Kurikulum SMK: Dilema Distribusi Lulusan

Kamis, 30 Desember 2021 - 06:35 WIB
loading...
Kurikulum SMK: Dilema Distribusi Lulusan
Aminatun Habibah (Ist)
A A A
Aminatun Habibah
Wakil Bupati Gresik 2021-2025, Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Unesa Surabaya

DALAM perkembangannya lembaga pendidikan dituntut memenuhi tuntutan kebutuhan pasar industri. Lembaga pendidikan yang banyak mendistribusikan lulusannya diterima sebagai angkatan kerja diyakini juga memiliki kualitas layanan pendidikan yang memadai.

Dalam hal menyiapkan angkatan kerja dari jalur dunia pendidikan menengah, pemerintah telah menetapkan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai lembaga yang bisa menyiapkan angkatan kerja paling banyak. Kebijakan itu mengharuskan pemerintah dan praktisi pendidikan menyesuaikan kurilulum pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasar industri.

Bukan hanya kurikulum yang harus disiapkan. Tapi, sarana dan prasarana penunjang pendidikan juga mutlak harus disiapkan. Apalagi keberadaan SMK lebih menekankan pada praktik, bukan teori sebagaimana sekolah menengah umumnya.

Bisa dibilang, SMK merupakan lembaga pendidikan tingkat menengah yang khusus melahirkan para pekerja baru terdidik hasil dari kurikulum. Kurikulum yang ada saat ini diharapkan sesuai dengan kebutuhan industri. Namun yang terjadi adalah perkembangan kebutuhan industri yang sangat cepat dan progresif menjadikan penyusun kurikulum kadang terkesan lamban dan kurang bisa mengikuti percepatan tersebut. Belum lagi keberadaan alat praktik di sekolah yang senantiasa tertinggal dengan kemajuan teknologi yang ada di industri. Oleh karenanya lembaga sekolah harus pintar dalam menjalin hubungan dengan industri sesuai dengan program studi (prodi) yang dimiliki.

Kualitas Produk Pendidikan
Dalam dunia pendidikan dikenal istilah dua produk, yakni produk layanan pendidikan dan produk lulusan. Keduanya memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda. Produk layanan pendidikan karakteristiknya lebih dekat dengan produk jasa. Sementara produk lulusan lebih identik dengan karakteristik barang karena keberadaannya berwujud, tampak dan terukur.

Secara konseptual, produk pendidikan didefinisikan sebagai segala bentuk layanan pendidikan yang ditawarkan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Pada layanan ini, pertama lembaga pendidikan dituntut memenuhi layanan akademik yang meliputi pembelajaran dan praktikum. Kedua, lembaga pendidikan juga ditunutut melayani penunjang pendidikan pelajar. Misalnya seperti keberadaan ekstrakurikuler dan bimbingan konseling. Ketiga, terkait layanan administratif. Dalam hal ini kemudahan sistem pembayaran dan pelayanan pinjam buku di perpustakan adalah di antara contohnya.

Kaitannya dengan lembaga SMK, layanan pendidikan ini sangat penting diterapkan. Utamanya dalam layanan akademi dari sisi praktikum. Artinya, lembaga SMK harus total menunjang praktikum siswa sesuai prodi. Sebagai contoh, SMK prodi pertambangan, maka sekolah harus memiliki infrastruktur penunjang praktik pelajaran tentang pertambangan. Baik itu secara desain konstruksi maupun teknologi. Begitu juga untuk prodi-prodi lainnya.

Kaitannya, dengan sarana dan prasarana penunjang praktikum, lembaga SMK saat ini sangat terbatas ketersediaannya. Baik itu di SMK negeri, apalagi SMK swasta. Sehingga cita-cita didirikannya SMK hingga saat ini masih jauh dari harapan.

Terkhusus di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, saat ini juga banyak lembaga SMK yang masih kekurangan sarana praktikum. Padahal layanan praktikum dalam bentuk infrastruktur maupun teknologi merupakan bagian primer dari layanan pendidikan itu sendiri. Apalagi melihat geografis Kabupaten Gresik yang kental dengan kultur pesantren juga banyak lembaga pesantren mendirikan lembaga SMK. Sementara, mayoritas lembaga SMK itu hingga saat ini masih terkendala dengan sarana praktikum. Padahal peserta didik di lembaga di bawah naungan pesantren jumlahnya sangat melimpah.

Partisipasi Industri
Produk layanan pendidikan, secara simetris akan menjadi cermin produk lulusan SMK. Jika produk layanan pendidikan berkualitas, otomatis produk lulusan juga berkualitas. Keyakinan itu yang selama ini dipercaya masyarakat. Jika lulusan berkualitas, lembaga juga akan dianggap berkualitas.

Nah, jika dalam produk layanan pendidikan, peserta didik sebagai konsumen. Namun, dalam produk lulusan, lembaga pendidikan tinggi, instansi dan dunia industri yang merupakan konsumen. Sebab, para siswa yang sebelumnya belajar di lembaga telah menyandang status lulusan yang siap didistribusikan dalam dunia kerja.

Dunia industri adalah yang akan paling banyak menyerap lulusan SMK ini. Sehingga agar ada kesamaan paradigma dan kepentingan dalam menunjang dunia produksi industri, partisipasi aktif dunia perusahaan sangat dibutuhkan. Bahkan, lembaga SMK ini bisa jadi screening untuk merekrut tenaga kerja sebelum diverifikasi oleh bagian personalia.

Partisipasi dunia industri ini bisa berupa support sarana prasarana penunjang praktikum peserta didik, bisa juga dengan memberikan pendidikan character building (membangun watak) sebagai usaha menyiapkan angkatan kerja baru. Dalam partisipasi ini, industri juga secara langsung bisa memberikan pemahaman tentang performance bagaimana bisa bekerja dengan baik.

Sinergi antara SMK dan dunia industri ini perlu segera dibuatkan peraturan atau dimasukkan ke dalam kurikulum. Saat ini juga banyak lembaga SMK yang telah menjalin kerja sama dengan industri. Namun, kebanyakan dalam kerja sama itu hanya dalam menerima lamaran kerja setelah dinyatakan lulus.

Peserta didik saat ini perlu diberikan wawasan langsung dari industri yang telah menjalin kerja sama dengan SMK agar kerja sama yang dijalin ini efektif dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan begitu, harapannya angka pengangguran dari lulusan SMK bisa berkurang drastis.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1899 seconds (0.1#10.140)