Pakar Epidemiologi Sebut Banyak Daerah Belum Aman untuk Dibuka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembukaan aktivitas di berbagai sektor disebut belum aman bagi masyarakat dari penularan COVID-19. Di daerah yang angka positif COVID-19 masih tinggi, masyarakat diminta patuh menggunakan alat pengaman diri.
Pemandangan jalanan macet dan transportasi umum yang penuh sudah terjadi di Jabodetabek. Kegiatan masyarakat seperti sudah normal padahal pemerintah baru mewacanakan kenormalan baru. Pusat keramaian, seperti mal, sudah dibuka di beberapa kota besar. (Baca juga: Penambahan Kasus COVID-19 Jatim Tertinggi, Ini Penjelasan Ahli Epidemiologi)
Menurut Pakar Epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono, DKI dan Jawa Timur (Jatim) belum aman untuk dibuka. Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya, Makassar juga sama. Namun beberapa wilayah lain, masyarakat bisa beraktivitas.
Selain itu, daerah yang belum aman adalah Kota Banjarmasin, Bekasi, dan Depok. “Kota Depok bentar lagi aman. Rem-rem untuk melakukan New Normal,” ujar Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu, Senin (15/6/2020).
Sejak awal Juni ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menerapkan pembatasan sosial kampung siaga (PSKS). Pembatasan itu dilakukan di 31 rukun warga (RW). Tri Yunis menerangkan setiap RW yang angka positif COVID-19 tinggi harus di-lockdown.
“Kelurahan kena hukuman untuk me-lockdown RW-RW yang kasusnya banyak. Yang terjadinya akhirnya semua takut. RW yang di-lockdown pelan-pelan dibuka dan kasusnya turun. Tinggal aman saja. Kasus seminggunya tadinya 50 sekarang sudah 20,” terangnya.
Situasi yang berbeda di Jakarta dan Jatim. Jakarta masih fluaktuatif. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, kasus positif di Jakarta pada Minggu (14/6/2020) mencapai 113 orang.
Sementara di Jatim, angka positifnya 196 orang pada hari yang sama. Jatim saat ini mendapatkan penanganan dan perhatian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Kenaikan angka positif di Jatim cukup cepat.
Pembukaan “paksa” yang sudah dilakukan di beberapa daerah membuat masyarakat harus lebih waspada di tempat-tempat keramaian, seperti angkutan umum dan pusat perbelanjaan. Tri Yunis mengatakan tidak cukup hanya dengan menggunakan masker, jaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan air dan sabun.
Masyarakat harus menggunakan face shield saat di angkutan umum dan pusat perbelanjaan. Apalagi kapasitas angkutan umum sudah boleh 70%. Restoran, menurutnya, harus membuat dinding pembatas transparan di atas meja. (Baca juga: Dokter Reisa Ajak Masyarakat Jaga Porsi Gizi Makanan Hadapi Pandemi COVID-19)
“Di pasar terbukti penularan banyak. Itu baru antara penjual, belum lagi pembeli, bayangin. Penjualnya banyak, apalagi pembeli. Pasar dan mal enggak dilakukan survei (tes COVID-19) susah juga untuk mal itu aman apalagi (hanya) pakai masker,” pungkasnya.
Pemandangan jalanan macet dan transportasi umum yang penuh sudah terjadi di Jabodetabek. Kegiatan masyarakat seperti sudah normal padahal pemerintah baru mewacanakan kenormalan baru. Pusat keramaian, seperti mal, sudah dibuka di beberapa kota besar. (Baca juga: Penambahan Kasus COVID-19 Jatim Tertinggi, Ini Penjelasan Ahli Epidemiologi)
Menurut Pakar Epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono, DKI dan Jawa Timur (Jatim) belum aman untuk dibuka. Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya, Makassar juga sama. Namun beberapa wilayah lain, masyarakat bisa beraktivitas.
Selain itu, daerah yang belum aman adalah Kota Banjarmasin, Bekasi, dan Depok. “Kota Depok bentar lagi aman. Rem-rem untuk melakukan New Normal,” ujar Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu, Senin (15/6/2020).
Sejak awal Juni ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menerapkan pembatasan sosial kampung siaga (PSKS). Pembatasan itu dilakukan di 31 rukun warga (RW). Tri Yunis menerangkan setiap RW yang angka positif COVID-19 tinggi harus di-lockdown.
“Kelurahan kena hukuman untuk me-lockdown RW-RW yang kasusnya banyak. Yang terjadinya akhirnya semua takut. RW yang di-lockdown pelan-pelan dibuka dan kasusnya turun. Tinggal aman saja. Kasus seminggunya tadinya 50 sekarang sudah 20,” terangnya.
Situasi yang berbeda di Jakarta dan Jatim. Jakarta masih fluaktuatif. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, kasus positif di Jakarta pada Minggu (14/6/2020) mencapai 113 orang.
Sementara di Jatim, angka positifnya 196 orang pada hari yang sama. Jatim saat ini mendapatkan penanganan dan perhatian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Kenaikan angka positif di Jatim cukup cepat.
Pembukaan “paksa” yang sudah dilakukan di beberapa daerah membuat masyarakat harus lebih waspada di tempat-tempat keramaian, seperti angkutan umum dan pusat perbelanjaan. Tri Yunis mengatakan tidak cukup hanya dengan menggunakan masker, jaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan air dan sabun.
Masyarakat harus menggunakan face shield saat di angkutan umum dan pusat perbelanjaan. Apalagi kapasitas angkutan umum sudah boleh 70%. Restoran, menurutnya, harus membuat dinding pembatas transparan di atas meja. (Baca juga: Dokter Reisa Ajak Masyarakat Jaga Porsi Gizi Makanan Hadapi Pandemi COVID-19)
“Di pasar terbukti penularan banyak. Itu baru antara penjual, belum lagi pembeli, bayangin. Penjualnya banyak, apalagi pembeli. Pasar dan mal enggak dilakukan survei (tes COVID-19) susah juga untuk mal itu aman apalagi (hanya) pakai masker,” pungkasnya.
(kri)