Penolakan RUU HIP Meluas, PDIP Siap Coret Trisila-Ekasila
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penolakan masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kian meluas. Kemarin, suara penolakan berbagai elemen masyarakat dan organisasi terus bermunculan. Intinya, mereka mendesak agar DPR tidak melanjutkan pembahasan RUU kontroversial tersebut.
RUU inisiatif DPR ini memicu penolakan karena memuat pasal yang dinilai bisa mendistorsi Pancasila secara keseluruhan. Penolakan terutama terhadap muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP, yakni terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang dikristalisasi ke dalam Ekasila. Penolakan antara lain disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut MUI melalui Maklumat yang disampaikan pada Jumat (12/6), Trisila yang diperas menjadi Ekasila dinilai sebagai upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila. MUI juga menilai pasal tersebut secara terselubung berupaya melumpuhkan eksistensi sila 1 Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa dan menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seiring gencarnya penolakan masyarakat, kemarin PDI Perjuangan (PDIP) sebagai partai yang mengusulkan RUU HIP ini melalui Badan Legislasi DPR akhirnya mengambil sikap melunak. Partai pemenang pemilu ini setuju untuk menghapus pasal yang mengatur mengenai Trisila dan Ekasila. Selain itu, PDIP juga sepakat untuk memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme sebagai konsideran di RUU HIP.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut sikap partainya tersebut diambil karena mendengarkan seluruh aspirasi yang disampaikan masyarakat. Diketahui, selain MUI, dua ormas Islam terbesar di tanah Air, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga menyampaikan penolakan yang sama.
"Dengan demikian terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus," kata Hasto dalam keterangan tertulis, kemarin. (Baca: Fraksi PPP Dukung Maklumat MUI Tentang RUU HIP)
Berdasarkan draf RUU HIP tertanggal 20 April 2020, Trisila dan Ekasila diatur melalui Pasal 6. Pada ayat (1), RUU itu menyatakan ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu ketuhanan, nasionalisme, dan gotong-royong. Sedangkan pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
PDI Perjuangan juga menerima aspirasi terkait tidak tercantumnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran di RUU. Partai ini sepakat RUU HIP melarang paham-paham atau ideology yang bertentangan dengan Pancasila, termasuk komunisme.
"Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terjadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan," katanya.
Sebelumnya, MUI menyampaikan pernyataaan sikapnya terkait RUU HIP yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Ada beberapa hal yang disoroti MUI, di antaranya tidak masuknya Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, pernyataan partai tersebut sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. MUI menilai itu sebagai bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah memilukan yang pernah dilakukan PKI.
RUU HIP dinilai telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945. "Kami memaknai dan memahami bahwa pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila," demikian bunyi Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia.
RUU inisiatif DPR ini memicu penolakan karena memuat pasal yang dinilai bisa mendistorsi Pancasila secara keseluruhan. Penolakan terutama terhadap muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP, yakni terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang dikristalisasi ke dalam Ekasila. Penolakan antara lain disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut MUI melalui Maklumat yang disampaikan pada Jumat (12/6), Trisila yang diperas menjadi Ekasila dinilai sebagai upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila. MUI juga menilai pasal tersebut secara terselubung berupaya melumpuhkan eksistensi sila 1 Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa dan menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seiring gencarnya penolakan masyarakat, kemarin PDI Perjuangan (PDIP) sebagai partai yang mengusulkan RUU HIP ini melalui Badan Legislasi DPR akhirnya mengambil sikap melunak. Partai pemenang pemilu ini setuju untuk menghapus pasal yang mengatur mengenai Trisila dan Ekasila. Selain itu, PDIP juga sepakat untuk memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme sebagai konsideran di RUU HIP.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut sikap partainya tersebut diambil karena mendengarkan seluruh aspirasi yang disampaikan masyarakat. Diketahui, selain MUI, dua ormas Islam terbesar di tanah Air, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga menyampaikan penolakan yang sama.
"Dengan demikian terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus," kata Hasto dalam keterangan tertulis, kemarin. (Baca: Fraksi PPP Dukung Maklumat MUI Tentang RUU HIP)
Berdasarkan draf RUU HIP tertanggal 20 April 2020, Trisila dan Ekasila diatur melalui Pasal 6. Pada ayat (1), RUU itu menyatakan ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu ketuhanan, nasionalisme, dan gotong-royong. Sedangkan pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
PDI Perjuangan juga menerima aspirasi terkait tidak tercantumnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran di RUU. Partai ini sepakat RUU HIP melarang paham-paham atau ideology yang bertentangan dengan Pancasila, termasuk komunisme.
"Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terjadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan," katanya.
Sebelumnya, MUI menyampaikan pernyataaan sikapnya terkait RUU HIP yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Ada beberapa hal yang disoroti MUI, di antaranya tidak masuknya Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, pernyataan partai tersebut sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. MUI menilai itu sebagai bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah memilukan yang pernah dilakukan PKI.
RUU HIP dinilai telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945. "Kami memaknai dan memahami bahwa pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila," demikian bunyi Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia.