Sikapi Peraturan Menteri Keuangan, APDESI Minta Dukungan Ketua DPD RI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menemui Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Rumah Dinas Ketua DPD RI di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/1/2022). APDESI meminta dukungan mengenai penggunaan anggaran 40 persen yang diwajibkan Menteri Keuangan untuk alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Ketua Umum APDESI Surta Wijaya menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa dituangkan kewajiban postur anggaran 40 persen untuk BLT, 20 persen untuk pangan, 8 persen penanganan Covid-19, dan sisanya sebesar 32 persen untuk pembangunan desa.
"Kami meminta frasa atau kalimat 'minimal 40 persen' itu diganti menjadi 'maksimal 40 persen atau disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing," kata dia.
Permintaan itu bukan tanpa alasan, sebab, begitu terpilih seorang kepala desa sudah menyusun kebutuhan di desanya dalam rangka mengentaskan kemiskinan sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah. "Kewajiban 40 persen itu mencederai teman-teman di desa. Mengapa misalnya tidak menggunakan dana bansos yang ada di Kementerian Sosial," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Fachrul Razi (Aceh), Habib Ali Alwi (Banten), dan Bustami Zainuddin (Lampung). Sedangkan dari APDESI hadir Ketua Umum APDESI Surta Wijaya, Sekretaris Jenderal DPP APDESI Asep Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Andi Surya Salman dan sejumlah jajaran pengurus lainnya.
Saat ini, seluruh kepala desa yang berjumlah 74 ribu lebih dalam posisi tak berdaya dengan kebijakan tersebut. "Beberapa kepala desa telah membuat anggaran berdasarkan komposisi 40:20:8:32 tersebut. Kami dalam posisi tak berdaya," katanya.
Menurutnya, desa di Indonesia memiliki klasifikasi masing-masing. Ada yang sudah maju dan beberapa masih ada yang tertinggal. "Dalam situasi Covid-19 dua tahun belakangan, kami juga membantu pemerintah dalam penanganannya. Kami berada di garda terdepan," ujarnya.
Ia juga menyoroti aturan mengenai pemidanaan terkait hal tersebut. Artinya, jika alokasi dana BLT kurang dari 40 persen, para kepala desa terancam masuk bui.
"Kami mohon kepada DPD RI agar hal tersebut diperbaiki dan dikawal. Siapa yang mau mengawal kami, kita akan dukung penuh. Kami tak buat kesebelasan, tapi kami buat lapangan," tegas dia.
Ketua Umum APDESI Surta Wijaya menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa dituangkan kewajiban postur anggaran 40 persen untuk BLT, 20 persen untuk pangan, 8 persen penanganan Covid-19, dan sisanya sebesar 32 persen untuk pembangunan desa.
"Kami meminta frasa atau kalimat 'minimal 40 persen' itu diganti menjadi 'maksimal 40 persen atau disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing," kata dia.
Permintaan itu bukan tanpa alasan, sebab, begitu terpilih seorang kepala desa sudah menyusun kebutuhan di desanya dalam rangka mengentaskan kemiskinan sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah. "Kewajiban 40 persen itu mencederai teman-teman di desa. Mengapa misalnya tidak menggunakan dana bansos yang ada di Kementerian Sosial," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Fachrul Razi (Aceh), Habib Ali Alwi (Banten), dan Bustami Zainuddin (Lampung). Sedangkan dari APDESI hadir Ketua Umum APDESI Surta Wijaya, Sekretaris Jenderal DPP APDESI Asep Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Andi Surya Salman dan sejumlah jajaran pengurus lainnya.
Saat ini, seluruh kepala desa yang berjumlah 74 ribu lebih dalam posisi tak berdaya dengan kebijakan tersebut. "Beberapa kepala desa telah membuat anggaran berdasarkan komposisi 40:20:8:32 tersebut. Kami dalam posisi tak berdaya," katanya.
Menurutnya, desa di Indonesia memiliki klasifikasi masing-masing. Ada yang sudah maju dan beberapa masih ada yang tertinggal. "Dalam situasi Covid-19 dua tahun belakangan, kami juga membantu pemerintah dalam penanganannya. Kami berada di garda terdepan," ujarnya.
Ia juga menyoroti aturan mengenai pemidanaan terkait hal tersebut. Artinya, jika alokasi dana BLT kurang dari 40 persen, para kepala desa terancam masuk bui.
"Kami mohon kepada DPD RI agar hal tersebut diperbaiki dan dikawal. Siapa yang mau mengawal kami, kita akan dukung penuh. Kami tak buat kesebelasan, tapi kami buat lapangan," tegas dia.