Jejak Sejarah Perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia

Jum'at, 21 Januari 2022 - 19:18 WIB
loading...
Jejak Sejarah Perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia
Kendati berperan sebagai ibu kota negara sejak proklamasi, Jakarta baru menjadi ibu kota Indonesia secara de jure pada 1961. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Undang-undang Ibu Kota Negara telah disahkan. Pengesahan ini sekaligus melegitimasi pindahnya ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Dalam sejarah Indonesia , perpindahan ibu kota negara ini bukanlah kali pertama. Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia beberapa kali memindahkan ibu kota negara dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Berikut kota-kota yang pernah ibu kota negara Republik Indonesia.



Yogyakarta

Jejak Sejarah Perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia

Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia pada 1946 hingga 1949. Foto/jasmerah

Setelah merdeka di tahun 1945, Jakarta resmi menjadi ibu kota negara Indonesia. Namun perang yang masih berlangsung setelah kemerdekaan akibat keinginan Belanda untuk kembali menguasasi Indonesia mengharuskan pemerintahan Soekarno-Hatta memindahkan ibu kota negara pada 1946.

Gayung bersambut setelah Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan kurir untuk menawarkan Yogyakarta sebagai ibu kota negara Indonesia. Tanpa pikir panjang, Soekano menerima tawaran itu. Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia selama tiga tahun mulai 3 Januari 1946 hingga 1949.



Bukittinggi

Jejak Sejarah Perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia

Bukittinggi menjadi ibu kota pemerintahan darurat RI pada 1949. Foto/ist

Dari Yogyakarta, pusat pemerintahan dialihkan ke Bukittingi, Sumatera Barat. Peristiwa ini terjadi di tahun 1949. Melansir jurnal Konstitusi bertajuk "Pemindahan Ibu Kota Indonesia dan Kekuasaan Presiden dalam Perspektif Konstitusi" oleh Fikri Hadi dan Rosa Ristawati, Bukittinggi dijadikan ibu kota karena Presiden dan Wakil Presiden ditangkap pemerintah Belanda.
Hal itu menyebabkan para pemimpin negara tersebut diasingkan ke luar Pulau Jawa. Berdasarkan hasil rapat kabinet sebelum serangan itu terjadi, Soekarno dan Hatta memberikan amanat kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatera. Kebetulan, Sjafruddin sedang berada di Bukittinggi saat menerima mandat itu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2003 seconds (0.1#10.140)