Bukan Pesantren, Bukan Terorisme

Jum'at, 18 Februari 2022 - 10:55 WIB
loading...
Bukan Pesantren, Bukan Terorisme
Hasibullah Satrawi (Foto: Ist)
A A A
Hasibullah Satrawi
Pengamat Terorisme dan Politik Dunia Islam

KONTROVERSI terkait terorisme dengan pesantren terus menggelinding di sebagian masyarakat. Walaupun Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai pihak yang pertama menyampaikan dugaan keterkaitan sejumlah pesantren dalam jaringan terorisme (sebelum menjadi kontroversi) mengatakan bahwa kontroversi ini telah berakhir, kenyataannya sebagian pihak masih membicarakan persoalan tersebut.

Hal yang harus diperhatikan, kontroversi terkait terorisme dengan pesantren bukan kali ini saja terjadi. Sejauh ini sudah sering kali terjadi kontroversi yang kurang lebih sama. Dan hampir bisa dipastikan, kontroversi yang terjadi kali ini tidak akan menjadi yang terakhir. Dengan kata lain, masih bisa terjadi di waktu-waktu mendatang.

Dalam hemat penulis, kontroversi seperti ini terjadi karena adanya kesalahpahaman terhadap pesantren di satu sisi dan juga adanya kekurangpahaman terhadap persoalan terorisme di sisi yang lain. Kesalahpahaman sebagian pihak terhadap pesantren membuat lembaga pendidikan Islam yang telah berkontribusi besar terhadap negara dan bangsa ini acap dicurigai sebagai tempat berseminya pemikiran-pemikiran antinegara, antikemajuan, antikemajemukan dan yang lainnya. Sementara kurangnya pemahaman dari sebagian pihak terhadap persoalan terorisme tidak jarang menciptakan labelling dan stereotyping hanya karena kesamaan-kesamaan yang bersifat fisik seperti jenggot, baju, bau parfum dan yang lainnya. Bahkan tak jarang kelompok-kelompok yang serupa tapi tidak sama seperti kelompok intoleran juga disamakan dengan kelompok teroris.

Bukan pesantren
Adalah benar bahwa ada kesalahan tertentu terkait pernyataan dugaan keterlibatan sebagian pesantren dengan terorisme sebagaimana disampaikan oleh BNPT. Minimal terkait klasifikasi bahkan pemberian nama pesantren untuk pengajian di masjid-masjid tertentu.

Namun harus juga ditegaskan bahwa tak semua yang disampaikan oleh BNPT adalah salah. Faktanya ada sebagian “pesantren” selama ini yang terbukti terlibat dalam jaringan terorisme. Salah satu dari “pesantren” tersebut adalah Pesantren Umar bin Khattab di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diasuh oleh Ustaz Abrori. “Pesantren” ini dikenal dengan sebutan “Pesantren UBK Bima”.

Penulis menggunakan tanda kutip dalam menyebut kata “pesantren” ini, mengingat penyebutan ini lebih karena mengikuti nama yang digunakan oleh “pesantren” tersebut. Apakah “pesantren UBK Bima” sama dengan pesantren-pesantren yang terkenal di wilayah Jawa dan Madura? Jawabannya tentu saja tidak. Mengingat “Pesantren UBK Bima” lebih menekankan tentang pelajaran jihad, peperangan dan yang lainnya. Bahkan “pesantren UBK Bima” juga mengajarkan dan memberikan pelatihan terkait bahan peledak.

Sementara pondok-pondok pesantren di wilayah Jawa dan Madura biasanya lebih menekankan tentang mujahadah (tasawuf), akhlak, kitab kuning dan yang lainnya. Kalaupun ada pembahasan tentang jihad biasanya di bab-bab akhir.

Di sinilah kesalahpahaman biasanya berawal. Para pihak terkait akan selalu menyebut lembaga seperti Umar bin Khattab Bima di atas sebagai “pesantren” mengingat hal ini sudah menjadi namanya. Sementara istilah pesantren bersifat umum dan telah memiliki makna konotasi serta sejarahnya sendiri yang bersifat positif dan antiterorisme, terutama bagi kaum santri. Sangat dipahami bila kemudian sebagian masyarakat merasa terganggu dengan penggunaan istilah “pesantren terlibat jaringan terorisme”.

Dalam hemat penulis, hal ini sejatinya bisa dihindari dengan selalu menggarisbawahi bahwa penggunaan kata “pesantren” dalam lembaga-lembaga pendidikan yang terlibat dalam jaringan terorisme hanya karena mereka menggunakan nama “pesantren”, bukan karena lembaga tersebut benar-benar dianggap sebagai pesantren dan terlebih lagi dianggap sebagai pesantren yang sama seperti berkembang di wilayah Jawa atau Madura. Bukan semata-mata karena materi pendidikan yang diajarkan di kalangan pesantren dan kalangan teroris berbeda sebagaimana dijelaskan di atas. Lebih daripada itu karena sebagian lembaga-lembaga pendidikan di kalangan jaringan terorisme dipastikan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang pesantren.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1110 seconds (0.1#10.140)