negara pertama yang memberlakukan kebijakan endemi Covid-19. Pada awal Februari lalu, Konpenhagen mencabut semua aturan mengenai pelarangan dan pembatasan, termasuk aturan penggunaan masker, pelarangan kerumunan hingga mobilitas. "Kita siap keluar dari bayang-bayang virus korona," kata Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen seperti dilansirFortune.

Setelah itu banyak negara di Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia juga membatalkan berbagai aturan mengenai Covid-19. Swedia membatalkan kebijakan tes Covid di tengah peningkatan varian Omicron pada awal Februari lalu, sedangkan Norwegia memilih untuk mempertahankan aturan menjaga jarak, tetapi mengakhiri kebijakan jam malam pembatasan kapasitas pesta. Baik Swedia maupun Norwegia juga mencabut pelarangan penggunaan masker.

Inggris awalnya hendak mengakhiri kebijakan kewajiban isolasi pada 24 Maret mendatang, namun PM INggris Boris Johnson justru memajukan kebijakan tersebut. Inggris mengikuti sentimen banyak negara Eropa lainnya untuk melonggarkan kebijakan atas pandemi. Langkah Inggris itu diikuti negara lain seperti Jerman, Belanda hingga Prancis yang mencabut kewajiban menggunakan masker.

Kebijakan pemberlakuan Covid sebagai endemi tersebut bertentangan dengan saran Badan Kesehatan Dunia (WHO). "Sungguh prematur bagi negara untuk menyerah atau mendeklarasikan kemenangan," ujar Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Syarat TercapainyaEndemi
Indonesia atau negara-negara lain dunia bisa menjadikan pandemi Covid-19 sebagai endemi. Namun langkah ini membutuhkan sejumlah syarat. Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama menyebut ada lima hal yang perlu menjadi perhatian semua negara agar bisa mencapai status endemi.

Pertama, pandemi adalah keadaan wabah penyakit di banyak negara. Bahkan “pan” (dari pandemi) dapat juga diartikan sebagai “semua”. Karena pandemi terjadi di banyak negara di berbagai benua, maka yang menyatakan pandemi adalah badan dunia dalam hal ini World Health Organization (WHO).

"Pandemi sekarang bermula pada 11 Maret 2020 dengan pernyataan resmi oleh Direktur Jenderal WHO Dr Tedros dan sampai sekarang masih berjalan. Artinya kalau nanti pandemi Covid-19 akan berakhir, maka akan ada lagi pernyataan resmi dari Direktur Jenderal WHO sesuai keadaan dunia ketika itu, yang kita belum tahu kapan akan terjadi," tegasnya.

Indikatorkedua, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) menyebut adanya kemampuan mengendalikan wabah Covid-19. Di sisi lain dia mengingatkan, pernyataan satu dua atau bahkan beberapa negara bahwa negara mereka sudah dalam tahap endemi sama sekali tidak menjadi indikator pandemi sudah selesai.

"Dunia ini terdiri atas 200 negara dan dalam dunia modern ini transportasi antarnegara dan bahkan antarbenua amat mudah terjadi. Maksudnya, kalau ada negara yang sudah dapat mengendalikan Covid-19, tetapi negara-negara lain belum, maka masih tetap ada ancaman penyakit ini terus merebak di dunia," ungkapnya.

Kemudian yangketiga, jika sebuah negara ingin mengatakan situasi Covid-19 sudah terkendali, ada kriteria yang banyak dianut. Salah satunya adalah angka kepositifan (positivity rate) di bawah 5%. Bagi Tjandra, Indonesia tentu amat bersyukur bahwa jumlah kasus harian dalam beberapa hari ini cenderung menurun dan diikuti juga dengan penurunan angka kepositifan. Tapi dari data yang ada tampak, angka kepositifan pada 25 Februari 2022 adalah 17,93%.

"Walaupun pada 26 Februari angkanya sudah menurun, tapi masih cukup tinggi, yaitu 15,91%, cukup jauh di atas batas 5% yang kita kehendaki bersama," bebernya.

Keempat, indikator lain yang menjadi patokan bahwa situasi epidemiologi Covid-19 sudah terkendali adalah angka reproduksi efektif (effective reproduction number- Rt) di bawah 1, yang berarti tidak terjadi penularan berkepanjangan di masyarakat. Dikatakannya, walaupun tidak ada data resmi yang diumumkan, beberapa pihak menyebutkan angka reproduksi di hari-hari ini masih di atas 1, bahkan ada yang melaporkan sebagai 1.161."Mudah-mudahan angka ini dapat terus menurun dalam hari-hari mendatang," imbuhnya.

Adapunkelima, yang perlu jadi perhatian kita bersama dan bahkan di dunia adalah ada tidaknya kemungkinan varian baru Covid-19. Menurut Tjandra, hal ini merupakan sesuatu yang tidak terlalu mudah memprediksi. Yang jelas, kalau penularan di masyarakat tinggi, virus akan banyak bereplikasi dan hal ini memungkinkan saja terjadinya mutasi baru. Kalau mutasinya cukup beragam, maka dapat saja terjadi varian baru.

"Kita perlu ketahui bahwa sebagian besar varian baru tidaklah berbahaya bagi manusia, hanya sebagian kecil yang mungkin berbahaya. Tapi, walaupun persentasenya kecil, dunia akan terkena gelombang baru lagi seperti selama ini sudah terjadi," papar mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara tersebut.

Mantan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu menegaskan, dengan kelima penjelasan di atas, yang dapat Indonesia lakukan adalah tiga poin yang sudah dikenal luas, tapi perlu terus disampaikan agar dilaksanakan di lapangan.

Ketiga hal dimaksud adalah pembatasan sosial, terus meningkatkan tes dan telusur, dan vaksinasi baik primer maupunboosteruntuk mengatasi varian Omicron. “Kita tentu berharap angka ini akan terus menurun di hari-hari kerja mendatang, bukan hanya angka di hari-hari libur. Kita juga berharap agar angka kepositifan dan angka reproduksi efektif juga terus menurun sehingga proyeksi ke arah endemi akan dapat diwujudkan,” tandas Tjandra.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1132 seconds (0.1#10.140)