Nekat! Kolonel Pentolan Intelijen Ini Berani Lawan Sepupunya yang Berpangkat Jenderal
loading...
A
A
A
Lubis diketahui sedang berada di rumah Kolonel Prajitno, Asisten I MBAD di Cideng ketika Peristiwa Cikini terjadi. Lubis mengetahuinya lewat radio. Sabtu 30 November 1957 malam itu, Sekolah Rakjat Yayasan Perguruan Tjikini sedang merayakan hari jadi ke-15. Bertajuk malam amal, diadakan pertunjukan seni, pameran dan lelang.
Presiden RI pertama Soekarno hadir selaku orangtua murid. Kebetulan Guntur dan Megawati bersekolah di sana. Pamit meninggalkan acara, Soekarno berjalan menuju mobil Chrysler Crown Imperial. Tak lama suara ledakan terdengar memecah suasana.
Awalnya banyak yang mengira ledakan ban. Tak berselang lama terdengar ledakan kedua. Sontak orang-orang yang menghadiri acara itu menjadi panik. Pasalanya, anak-anak, ibu-ibu, hingga pria dewasa menjadi korban. Soekarno selamat lantaran kesigapan Ngationo, salah seorang pengawalnya.
"Ngationo telah menjadikan dirinya sebagai perisai dan merangkul Bung Karo sebelum granat yang jatuh di dekatnya meledak sehingga pecahan-pecahan granat yang menuju ke arah Bung Karno telah mengenai badan dan bagian kepala Ngationo," tulis surat kabar Merdeka, 2 Desember 1957.
Setibanya di Istana, Soekarno langsung menyampaikan pidato serangan bom tersebut. Ia meminta masyarakat tetap tenang. "Tetap tenang sambil memperhebat kewaspadaan nasional. Mari kita tetap bersatu dalam suka dan duka!"
Lubis setelah satu jam langsung mengetahui pelakunya. Lubis mendapat informasi dari Ibrahim Saleh, ketua asrama pemuda Sumbawa di Gang Ampiun yang langsung datang memberitahukannya. Menyusul kemudian Jusuf Ismail, yang bersama tiga temannya, Saadon bin Mohammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar melakukan aksi penggranatan.
Lubis pun bisa menebak bahwa dirinya akan dituduh menjadi dalang Peristiwa Cikini. Terlebih dia berstatus sebagai buron setelah percobaan kudeta pada 1956. Dia memilih
melarikan diri ke Sumatera. Prediksi Lubis benar. KSAD Nasution dan orang kepercayaannya, Letkol Sukendro mencapnya sebagai otak di balik penggranatan itu.
Tak butuh waktu lama, pelaku penggranatan berhasil diidentifikasi oleh militer. Dipimpin Komandan Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya Mayor Dachjar, para pelaku penghuni asrama Sumbawa langsung ditangkap.
Keempat pelaku kemudian divonis hukuman mati. "Sebab utama begitu cepatnya pelaku Peristiwa Cikini ditangkap adalah pengkhianatan seorang penghuni asrama Sumbawa itu," tulis Peter Kasenda.
Para pelaku penggranatan memang kenal dekat dengan Lubis. Mereka menganggap Lubis tokoh penting yang sejalan, "ketua" penentang Soekarno. Dalam pandangan mereka, Soekarno merupakan pelindung komunis dan penghambat perkembangan Islam. Mereka kerap bertemu dan berdiskusi. Tetapi Lubis kerap berpesan agar tak menggunakan kekerasan dalam mewuijudkan cita-cita.
Presiden RI pertama Soekarno hadir selaku orangtua murid. Kebetulan Guntur dan Megawati bersekolah di sana. Pamit meninggalkan acara, Soekarno berjalan menuju mobil Chrysler Crown Imperial. Tak lama suara ledakan terdengar memecah suasana.
Awalnya banyak yang mengira ledakan ban. Tak berselang lama terdengar ledakan kedua. Sontak orang-orang yang menghadiri acara itu menjadi panik. Pasalanya, anak-anak, ibu-ibu, hingga pria dewasa menjadi korban. Soekarno selamat lantaran kesigapan Ngationo, salah seorang pengawalnya.
"Ngationo telah menjadikan dirinya sebagai perisai dan merangkul Bung Karo sebelum granat yang jatuh di dekatnya meledak sehingga pecahan-pecahan granat yang menuju ke arah Bung Karno telah mengenai badan dan bagian kepala Ngationo," tulis surat kabar Merdeka, 2 Desember 1957.
Setibanya di Istana, Soekarno langsung menyampaikan pidato serangan bom tersebut. Ia meminta masyarakat tetap tenang. "Tetap tenang sambil memperhebat kewaspadaan nasional. Mari kita tetap bersatu dalam suka dan duka!"
Lubis setelah satu jam langsung mengetahui pelakunya. Lubis mendapat informasi dari Ibrahim Saleh, ketua asrama pemuda Sumbawa di Gang Ampiun yang langsung datang memberitahukannya. Menyusul kemudian Jusuf Ismail, yang bersama tiga temannya, Saadon bin Mohammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar melakukan aksi penggranatan.
Lubis pun bisa menebak bahwa dirinya akan dituduh menjadi dalang Peristiwa Cikini. Terlebih dia berstatus sebagai buron setelah percobaan kudeta pada 1956. Dia memilih
melarikan diri ke Sumatera. Prediksi Lubis benar. KSAD Nasution dan orang kepercayaannya, Letkol Sukendro mencapnya sebagai otak di balik penggranatan itu.
Tak butuh waktu lama, pelaku penggranatan berhasil diidentifikasi oleh militer. Dipimpin Komandan Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya Mayor Dachjar, para pelaku penghuni asrama Sumbawa langsung ditangkap.
Keempat pelaku kemudian divonis hukuman mati. "Sebab utama begitu cepatnya pelaku Peristiwa Cikini ditangkap adalah pengkhianatan seorang penghuni asrama Sumbawa itu," tulis Peter Kasenda.
Para pelaku penggranatan memang kenal dekat dengan Lubis. Mereka menganggap Lubis tokoh penting yang sejalan, "ketua" penentang Soekarno. Dalam pandangan mereka, Soekarno merupakan pelindung komunis dan penghambat perkembangan Islam. Mereka kerap bertemu dan berdiskusi. Tetapi Lubis kerap berpesan agar tak menggunakan kekerasan dalam mewuijudkan cita-cita.