Tokoh Muslim di AS: Azan dan Salawat Itu Indah Tidak Pantas Diperbandingkan Suara Anjing
loading...
A
A
A
JAKARTA - President of Nusantara Foundation & MFA, Imam Shamsi Ali turut bersuara terkait pernyataan Menteri Agama ( Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan pengeras suara masjid dan gonggongan anjing. Menurutnya, suara azan dan salawat yang keluar dari toa masjid adalah kalimat indah nan penuh makna, sehingga tidak pantas disamakan dengan suara anjing.
"Gus Menteri, semoga ini salah komunikasi/salah memberi contoh saja. Pejabat pastinya tahu mengkomunikasikan masalah scr benar & proporsional. Apalagi kaitannya agama, tahu sendiri bisa sensitif. Suara azan & sholawat itu indah & penuh makna. Tdk pantas dicontohkan suara anjing," cuit Imam Shamsi Ali di akun Twitternya, Kamis (24/2/2022).
Menurut tokoh muslim di Amerika Serikat ini, pengeras suara masjid atau musala tidak terlalu penting untuk diatur. Sensivitas manusia bisa diselesaikan dengan pendidikan dan saling memahami.
"Saya pernah tinggal tdk jauh dari sebuah gereja di NY. Nggak tersinggung dg bunyi bell. Sekitar gereja bahkan ada sekolah. Bunyi bell itu panjang di jam 10-an Pagi. Tidk ada yang marah. Itu Hidup manusia yang Sudah biasa. Akan jadi sensitif kalah disensitifkan.. drama jadinya," tulisnya lagi.
Imam Shamsi Ali mempertanyakan mengapa hal yang sudah dilakukan bertahun-tahun tidak menjadi masalah, tiba-tiba dipersoalkan. Menurutnya, terkadang memang sesuatu yang tidak masalah sengaja dijadikan masalah untuk menutupi masalah. "Akhirnya suatu yg tdk masalah dikambing hitamkan u/ “menutupi” masalah," cuitnya.
Untuk diketahui, Menag Yaqut melontarkan pernyataan yang mengundang polemik. Ia mengumpakan pengeras suara masjid seperti gonggongan anjing.
Pernyataan ini disampaikan Menag Yaqut saat berkunjung ke Pekanbaru, Rabu (23/2/2022). Awalanya ia menyatakan tidak melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa atau pengeras suara. Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bersifat mengatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan musala.
"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ujarnya seperti dilansir Antara, Rabu (23/2/2022).
Baca juga: Soal Menag Bandingkan Toa Masjid dan Anjing Menggonggong, Cholil Nafis: Ya Allah
Selain itu, Yaqut juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan. "Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.
"Gus Menteri, semoga ini salah komunikasi/salah memberi contoh saja. Pejabat pastinya tahu mengkomunikasikan masalah scr benar & proporsional. Apalagi kaitannya agama, tahu sendiri bisa sensitif. Suara azan & sholawat itu indah & penuh makna. Tdk pantas dicontohkan suara anjing," cuit Imam Shamsi Ali di akun Twitternya, Kamis (24/2/2022).
Menurut tokoh muslim di Amerika Serikat ini, pengeras suara masjid atau musala tidak terlalu penting untuk diatur. Sensivitas manusia bisa diselesaikan dengan pendidikan dan saling memahami.
"Saya pernah tinggal tdk jauh dari sebuah gereja di NY. Nggak tersinggung dg bunyi bell. Sekitar gereja bahkan ada sekolah. Bunyi bell itu panjang di jam 10-an Pagi. Tidk ada yang marah. Itu Hidup manusia yang Sudah biasa. Akan jadi sensitif kalah disensitifkan.. drama jadinya," tulisnya lagi.
Imam Shamsi Ali mempertanyakan mengapa hal yang sudah dilakukan bertahun-tahun tidak menjadi masalah, tiba-tiba dipersoalkan. Menurutnya, terkadang memang sesuatu yang tidak masalah sengaja dijadikan masalah untuk menutupi masalah. "Akhirnya suatu yg tdk masalah dikambing hitamkan u/ “menutupi” masalah," cuitnya.
Untuk diketahui, Menag Yaqut melontarkan pernyataan yang mengundang polemik. Ia mengumpakan pengeras suara masjid seperti gonggongan anjing.
Pernyataan ini disampaikan Menag Yaqut saat berkunjung ke Pekanbaru, Rabu (23/2/2022). Awalanya ia menyatakan tidak melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa atau pengeras suara. Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bersifat mengatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan musala.
"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ujarnya seperti dilansir Antara, Rabu (23/2/2022).
Baca juga: Soal Menag Bandingkan Toa Masjid dan Anjing Menggonggong, Cholil Nafis: Ya Allah
Selain itu, Yaqut juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan. "Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.