Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Rencana Cetak Sawah di Kalteng

Minggu, 14 Juni 2020 - 21:34 WIB
loading...
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Rencana Cetak Sawah di Kalteng
Pemerintah kembali mencanangkan untuk mencetak sawah di lahan gambut. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah kembali mencanangkan untuk mencetak sawah di lahan gambut. Rencana ini ditentang koalisi masyarakat sipil seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Save Our Borneo, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya.

Salah satu perwakilan koalisi, Dimas Novian Hartono dari Walhi Kalimantan Tengah (Kalteng) menerangkan, pemerintah menggunakan isu krisis pangan di tengah pandemi Covid-19 untuk mencetak sawah di lahan gambut di Kalimantan Tengah. Sebelumnya, pernah ada proyek serupa dengan mencanangkan 1 juta hektare sawah yang tidak berhasil dilakukan.

Proyek itu malah mengakibatkan kerusakan gambut yang belum bisa dipulihkan dan menjadi sumber bencana lingkungan. "Sumber utama kebakaran hutan di lahan gambut hampir dua dekade terakhir. Upaya pemulihan yang dilakukan selama ini tidak pernah efektif dan terus mengalami kegagalan," ujar Dimas dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (14/6/2020). ( ).

Koalisi mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek cetak sawah seluas 300.000 hektare itu. Koalisi menjabarkan tiga alasan penolakan itu.

Pertama, proyek ini akan menambah kerugian negara. Pemerintah harus belajar di masa lalu. Upaya membuat sawah itu pernah dilakukan pemerintah Orde Baru pada tahun 1995. Setelah berjalan, proyek ini berakhir dengan kegagalan. Dimas mengungkapkan, kegagalan itu karena ketidakpahaman dan kurangnya kajian sosio-ekologis pada ekosistem gambut.

"Proyek itu menyedot APBN sekitar Rp1,6 triliun dan gagal total menjadi lumbung pangan. Bahkan justru wilayahnya telah berganti menjadi perkebunan sawit hingga saat ini," tuturnya.

Kedua, koalisi ini menilai usaha mencetak sawah di lahan gambut akan merusak alam. Nantinya, yang merasakan akibatnya masyarakat sekitarnya. Model pembangunan yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam telah mengakibatkan konsekuensi serius terhadap keberlanjutan bumi dan manusia.

"Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan sangat penting bagi keseimbangan iklim. Perlu adanya perlindungan biodiversitas lahan basah bahkan untuk menghindari sumber penyakit zoonosis yang berasal dari pengrusakan alam," tegas Dimas.

Alasan ketiga, pemerintah seharusnya mengembalikan urusan pangan kepada petani dengan memberikan hak atas tanah. Dimas memaparkan, sebaiknya melakukan diversifikasi dan mengembangkan pangan lokal. Caranya melakukan intensifikasi lahan-lahan yang cocok atau memanfaatkan lahan eks hak guna usaha (HGU) yang ditelantarkan. Koalisi mendesak pemerintah menghentikan penggusuran terhadap lahan-lahan pertanian untuk pembangunan infrastruktur, investasi tambang, dan perkebunan sawit.

"Selama ini kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Kini, saatnya sistem pertanian dan pangan dikembalikan kepada petani sebagai soko guru di negeri agraris ini," pungkas Dimas.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2230 seconds (0.1#10.140)