Lewat Restorative Justice, Jampidum Hentikan Kasus Pencemaran Nama Baik

Jum'at, 14 Januari 2022 - 15:05 WIB
loading...
Lewat Restorative Justice, Jampidum Hentikan Kasus Pencemaran Nama Baik
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Foto/Kejagung
A A A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penuntutan atas kasus pencemaran nama baik. Hal ini dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, terhadap tersangka M Jafar Bin Alm Tulet.



Kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Aceh Utara ini kemudian akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

"Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Jumat (14/1/2022).

Leonard menjelaskan, keputusan ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Sebelum diberikan SKP2, Tersangka telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut, baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh Tokoh Masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian," ungkapnya.

Untuk diketahui, kasus ini terjadi pada Sabtu 15 Mei 2021 sekitar pukul 22:00 WIB, bermula pada upaya penyelesaian perselisihan dan permasalahan antara saksi Trisno dan saksi Muslem.

"Terkait penebangan pohon oleh saksi MUSLEM yang menimpa dan merusak tanaman milik Trisno, namun tidak dapat terselesaikan karena ada yang mengompori agar saksi Trisno pindah dari desa. Masalah tersebut berhasil diselesaikan dan didamaikan di Polsek Nisam," ucap Leonard.

"Lalu pada Minggu 16 Mei 2021, saksi Ibnu Basir melihat postingan Tersangka M Jafar menulis postingan di akun Facebook miliknya yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik saksi Trisno yang masih dihubung-hubungkan dengan kejadian saksi Trisno dan saksi Muslem," tambahnya.

Leonard menuturkan, adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

"Kedua Pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari 5 tahun. Ketiga telah ada kesepakatan perdamaian antara Tersangka dengan korban pada tanggal 30 Desember 2021 (RJ-7)," tuturnya.

Kemudian keempat kata Leonard, pada Tahap II dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2021 dihitung kalender 14 (empat belas) harinya berakhir pada tanggal 12 Januari 2022.

Kelima, korban dan keluarganya merespons positif keinginan Tersangka untuk meminta maaf/berdamai dengan korban dan tidak akan mengulangi kembali perbuatannya, serta korban telah memaafkan.

Keenam, selain kepentingan korban, juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain yaitu di mana Tersangka masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi ke depannya.

"Cost dan benefit penanganan perkara serta mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan," tutupnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0970 seconds (0.1#10.140)