Uji Materi Komcad, Ahli: China Rancang Perang Kuasai Samudera Hindia Pada 2050

Selasa, 18 Januari 2022 - 18:20 WIB
loading...
Uji Materi Komcad, Ahli:...
Menurut pengamat pertahanan, Andi Widjajanto, pembentukan komponen cadangan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN adalah bagian dari persiapan menghadapi ancaman dari luar. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - China disebut tengah melakukan rancangan strategis selama 70 tahun. Negeri Tirai Bambu itu siap menggelar kekuatan dan memenangkan perang untuk menang di dua titik yaitu Guam di Samudra Pasifik dan Diego Garcia di Samudera Hindia .

Hal ini disampaikan pengamat pertahanan, Andi Widjajanto yang menjadi ahli pemerintah dalam sidang uji materi UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) mengenai komponen cadangan (komcad), Selasa (18/1/2022). Uji materi UU PSDN diajukan oleh sejumlah LSM. Mereka meminta komponen cadangan dalam UU tersebut dihapuskan karena dinilai membahayakan dan inkonstitusional.

Mereka yang menggugat adalah IMPARSIAL, KontraS, Yayasan Kebajikan Publik Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Ikhsan Yosarie, Gustika Fardani Jusuf, dan Leon Alvinda Putra.



Awalnya, Andi Widjajanto ditanya oleh kuasa pemohon, Hussein Ahmad terkait perubahan sikapnya mengenai komcad di UU PSDN.

"Pertama, statement saudara pada tanggal 13 Agustus 2010 dengan judul Pembentukan Komponen Cadangan Tidak Mendesak. Saudara mengatakan bahwa pembentukan komponen cadangan dalam sistem pertahanan Indonesia dalam sistem pertahanan Indonesia saat ini bukanlah hal yang sangat mendesak. Alasannya saudara katakan, saat ini Indonesia memang tidak dalam posisi bersiap untuk bertahan untuk berperang. Pertanyaannya apakah dengan kemudian dibentuknya komponen cadangan sekarang dalam Undang‐Undang PSDN ini, apakah Indonesia sedang bersiap untuk berperang?" kata Hussein Ahmad dalam sidang di MK yang disiarkan melalui YouTube MK (18/1/2022).

Menurut Andi, dilihat dari eskalasi terjadi peningkatan ketegangan antarnegara besar di kawasan ini. "Pada saat saya membuat tulisan itu tahun 2010, tidak ada kondisi‐kondisi yang terjadi antara misalnya Trump dengan China yang mengarah kepada trade world, yang mengarah kepada embargo perusahaan‐perusahaan IT‐nya China, embargo teknologi‐teknologinya China, tidak ada seperti itu," kata Andi Widjajanto.

Sebagai analisis hubungan internasional, Andi berpandangan bahwa hubungan AS-China mereda pasca Joe Biden dinobatkan sebagai Presiden AS. Namun ternyata pandangannya keliru. "Tadinya menduga bahwa dengan kemunculan Biden dari Partai Demokrat akan ada peredaan ketegangan antara China dengan Amerika Serikat, dan ternyata tidak, ketegangannya makin tinggi," ucap Andi.

Baca juga: Alasan ASN Didorong Ikut Komcad: Banyak Terlibat Korupsi, Narkoba, dan Radikalisme

Menurut Andi, China melakukan rancangan strategis selama 70 tahun. Tahap pertama sudah mereka
lalui, 1980 sampai 2000. Tahap kedua, 2000 sampai 2020. Tahap ketiga, 2020 sampai 2050. "Di tahap kedua, rensra-nya China 2000 sampai 2020 mereka siap menggelar kekuatan, memenangkan perang Laut China Selatan. Nanti di tahun 2020 sampai 2050, mereka siap menggelar kekuatan, menang perang di dua titik sekaligus sebagai patokannya, yaitu Guam di Samudra Pasifik dan Diego Garcia di Samudera Hindia," ungkap Andi.

Dari analisa tersebut, Andi mengatakan perangnya kemungkinannya akan bertambah dan Indonesia harus secara dini bersiap. "Indonesia harus secara dini menyiapkan untuk itu. China menyiapkannya perencanaan 70 tahun dimulai 1980. Terakhir kali ada negara di kawasan ini dengan perencanaan strategis 70 tahun, negara itu adalah Jepang, perencanaannya dimulai 1870, perencanaannya disebut Restorasi Meiji, selesai tahun 1940, boom, 7 Desember 1941 dia menyerang Pearl Harbor," katanya.

"Kita perencanaannya untuk masa Reformasi dimulai tahun 2006, berhenti tahun 2024, disebut sebagai kekuatan pertahanan minimum 2024. Jadi kalau sekarang apakah ada perkembangan dinamika lingkungan yang signifikan antara tadi tulisan saya 2010 dengan kondisi tahun 2018 sampai 2021? Ya. Apakah akan mengarah ke eskalasi ancaman yang semakin memperbesar peluang perang? Ya, terutama karena ada ketegangan antarnegara besar Amerika Serikat di kawasan ini dan ketegangan itu tidak tampak mereda walaupun misalnya terjadi perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat yang secara ideologi politik Partai Demokrat mestinya akan cenderung menggunakan langkah-langkah demokratis, ketimbang Trump di masa Republik," katanya.

Terkait komcad, Andi berpendapat idealnya di UU PSDN, jika ada wajib militer, maka harus ada pengaturan tentang penolakan. "Namun, komponen cadangan yang diatur di Undang-Undang PSDN bukan wajib militer. Komponen cadangan yang diatur di Undang-Undang PSDN sifatnya lebih mengutamakan hak dan sifatnya sukarela. Kalau warga negara tidak mendaftarkan diri sebagai sukarela, Kementerian Pertahanan tidak bisa merekrutnya sebagai komponen cadangan, ya. Karena sifatnya hak dan sukarela, ya tidak dibutuhkan pengaturan tentang penolakan," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1973 seconds (0.1#10.140)