Mencari Bunda Empu Mendongeng
loading...
A
A
A
Usia Emas dan Literasi Baru
Usia emas adalah satu masa kecerahan singkat yang pasti dialami oleh setiap manusia. Periode vital sangat menentukan tahap perkembangan. Masa emas berkisar pada usia 0-6 tahun. Beberapa riset membuktikan bahwa kecerdasan anak mencapai 50% pada usia 0-4 tahun. Hingga usia 8 tahun kecerdasan meningkat hingga 80% dan puncaknya 100% pada usia 18 tahun.
baca juga: Inilah Sosok Pida, Gadis Manis Pejuang Literasi yang Pintar Mendongeng
Lalu genre dongeng seperti apa yang cocok untuk fase kecerdasan tersebut? Usia 3-5 tahun cocok untuk ide dongeng tentang lingkungan, binatang, dan tumbuhan sekitar. Hindarilah dongeng mistis atau horor. Usia 5-8 tahun cocok untuk tema imajinasi bebas, negeri khayalan. Hati-hati, si anak mulai bertanya tentang adanya Allah, malaikat, jin, setan, raksasa, kurcaci, dan alam dunia lain.
Usia 9-12 tahun cocok dengan tema romantisme, petualangan, kepahlawanan yang baik dan bertujuan mulia. Usia 12-18 (fase remaja puber) cocok romantisme, detektif, heroik dalam pencarian jati diri. Usia 19 tahun ke atas cocok untuk tema idola atau figur teladan yang menjurus kehidupan pribadi.
Penanaman nilai dongeng tepat sasaran justru terjadi pada rentang usia 3-8 tahun. Anak masih mudah tergugah emosi. Anak cepat menangkap gambaran akibat baik dan buruk suatu perbuatan. Setidaknya ada empat nilai hakiki yang mematri benak anak, yaitu persahabatan, kepahlawanan dan perjuangan, pesan jangan berbuat jahat, serta nilai akibat durhaka kepada orang tua.
baca juga: Heboh Harta Karun Palembang, Inikah Pulau Emas dalam Dongeng Indonesia?
Nilai hakiki tersebut diulas dan diberi contoh dalam pustaka usang Mendidik Anak lewat Dongeng. Sungguh dongeng anak memiliki pengaruh laten bagi pertumbuhan mental. Tak dimungkiri lagi, satu sisi dongeng memang menjadi metode efektif guna mendidik anak. Dongeng digemari anak karena menyuguhkan aneka nasihat, petuah, teladan, atau hikmah melalui figur tokoh cerita. Satu sisi lain, dongeng adalah berhala kuno yang santun selalu kita rawat.
Justru tantangan bagi para orang tua terkini wajib mengemas dongeng-dongeng yang mendidik, sehingga anak-anak aman meneladan kisah-kisah tersebut. Ide pustaka usang ini tergolong inspiratif, kreatif mengajak mencipta dongeng baru yang kaya nilai luhur, keteladanan, dan budi pekerti. Dalam konteks inilah peran dan sentuhan sastrawi dimunculkan. Oleh karena itu, buatlah dongeng modifikasi. Revitalisasi dongeng. Buatlah anak-anak ketagihan dibacakan dongeng.
Mari kisahkan para nabi agung nan kudus 1400-2000 tahun silam. Narasi keteladanan-Nya tetaplah imanen. Mari segarkan kembali figur cerdas Habibie penting buat anak. Habibie kecil meraih nilai bagus pada semua mata pelajaran hingga mampu mendesain dan memproduksi pesawat.
Usia emas adalah satu masa kecerahan singkat yang pasti dialami oleh setiap manusia. Periode vital sangat menentukan tahap perkembangan. Masa emas berkisar pada usia 0-6 tahun. Beberapa riset membuktikan bahwa kecerdasan anak mencapai 50% pada usia 0-4 tahun. Hingga usia 8 tahun kecerdasan meningkat hingga 80% dan puncaknya 100% pada usia 18 tahun.
baca juga: Inilah Sosok Pida, Gadis Manis Pejuang Literasi yang Pintar Mendongeng
Lalu genre dongeng seperti apa yang cocok untuk fase kecerdasan tersebut? Usia 3-5 tahun cocok untuk ide dongeng tentang lingkungan, binatang, dan tumbuhan sekitar. Hindarilah dongeng mistis atau horor. Usia 5-8 tahun cocok untuk tema imajinasi bebas, negeri khayalan. Hati-hati, si anak mulai bertanya tentang adanya Allah, malaikat, jin, setan, raksasa, kurcaci, dan alam dunia lain.
Usia 9-12 tahun cocok dengan tema romantisme, petualangan, kepahlawanan yang baik dan bertujuan mulia. Usia 12-18 (fase remaja puber) cocok romantisme, detektif, heroik dalam pencarian jati diri. Usia 19 tahun ke atas cocok untuk tema idola atau figur teladan yang menjurus kehidupan pribadi.
Penanaman nilai dongeng tepat sasaran justru terjadi pada rentang usia 3-8 tahun. Anak masih mudah tergugah emosi. Anak cepat menangkap gambaran akibat baik dan buruk suatu perbuatan. Setidaknya ada empat nilai hakiki yang mematri benak anak, yaitu persahabatan, kepahlawanan dan perjuangan, pesan jangan berbuat jahat, serta nilai akibat durhaka kepada orang tua.
baca juga: Heboh Harta Karun Palembang, Inikah Pulau Emas dalam Dongeng Indonesia?
Nilai hakiki tersebut diulas dan diberi contoh dalam pustaka usang Mendidik Anak lewat Dongeng. Sungguh dongeng anak memiliki pengaruh laten bagi pertumbuhan mental. Tak dimungkiri lagi, satu sisi dongeng memang menjadi metode efektif guna mendidik anak. Dongeng digemari anak karena menyuguhkan aneka nasihat, petuah, teladan, atau hikmah melalui figur tokoh cerita. Satu sisi lain, dongeng adalah berhala kuno yang santun selalu kita rawat.
Justru tantangan bagi para orang tua terkini wajib mengemas dongeng-dongeng yang mendidik, sehingga anak-anak aman meneladan kisah-kisah tersebut. Ide pustaka usang ini tergolong inspiratif, kreatif mengajak mencipta dongeng baru yang kaya nilai luhur, keteladanan, dan budi pekerti. Dalam konteks inilah peran dan sentuhan sastrawi dimunculkan. Oleh karena itu, buatlah dongeng modifikasi. Revitalisasi dongeng. Buatlah anak-anak ketagihan dibacakan dongeng.
Mari kisahkan para nabi agung nan kudus 1400-2000 tahun silam. Narasi keteladanan-Nya tetaplah imanen. Mari segarkan kembali figur cerdas Habibie penting buat anak. Habibie kecil meraih nilai bagus pada semua mata pelajaran hingga mampu mendesain dan memproduksi pesawat.