KAI Desak Pemerintah-DPR Segera Sahkan UU TPKS dan Perlindungan Data Pribadi

Jum'at, 24 Desember 2021 - 01:44 WIB
loading...
KAI Desak Pemerintah-DPR Segera Sahkan UU TPKS dan Perlindungan Data Pribadi
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengapresiasi pencapaian Pemerintah Jokowi yang bisa mengendalikan Covid-19 dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Kongres Advokat Indonesia (KAI) mencatat banyak isu dan peristiwa penting sepanjang 2021 yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Berbagai persoalan itu harus segera diselesaikan pemerintah.

Hal ini disampaikan KAI bersama HeyLaw dan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) dalam acara Catatan Akhir Tahun 2021 yang digelar KAI dengan Heylaw, dan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Kamis (23/12/2021).

Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengapresiasi pencapaian Pemerintah Jokowi yang bisa mengendalikan Covid-19 dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dia menilai, isu kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini masuk kategori demokrasi cacat atau satu peringkat di bawah negara dengan status demokrasi penuh.



Kemunduran demokrasi ini dipicu oleh tekanan terhadap kebebasan sipil yang ditandai dengan maraknya kekerasan penangkapan terhadap aktivis dan masyarakat adat. Intimidasi juga menyasar mahasiswa dan akademisi yang menggelar diskusi ilmiah. ”Sehingga isu kebebasan berpendapat masih menjadi sorotan tajam hukum yang berjuang menuju keadilan yang selalu diperjuangkan,” kata dia.



Selanjutnya, terkait Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sudah dibahas dalam RUU oleh DPR. KAI mendesak supaya parlemen dan pemerintah segera mengesahkannya. Selain itu, soal kekerasan seksual atau RUU PKS. Isu ini semakin pelik karena Komnas Perempuan mencatat ada lonjakan kasus kekerasan kepada perempuan sepanjang 2021 atau mencapai 4.500 kasus.

Terakhir ada UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Sebab, untuk pertama kalinya sejak berdiri, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mahkamah Konstitusi memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun.

”Jika Undang-Undang Cipta Kerja tidak diperbaiki dalam dua tahun, maka peraturan dan pasal yang diubah atau dicabut oleh Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali,” katanya.

Founder HeyLaw Awaludin Marwan mengatakan, pihaknya menyatakan sikap atas sejumlah catatan hukum tersebut. “Pertama, mendesak pemerintah untuk menjamin hak kebebasan berpendapat masyarakat sesuai yang telah diamanatkan dalam Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata dia.

Kedua, mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) karena payung hukum terkait dengan perlindungan data pribadi sangat urgen keberadaannya guna melindungi hak privasi warga negara. Ketiga mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PKS karena seperti yang diketahui bahwa kasus-kasus kekerasan seksual sudah sangat marak terjadi sepanjang tahun 2021. “Keempat, mendesak DPR untuk segera memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja sesuai dengan rekomendasi Mahkamah Konstitusi dan memberikan literasi kepada masyarakat,” kata dia.

Diskusi catatan akhir tahun juga dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Iman Prihandono, PhD; Prof Martitah; advokat Diyah Sasanti; dan artis Barbie Kumalasari.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1320 seconds (0.1#10.140)