Satkomhan Bermasalah, Mahfud MD Minta Penandatangan Proyek Bertanggungjawab
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menemukan indikasi pelanggaran hukum dalam proyek pengadaan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016. Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar pembuat dan penandatangan kontrak proyek tersebut bertanggung jawab.
"Yang bertanggungjawab yang membuat kontrak itu karena belum ada kewenangan dari negara di dalam APBN bahwa harus melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu," tutur Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (13/1/2022).
Diketahui pada 2015-2016, Kemhan menandatangani kontrak dengan sejumlah perusahaan terkait sewa pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Sedikitnya ada enam perusahaan yang menjalin kerja sama dengan Kemhan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Kemhan tidak membayar uang sewa tersebut. Sehingga, dua perusahaan (Avanti Communication dan Navayo) melayangkan gugatan.
Kemudian, beberapa tahu berselang, tepatnya 9 Juli 2019, pengadilan Arbitrase Inggris memenangkan gugatan Avanti. Pemerintah Indonesia diwajibkan membayar uang senilai Rp515 M.
Tahun lalu, 22 Mei 2021, sambung Mahfud, Arbitrase Singapura juga memenangkan gugatan Navayo. Akibatnya, pemerintah kembali diharuskan merogoh kocek sebesar USD20,9 juta atau setara Rp314 miliar untuk membayar. "Kami anggap ini pelanggaran prosedur yang sudah serius dan negara tidak akan membiarkan ini," jelasnya.
Mahfud telah meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti masalah tersebut secara serius. Sebab, bukan tidak mungkin empat perusahaan lain, Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat juga mengajukan gugatan yang sama.
"Sehingga kita minta Kejaksaan Agung untuk meneruskan apa yang telah dilakukannya. Selain kita sudah dijatuhi putusan Arbitrase di London dan di Singapura, negara berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat. Sehingga banyak sekali ini beban kita kalau ini tidak segera di selesaikan," katanya.
Mahfud mengaku juga telah bertemu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, hingga Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dan Presiden Joko Widodo terkait permasalahan ini. "'Hari Rabu Kemarin, saya melaporkan kepada Presiden, dan Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," pungkasnya.
"Yang bertanggungjawab yang membuat kontrak itu karena belum ada kewenangan dari negara di dalam APBN bahwa harus melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu," tutur Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (13/1/2022).
Diketahui pada 2015-2016, Kemhan menandatangani kontrak dengan sejumlah perusahaan terkait sewa pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Sedikitnya ada enam perusahaan yang menjalin kerja sama dengan Kemhan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Kemhan tidak membayar uang sewa tersebut. Sehingga, dua perusahaan (Avanti Communication dan Navayo) melayangkan gugatan.
Kemudian, beberapa tahu berselang, tepatnya 9 Juli 2019, pengadilan Arbitrase Inggris memenangkan gugatan Avanti. Pemerintah Indonesia diwajibkan membayar uang senilai Rp515 M.
Tahun lalu, 22 Mei 2021, sambung Mahfud, Arbitrase Singapura juga memenangkan gugatan Navayo. Akibatnya, pemerintah kembali diharuskan merogoh kocek sebesar USD20,9 juta atau setara Rp314 miliar untuk membayar. "Kami anggap ini pelanggaran prosedur yang sudah serius dan negara tidak akan membiarkan ini," jelasnya.
Mahfud telah meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti masalah tersebut secara serius. Sebab, bukan tidak mungkin empat perusahaan lain, Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat juga mengajukan gugatan yang sama.
"Sehingga kita minta Kejaksaan Agung untuk meneruskan apa yang telah dilakukannya. Selain kita sudah dijatuhi putusan Arbitrase di London dan di Singapura, negara berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat. Sehingga banyak sekali ini beban kita kalau ini tidak segera di selesaikan," katanya.
Mahfud mengaku juga telah bertemu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, hingga Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dan Presiden Joko Widodo terkait permasalahan ini. "'Hari Rabu Kemarin, saya melaporkan kepada Presiden, dan Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," pungkasnya.
(muh)