KPK Dalami Aliran Duit Suap Bupati Penajam Paser Utara (PPU) ke Demokrat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami aliran duit suap yang diterima Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas'ud (AGM) ke Partai Demokrat . Abdul Gafur sendiri telah ditetapkan tersangka bersama dengan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB).
Keduanya ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
"Apakah itu ada aliran dana ke partai (Demokrat), itu nanti akan didalami di proses penyidikan," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Jumat (14/1/2022).
Alex juga membenarkan bahwa Abdul Gafur saat ini sedang mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat di Kalimantan Timur. Pihaknya pun bakal mengaitkan hal tersebut dengan suap yang diterima Abdul Gafur.
"Tentu simpul-simpul tadi dikaitkan dengan pemilihan DPD atau di Jakarta yang bersangkutan juga bersama dengan bendahara partai ya ini kan menjadi petunjuk tentu nanti akan di lihat di proses penyidikan," kata Alex.
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas'ud (AGM) tersangka dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
Selain menetapkan Abdul Gafur, KPK juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Mereka yakni pemberi pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi (AZ).
Lalu sebagai penerima, Plt Sekda Kabupaten PPU Muliadi (MI); Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten PPU, Jusman (JM); Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU, Edi Hasmoro (EH); dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB).
Abdul Gafur ditangkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (12/1/2021). Abdul ditangkap bersama dengan Nur Afifah dan orang kepercayaan Abdul Gafur yakni Nis Puhadi alias Ipuh (NP) disebuah mal di Jakarta Selatan.
Dalam penangkapan itu KPK turut mengamankan uang tunai senilai Rp1 miliar di dalam koper. Jika dirinci, Rp950 juta merupakan duit suap yang diterima Abdul Gafur dan Rp50 juta sisanya uang pribadi Nur Afifah.
Selain itu, ditemukan pula uang yang tersimpan dalam rekening bank milik Nur Afifah sejumlah Rp447 juta yang diduga milik Abdul Gafur yang diterima dari para rekanan.
Uang suap Abdul Gafur berasal dari para kontraktor yang mengerjakan proyek dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar. Proyek tersebut antara lain proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Atas ulahnya, Abdul Gafur dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, AZ disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Keduanya ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
"Apakah itu ada aliran dana ke partai (Demokrat), itu nanti akan didalami di proses penyidikan," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Jumat (14/1/2022).
Alex juga membenarkan bahwa Abdul Gafur saat ini sedang mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat di Kalimantan Timur. Pihaknya pun bakal mengaitkan hal tersebut dengan suap yang diterima Abdul Gafur.
"Tentu simpul-simpul tadi dikaitkan dengan pemilihan DPD atau di Jakarta yang bersangkutan juga bersama dengan bendahara partai ya ini kan menjadi petunjuk tentu nanti akan di lihat di proses penyidikan," kata Alex.
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas'ud (AGM) tersangka dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
Selain menetapkan Abdul Gafur, KPK juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Mereka yakni pemberi pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi (AZ).
Lalu sebagai penerima, Plt Sekda Kabupaten PPU Muliadi (MI); Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten PPU, Jusman (JM); Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU, Edi Hasmoro (EH); dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB).
Abdul Gafur ditangkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (12/1/2021). Abdul ditangkap bersama dengan Nur Afifah dan orang kepercayaan Abdul Gafur yakni Nis Puhadi alias Ipuh (NP) disebuah mal di Jakarta Selatan.
Dalam penangkapan itu KPK turut mengamankan uang tunai senilai Rp1 miliar di dalam koper. Jika dirinci, Rp950 juta merupakan duit suap yang diterima Abdul Gafur dan Rp50 juta sisanya uang pribadi Nur Afifah.
Selain itu, ditemukan pula uang yang tersimpan dalam rekening bank milik Nur Afifah sejumlah Rp447 juta yang diduga milik Abdul Gafur yang diterima dari para rekanan.
Uang suap Abdul Gafur berasal dari para kontraktor yang mengerjakan proyek dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar. Proyek tersebut antara lain proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Atas ulahnya, Abdul Gafur dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, AZ disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)