Jenderal Dudung Rangkap Jabatan, Pengamat: Jangan Kelamaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) masih kosong selepas Jenderal TNI Dudung Abdurachman diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Dudung mengisi posisi orang nomor satu di TNI AD pada 17 November lalu.
Secara otomatis, Jenderal Dudung merangkap jabatan sebagai KSAD dan juga Pangkostrad. Terkait hal itu, Pengamat militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menuturkan, rangkap jabatan di posisi strategis TNI bukanlah sesuatu hal yang baru.
"Peristiwa rangkap jabatan strategis juga pernah dilakukan Jenderal (Purn) Budiman saat menjabat KSAD pada 2014 lalu. Saat itu, Budiman juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan yang dilakukan selama 8 bulan," kata Anton, Senin (27/12/2021).
Kendati demikian, Anton menilai rangkap jabatan yang dilakukan Jenderal Dudung tidaklah boleh terlalu lama. Pasalnya, jika hal itu berlarut, maka akan mengganggu jalannya organisasi dan regenerasi.
"Rangkap jabatan ini tentu tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Sebab, ini akan mengganggu jalannya organisasi dan regenerasi di tubuh TNI AD," ujarnya.
Anton mengatakan, Kostrad memiliki dua peran. Antara lain, sebagai Komando Utama Pembinaan (Kotama Bin) yang berada di bawah KSAD dan sebagai Komando Utama Operasional (Kotama Ops) Kostrad yang langsung di bawah Panglima TNI.
"Sedangkan dalam memainkan peran sebagai Kotama Ops, Kostrad menyelenggarakan tugas operasi militer peran dan selain perang berdasarkan kebijaksanaan Panglima," jelasnya.
Dia menerangkan, dengan besarnya jumlah pasukan yang berada di bawah Kostrad, tentunya keberadaan seorang Pangkostrad yang definitif menjadi krusial. Menurut dia, di tengah maraknya dinamika ancaman, baik internal maupun eksternal, Kostrad harus memiliki sosok perwira tinggi yang fokus untuk memimpin.
"Dengan kata lain, sudah semestinya jabatan Panglima Kostrad tidak dijabat secara rangkap," pungkasnya.
Secara otomatis, Jenderal Dudung merangkap jabatan sebagai KSAD dan juga Pangkostrad. Terkait hal itu, Pengamat militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menuturkan, rangkap jabatan di posisi strategis TNI bukanlah sesuatu hal yang baru.
"Peristiwa rangkap jabatan strategis juga pernah dilakukan Jenderal (Purn) Budiman saat menjabat KSAD pada 2014 lalu. Saat itu, Budiman juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan yang dilakukan selama 8 bulan," kata Anton, Senin (27/12/2021).
Kendati demikian, Anton menilai rangkap jabatan yang dilakukan Jenderal Dudung tidaklah boleh terlalu lama. Pasalnya, jika hal itu berlarut, maka akan mengganggu jalannya organisasi dan regenerasi.
"Rangkap jabatan ini tentu tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Sebab, ini akan mengganggu jalannya organisasi dan regenerasi di tubuh TNI AD," ujarnya.
Anton mengatakan, Kostrad memiliki dua peran. Antara lain, sebagai Komando Utama Pembinaan (Kotama Bin) yang berada di bawah KSAD dan sebagai Komando Utama Operasional (Kotama Ops) Kostrad yang langsung di bawah Panglima TNI.
"Sedangkan dalam memainkan peran sebagai Kotama Ops, Kostrad menyelenggarakan tugas operasi militer peran dan selain perang berdasarkan kebijaksanaan Panglima," jelasnya.
Dia menerangkan, dengan besarnya jumlah pasukan yang berada di bawah Kostrad, tentunya keberadaan seorang Pangkostrad yang definitif menjadi krusial. Menurut dia, di tengah maraknya dinamika ancaman, baik internal maupun eksternal, Kostrad harus memiliki sosok perwira tinggi yang fokus untuk memimpin.
"Dengan kata lain, sudah semestinya jabatan Panglima Kostrad tidak dijabat secara rangkap," pungkasnya.
(rca)