Parpol Sempalan PAN Jangan Cuma Andalkan Figur Amien Rais
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, jika eks pengurus Partai Amanat Nasional (PAN) ingin mendirikan partai baru dan hanya bergantung pada figur Amien Rais , akan sulit bersaing. Menurutnya, pamor Amien mulai memudar.
Karyono menilai, pengaruh Amien di internal PAN memang masih ada, itu pun mulai melemah. Buktinya, pada Kongres V PAN di Kendari, jagoan Amien Rais, Mulfachri Harahap, kalah dari Zulkifli Hasan. Hal itu bisa menjadi indikator lemahnya pengaruh politik Amien.
Di sisi lain, lemahnya pengaruh Amien di tingkat nasional juga bisa diukur dari kontestasi pilpres. Pertama, dia kalah pada pertarungan Pilpres 2004. Pasangan Amien Rais - Siswono Yudho Husodo hanya memperoleh suara 17.392.931, berada di urutan keempat pada putaran pertama.
"Selain itu, dalam dua kali pilpres tahun 2014 dan 2019, Amien kembali gagal mengantarkan jagoannya yaitu pasangan Prabowo-Hatta dan Prabowo-Sandi," ujarnya, Jumat (12/6/2020). ( ).
Oleh karenanya, lanjut Karyono, jika partai baru sempalan PAN hanya mengandalkan figur Amien, menurutnya tidak signifikan mendongkrak suara. Bisa jadi perolehan suaranya di bawah PAN pimpinan Zulkifli Hasan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kedua partai bersaudara itu bisa kandas melenggang ke Senayan, karena tidak mencapai ambang batas parlemen jika kedua partai tersebut bersaing di pemilu.
"Sebab, ada kecenderungan kedua partai akan berebut pada ceruk pemilih yang sama. Sedangkan untuk menambah dukungan dari segmen pemilih lain, tidak mudah karena harus bersaing dengan partai lain. Apalagi, tren perolehan suara PAN dalam beberapa kali pemilu mengalami penurunan," paparnya.
Lebih jauh Karyono mengatakan, pilihannya serba sulit: mendirikan partai baru tapi belum tentu lolos ambang batas parlemen atau bahkan bisa kandas dua-duanya. Maka, ia menyarankan, sebelum terlambat, upaya mendirikan partai baru dapat ditinjau ulang. "Tidak perlu mendirikan partai baru, tapi berupaya melalukan kembali kompromi politik internal sembari menunggu pertarungan di kongres berikutnya," ucap dia. ( ).
Perlu diingat, kata Karyono, dalam sejarah partai sempalan, tidak banyak yang berhasil melampaui induknya. Salah satu yang berhasil adalah PDI Perjuangan yang menyempal dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan mengandalkan figur Megawati Sukarnoputri, PDI Perjuangan mampu melampaui PDI, dan bahkan menjadi pemenang pemilu tiga kali yaitu Pemilu 1999, 2014, dan 2019, sekaligus menang pemilu presiden dua kali berturut-turut.
"Tentu saja kemenangan PDIP dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden bukan hanya mengandalkan faktor Megawati. Pasti banyak variabel lain yang memengaruhi kemenangan. Tapi pengaruh Megawati menjadi faktor signifikan dalam mendongkrak suara PDIP," tutur dia.
Pertanyaannya, sambung dia, apakah partai politik baru yang akan didirikan dengan mengandalkan figur Amien Rais bisa berhasil melampaui PAN induknya? Atau bahkan kedua-duanya akan kandas menuju parlemen. "Kondisi itu bisa terjadi jika kedua partai tersebut hanya saling menggerus ceruk pemilih yang sama."
Karyono menilai, pengaruh Amien di internal PAN memang masih ada, itu pun mulai melemah. Buktinya, pada Kongres V PAN di Kendari, jagoan Amien Rais, Mulfachri Harahap, kalah dari Zulkifli Hasan. Hal itu bisa menjadi indikator lemahnya pengaruh politik Amien.
Di sisi lain, lemahnya pengaruh Amien di tingkat nasional juga bisa diukur dari kontestasi pilpres. Pertama, dia kalah pada pertarungan Pilpres 2004. Pasangan Amien Rais - Siswono Yudho Husodo hanya memperoleh suara 17.392.931, berada di urutan keempat pada putaran pertama.
"Selain itu, dalam dua kali pilpres tahun 2014 dan 2019, Amien kembali gagal mengantarkan jagoannya yaitu pasangan Prabowo-Hatta dan Prabowo-Sandi," ujarnya, Jumat (12/6/2020). ( ).
Oleh karenanya, lanjut Karyono, jika partai baru sempalan PAN hanya mengandalkan figur Amien, menurutnya tidak signifikan mendongkrak suara. Bisa jadi perolehan suaranya di bawah PAN pimpinan Zulkifli Hasan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kedua partai bersaudara itu bisa kandas melenggang ke Senayan, karena tidak mencapai ambang batas parlemen jika kedua partai tersebut bersaing di pemilu.
"Sebab, ada kecenderungan kedua partai akan berebut pada ceruk pemilih yang sama. Sedangkan untuk menambah dukungan dari segmen pemilih lain, tidak mudah karena harus bersaing dengan partai lain. Apalagi, tren perolehan suara PAN dalam beberapa kali pemilu mengalami penurunan," paparnya.
Lebih jauh Karyono mengatakan, pilihannya serba sulit: mendirikan partai baru tapi belum tentu lolos ambang batas parlemen atau bahkan bisa kandas dua-duanya. Maka, ia menyarankan, sebelum terlambat, upaya mendirikan partai baru dapat ditinjau ulang. "Tidak perlu mendirikan partai baru, tapi berupaya melalukan kembali kompromi politik internal sembari menunggu pertarungan di kongres berikutnya," ucap dia. ( ).
Perlu diingat, kata Karyono, dalam sejarah partai sempalan, tidak banyak yang berhasil melampaui induknya. Salah satu yang berhasil adalah PDI Perjuangan yang menyempal dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan mengandalkan figur Megawati Sukarnoputri, PDI Perjuangan mampu melampaui PDI, dan bahkan menjadi pemenang pemilu tiga kali yaitu Pemilu 1999, 2014, dan 2019, sekaligus menang pemilu presiden dua kali berturut-turut.
"Tentu saja kemenangan PDIP dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden bukan hanya mengandalkan faktor Megawati. Pasti banyak variabel lain yang memengaruhi kemenangan. Tapi pengaruh Megawati menjadi faktor signifikan dalam mendongkrak suara PDIP," tutur dia.
Pertanyaannya, sambung dia, apakah partai politik baru yang akan didirikan dengan mengandalkan figur Amien Rais bisa berhasil melampaui PAN induknya? Atau bahkan kedua-duanya akan kandas menuju parlemen. "Kondisi itu bisa terjadi jika kedua partai tersebut hanya saling menggerus ceruk pemilih yang sama."
(zik)