Ini Alasan 3 Anggota DPD Gugat Presidential Threshold 20% ke MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak tiga orang Anggota DPD RI yaitu Tamsil Linrung, Fahira Idris dan Edwin Pratama Putra ikut mengajukan uji materi terkait dengan presidential threshold 20%. Dalam gugatan yang dipimpin Tamsil Linrung ini menuntut ambang batas pencalonan presiden menjadi 0%.
Ambang batas pencalonan presiden 20% ini tertuang di dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan, pengajuan uji materi ini sebuah ikhtiar agar pemilihan presiden (pilpres) pada Pemilu 2024 diselenggarakan dengan akal sehat di mana salah satu syaratnya adalah menghapus ambang batas pencalonan presiden 20% menjadi hanya 0%.
Menurut Fahira, terdapat kesenjangan yang luar biasa besar antara keinginan para pembuat undang-undang pemilu yang ngotot agar ambang batas 20% dipertahankan dengan kehendak publik luas agar ambang batas dihapuskan.
Itulah kenapa norma ambang batas pemilihan presiden ini terus diuji di MK, karena memang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
"Kita ingin Pilpres 2024 diselenggarakan dengan aturan yang mengedepankan akal sehat. Ketentuan PT 20% di tengah keharusan pileg dan pilpres digelar serentak sejatinya sudah tidak relevan lagi. Demi keadilan dan asas kesetaraan dalam berkompetisi, semua partai peserta pemilu mempunyai hak dan kesempatan yang sama mengajukan calon presidennya masing-masing," kata Fahira dalam keterangannya dikutip Rabu (29/12/2021).
Fahira mengatakan, ikut mengajukan judicial review ke MK sebagai ikhtiar untuk menyelamatkan masa depan demokrasi Indonesia. Bangsa ini harus belajar dari kerasnya polarisasi politik dan terbelahnya masyarakat Indonesia akibat hanya memiliki dua calon presiden pada dua pilpres sebelumnya. Apalagi, begitu banyak kontradiksi yang diakibatkan aturan ambang batas 20% yang semestinya sudah tidak lagi dipertahankan.
"Rakyat harusnya diberi keleluasaan untuk memilih calon yang memang disediakan oleh sistem yang konstitusional. Rakyat punya hak dasar untuk mendapatkan akses terhadap banyak alternatif calon presiden dan wakil presiden sesuai konstitusi. Pengembalian hak dasar rakyat itu salah satunya melalui penghapusan ambang batas," tukasnya.
Senator Dapil DKI Jakarta ini melihat, akan ada gerakan besar dari rakyat untuk menuntut agar PT 20% ini segera dihapuskan. Gerakan menghapus ambang batas pencalonan presiden menjadi 0% adalah bentuk keletihan masyarakat atas praktik-praktik demokrasi yang tidak lagi dilandasi oleh akal sehat.
"Tuntutan penghapusan ambang batas pemilihan presiden adalah semangat ingin mengembalikan hak demokrasi kepada rakyat. Saya rasa banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan Hakim MK untuk menerima gugatan ini. Memang ambang batas pencalonan presiden harus dinolkan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dua Anggota DPD RI Fachrul Razi dan Bustami Zainudin telah mengajukan gugatan yang sama ke MK pada 10 Desember 2021 lalu.
Ambang batas pencalonan presiden 20% ini tertuang di dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan, pengajuan uji materi ini sebuah ikhtiar agar pemilihan presiden (pilpres) pada Pemilu 2024 diselenggarakan dengan akal sehat di mana salah satu syaratnya adalah menghapus ambang batas pencalonan presiden 20% menjadi hanya 0%.
Menurut Fahira, terdapat kesenjangan yang luar biasa besar antara keinginan para pembuat undang-undang pemilu yang ngotot agar ambang batas 20% dipertahankan dengan kehendak publik luas agar ambang batas dihapuskan.
Itulah kenapa norma ambang batas pemilihan presiden ini terus diuji di MK, karena memang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
"Kita ingin Pilpres 2024 diselenggarakan dengan aturan yang mengedepankan akal sehat. Ketentuan PT 20% di tengah keharusan pileg dan pilpres digelar serentak sejatinya sudah tidak relevan lagi. Demi keadilan dan asas kesetaraan dalam berkompetisi, semua partai peserta pemilu mempunyai hak dan kesempatan yang sama mengajukan calon presidennya masing-masing," kata Fahira dalam keterangannya dikutip Rabu (29/12/2021).
Fahira mengatakan, ikut mengajukan judicial review ke MK sebagai ikhtiar untuk menyelamatkan masa depan demokrasi Indonesia. Bangsa ini harus belajar dari kerasnya polarisasi politik dan terbelahnya masyarakat Indonesia akibat hanya memiliki dua calon presiden pada dua pilpres sebelumnya. Apalagi, begitu banyak kontradiksi yang diakibatkan aturan ambang batas 20% yang semestinya sudah tidak lagi dipertahankan.
"Rakyat harusnya diberi keleluasaan untuk memilih calon yang memang disediakan oleh sistem yang konstitusional. Rakyat punya hak dasar untuk mendapatkan akses terhadap banyak alternatif calon presiden dan wakil presiden sesuai konstitusi. Pengembalian hak dasar rakyat itu salah satunya melalui penghapusan ambang batas," tukasnya.
Senator Dapil DKI Jakarta ini melihat, akan ada gerakan besar dari rakyat untuk menuntut agar PT 20% ini segera dihapuskan. Gerakan menghapus ambang batas pencalonan presiden menjadi 0% adalah bentuk keletihan masyarakat atas praktik-praktik demokrasi yang tidak lagi dilandasi oleh akal sehat.
"Tuntutan penghapusan ambang batas pemilihan presiden adalah semangat ingin mengembalikan hak demokrasi kepada rakyat. Saya rasa banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan Hakim MK untuk menerima gugatan ini. Memang ambang batas pencalonan presiden harus dinolkan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dua Anggota DPD RI Fachrul Razi dan Bustami Zainudin telah mengajukan gugatan yang sama ke MK pada 10 Desember 2021 lalu.
(hab)