Mandeknya Sirkulasi Elite dan Modernisasi Parpol di Indonesia

Selasa, 09 Juni 2020 - 15:02 WIB
loading...
Mandeknya Sirkulasi...
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Politik dan demokrasi di Tanah Air belum sepenuhnya sempurna.Partai politik (parpol) sebagai salah satu saluran masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan berpartisipasi dalam kehidupan bernegara masih didominasi oleh pola patron-klien dan parokial-tingkat partisipasi politiknya rendah.

Politik dinasti masih terlihat kuat dalam penguasaan terhadap parpol dan strukturnya. Sejumlah parpol masih bergantung dan mengandalkan sosok tertentu. Misal, Demokrat identik dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bergantung pada Megawati Soekarnoputri dan trah Soekarno, dan Gerindra tentu dengan Prabowo Subianto.

Sosok seperti Muhaimin Iskandar pun begitu kuat di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Surya Paloh dengan Nasdem-nya. Sebelum terjadi konflik internal dan bertenggernya Zulkifli Hasan sebagai ketua umum, Amien Rais menjadi tokoh sentral Partai Amanat Nasional (PAN) .

Pengamat politik Ubedilah Badrun menerangkan fenomena parpol dipimpin dengan pola patron dan cenderung mengarah pada dinasti politik itu umum di negara-negara yang budaya politiknya campuran.

"Di satu sisi mau membangun budaya modern. Akan tetapi secara psikologi kebudayaannya belum mampu meninggalkan politik lama, seperti pola parokial dan patron-klien," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (9/6/2020).

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan, budaya parokial-kaula, politik dan ekonominya maju tapi masyarakatnya pasif, itu masih ada. Di sisi lain, budaya politik partisipannya telah tumbuh di wilayah perkotaan.

Jadi, masih ada masyarakat yang ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan itu, seperti kebudayaan, pengaruh kolonial, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial lainnya. ( ).

"Fakta budaya politik semacam itulah yang membuat parpol belum berubah. Sebagian besar masih didominasi dan bergantung pada figur, seperti Megawati, Prabowo, SBY, Muhaimin Iskandar, Surya Paloh, dan Zulkifli Hasan atau Amien Rais," tutur Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels) itu.

Menurut Ubedilah, sirkulasi elite yang berjalan dan menunjukkan partai modern hanya terlihat pada Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) . Dia menduga para kader partai lain tidak berani menyuarakan sirkulasi elite di partainya karena belum memiliki mental manusia politik yang merdeka.

"Mereka secara umum terjebak dalam kungkungan oligarki dan psikologi politik yang membungkam keberaniannya untuk melakukan perubahan," pungkasnya.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1607 seconds (0.1#10.140)