Terkait Gagasan RUU Perubahan Iklim Menjadi Rekomendasi Muktamar Ke-34 NU, Pimpinan DPD RI Siap Berkolaborasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B Najamudin mengapresiasi salah satu rekomendasi eksternal Muktamar ormas Islam terbesar Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-34.
Adapun hasil rekomendasi Muktamar NU yang menarik perhatian pembicara kunci wakil Parlemen Indonesia dalam KTT perubahan iklim COP26 Glasgow tersebut adalah terkait gagasan Rancangan Undang-Undang Perubahan Iklim.
"Kita patut berbangga dan memberikan penghormatan yang tinggi terhadap kualitas Muktamar NU ke 34 yang tidak saja menghasilkan sosok Ketua Umum yang intelek dan merupakan seorang diplomat ulung, namun juga menghadirkan sebuah gagasan universal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini", ungkap Sultan saat dimintai keterangannya pada Senin (27/12) di Jakarta.
Menurutnya, perhatian NU terhadap isu perubahan iklim telah memberikan harapan baru pada arah kebijakan Indonesia dalam menyikapi fenomena krisis iklim di masa depan. Resonansi moral ini harus disambut baik oleh pemerintah dan DPR.
"DPD RI sejak lama sudah pada posisi yang jelas dan tegas, bahwa sebagai negara yang rentan terhadap krisis iklim, sudah saatnya kita membutuhkan sebuah payung hukum yang inklusif dan komprehensif dalam memproteksi segala kemungkinan dan realitas ancaman perubahan iklim", ujar mantan wakil Gubernur Bengkulu itu.
Oleh karena itu, tambah Sultan, apa yang menjadi rekomendasi NU pada muktamar kali ini juga menjadi atensi serius DPD RI. Kami siap berkolaborasi dengan semua pihak termasuk ormas Islam seperti NU dalam menyusun RUU perubahan iklim.
"Kita tahu, NU memiliki kualitas cendikiawan yang dibutuhkan oleh bangsa ini dalam menghadirkan pandangan dan gagasan penting dalam penyusunan sebuah kebijakan publik. Dan kamipun sudah melakukan banyak pembicaraan dengan pihak terkait seperti NGO, Walhi dan kampus terkait RUU perubahan iklim", tutup Sultan.
Seperti diketahui bahwa, Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) meminta DPR dan pemerintah membuat undang-undang (uu) tentang perubahan iklim.
Keputusan itu disepakati dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah yang digelar di Gedung Serbaguna Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Kamis (23/12).
Adapun hasil rekomendasi Muktamar NU yang menarik perhatian pembicara kunci wakil Parlemen Indonesia dalam KTT perubahan iklim COP26 Glasgow tersebut adalah terkait gagasan Rancangan Undang-Undang Perubahan Iklim.
"Kita patut berbangga dan memberikan penghormatan yang tinggi terhadap kualitas Muktamar NU ke 34 yang tidak saja menghasilkan sosok Ketua Umum yang intelek dan merupakan seorang diplomat ulung, namun juga menghadirkan sebuah gagasan universal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini", ungkap Sultan saat dimintai keterangannya pada Senin (27/12) di Jakarta.
Menurutnya, perhatian NU terhadap isu perubahan iklim telah memberikan harapan baru pada arah kebijakan Indonesia dalam menyikapi fenomena krisis iklim di masa depan. Resonansi moral ini harus disambut baik oleh pemerintah dan DPR.
"DPD RI sejak lama sudah pada posisi yang jelas dan tegas, bahwa sebagai negara yang rentan terhadap krisis iklim, sudah saatnya kita membutuhkan sebuah payung hukum yang inklusif dan komprehensif dalam memproteksi segala kemungkinan dan realitas ancaman perubahan iklim", ujar mantan wakil Gubernur Bengkulu itu.
Oleh karena itu, tambah Sultan, apa yang menjadi rekomendasi NU pada muktamar kali ini juga menjadi atensi serius DPD RI. Kami siap berkolaborasi dengan semua pihak termasuk ormas Islam seperti NU dalam menyusun RUU perubahan iklim.
"Kita tahu, NU memiliki kualitas cendikiawan yang dibutuhkan oleh bangsa ini dalam menghadirkan pandangan dan gagasan penting dalam penyusunan sebuah kebijakan publik. Dan kamipun sudah melakukan banyak pembicaraan dengan pihak terkait seperti NGO, Walhi dan kampus terkait RUU perubahan iklim", tutup Sultan.
Seperti diketahui bahwa, Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) meminta DPR dan pemerintah membuat undang-undang (uu) tentang perubahan iklim.
Keputusan itu disepakati dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah yang digelar di Gedung Serbaguna Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Kamis (23/12).
(atk)