Tantangan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
Betty Epsilon Idroos
Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta
PASCAKELUARNYA kesepakatan bersama antara KPU, DPR RI, dan pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR pada 27 Mei 2020 lalu, ada beberapa klausul yang tertuang dalam kesimpulannya. Klausul sebagaimana dimaksud antara lain bahwa berdasarkan penjelasan oleh KPU RI, langkah-langkah kebijakan dan situasi pengendalian oleh pemerintah, termasuk saran dan usulan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, maka ketiga pihak, yakni KPU RI, Komisi II DPR RI bersama Mendagri menyetujui bahwa hari pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020 sesuai dengan Perppu Nomor 2/2020.
Pada klausul berikutnya disebutkan pula bahwa pada intinya pilkada harus dilakukan sesuai protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi. Lebih lanjut dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa KPU dan Bawaslu diminta mengajukan usulan tambahan anggaran penyelenggaraannya secara lebih rinci untuk kemudian dibahas bersama antara pemerintah dan DPR RI.
Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat itu juga disetujui perubahan atas peraturan KPU terkait dengan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pilkada yang menyebutkan bahwa tahapan awal akan dimulai 15 Juni 2020. Karena itu, berdasarkan kesepakatan tersebut jelaslah perbincangan tarik ulur hari dan tanggal penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 selesai, dengan kesepakatan penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara di TPS diselenggarakan pada 9 Desember 2020.
Tahapan yang paling dahulu terselenggara setelah kesepakatan dalam RDP itu adalah tahapan dimulainya masa kerja PPK dan PPS yang dilakukan karena penundaan tahapan sebelum terjadi pandemi yang meluas, yakni dimulai pada 15 Juni 2020, pembentukan PPDP sejak 19 Juni 2020, dan verifikasi faktual selama 14 hari sejak diterimanya dokumen dukungan bakal calon perseorangan oleh PPS sejak 24 Juni 2020. Setidaknya melalui pengamatan penulis, itulah tiga tahapan terdekat yang akan dilakukan penyelenggara pemilu untuk pilkada tahun ini. Dengan begitu, perlu disadari bahwa walaupun hari H pencoblosannya masih 9 Desember, namun dalam hal persiapan hari yang bersejarah tersebut, penyelenggaraannya sudah akan terlaksana dalam waktu beberapa hari saja setelah rapat dengar pendapat.
UU Pilkada dan Kondisi Pandemi Covid-19
Perppu Nomor 2/2020 memang sudah lahir sebagai perubahan atas Undang-Undang Pilkada sebelumnya. Namun, karena sifatnya perubahan atas undang-undang, maka beberapa klausul dalam Undang-Undang Pilkada berlaku kecuali ada pasal yang berubah diatur dalam Perppu Nomor 2/2020. Beberapa di antaranya terkait ketentuan penyelenggaraan tahapan yang diatur dan masih berlaku tertera dalam undang-undang sebagaimana dimaksud pada penjelasan Pasal 20, yakni verifikasi dukungan calon perseorangan yang menjadi tugas PPS adalah kegiatan penelitian mengenai keabsahan surat pernyataan dukungan, fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, pembuktian tidak adanya dukungan ganda, tidak adanya pendukung yang telah meninggal dunia, tidak adanya pendukung yang sudah tidak lagi menjadi penduduk di wilayah bersangkutan, atau tidak adanya pendukung yang tidak mempunyai hak pilih. Lebih lanjut disampaikan bahwa rekapitulasi dukungan calon perseorangan adalah dengan melakukan pembuatan rincian atas nama-nama pendukung calon perseorangan berdasarkan hasil verifikasi yang ditandatangani ketua dan anggota PPS serta diketahui kepala kelurahan/kepala desa atau sebutan lainnya.
Karena klausul ini tidak mengalami perubahan, pelaksanaan teknisnya di lapangan harus berjalan sesuai dengan bunyi undang-undangnya. Sesuai dengan bunyi klausul di atas, pengelolaan manajerial tahapan yang dilakukan tentu memerlukan banyak interaksi antara penyelenggara, pemilih, dan pemangku kepentingan lain. Pasal 48 Undang-Undang Pilkada bahkan menyebutkan secara teknis penyelenggaraannya dilakukan dengan metode sensus, yakni dengan menemui langsung setiap pendukung calon. Apabila pendukung calon yang tidak bisa ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon tersebut di kantor PPS paling lambat tiga hari terhitung sejak PPS tidak bisa menemui pendukung tersebut.
Hal ini menjadi perhatian melekat karena pelaksanan kegiatan itu seyogianya dimulai 24 Juni 2020 harus dilakukan dengan tatap muka (face to face) antara penyelenggara dengan pemilih dan pemangku kepentingan lain. Di sisi lain, dalam klausul kesimpulan rapat dengar pendapat disebutkan salah satu persyaratan yang harus dilakukan adalah harus sesuai dengan protokol kesehatan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini tentu akan mengalami beberapa kendala, baik secara yuridis, teknis, maupun penganggaran dalam hal pelaksanaan di lapangan.
Ketersediaan regulasi turunan sebagai pedoman teknis yang harus tersedia sesuai protokol Covid-19 untuk setiap tahapan, yaitu pengadaan ketersediaan perlengkapan yang sesuai dan juga terdapat siklus hulu hilir pengadaan sampai distribusinya, kepastian penganggaran, serta sosialisasi dan bimbingan teknis yang memadai kepada petugas dan masyarakat.
Terkait dengan ketentuan ketersediaan regulasi turunan sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU, maka disebutkan bahwa prosedur penyusunan dan penetapannya memerlukan alur waktu yang tidak sebentar karena harus dilakukan uji publik terlebih dahulu. Selanjutnya berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat melalui proses pengundangan di Kemenkumham. Prosedur ini memerlukan waktu yang tidak singkat.
Demikian pula dengan tahapan berikutnya, seperti coklit daftar pemilih sampai ditetapkan daftar pemilih tetap dalam pilkada, bentuk sosialisasi dan bimtek yang memadai, pengadaan logistik, prosedur regruping TPS untuk membatasi kerumunan, pembiayaan tahapan yang harus disesuaikan dengan kondisi kekinian pandemi Covid-19 di setiap daerah pemilihan. Standardisasi penyelenggaraannya menjadi penting dalam menjaga keselamatan rakyat untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap kredibilitas penyelenggara pemilu sekaligus kualitas penyelenggaraannya.
Kesiapan Pelaksanaan Protokol Kesehatan
Di satu sisi, tetap menjalankan proses demokratisasi lokal melalui pilkada sesuai ketentuan, namun perihal yang juga amat penting adalah melakukan semua upaya untuk menjaga keselamatan semua pihak di tengah pandemi Covid-19. Pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan standar dalam setiap tahapan menjadi stimulus semangat melakukan kerja-kerja demokratisasi, baik oleh penyelenggara maupun masyarakat dengan rasa aman.
Kesiapan semua pihak mulai dari percepatan regulasi teknis, inovasi yang menyesuaikan dengan ketentuan berlaku, termasuk disiplin pemilih yang ketat menjadi hal utama agar tujuan terlaksananya pilkada yang demokratis dengan harapan legitimasi tinggi terhadap hasil dapat terjadi dan tetap peduli keselamatan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Demikian pula dengan kondisi sosiologis masyarakat pemilih menjadi perhatian bahkan pertimbangan pelaksanaan perencanaan kebijakan dengan dukungan penuh semua pihak.
Mengadakan pemilihan di tengah krisis kesehatan masyarakat sudah menjadi keputusan yang diambil pembuat kebijakan, namun perencanaan yang besar, terarah, dan segara melalui ketentuan teknis menjadi keniscayaan untuk menghindari memperburuk situasi pandemi Covid-19 di tengah masyarakat. Wallahu’alam.
Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta
PASCAKELUARNYA kesepakatan bersama antara KPU, DPR RI, dan pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR pada 27 Mei 2020 lalu, ada beberapa klausul yang tertuang dalam kesimpulannya. Klausul sebagaimana dimaksud antara lain bahwa berdasarkan penjelasan oleh KPU RI, langkah-langkah kebijakan dan situasi pengendalian oleh pemerintah, termasuk saran dan usulan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, maka ketiga pihak, yakni KPU RI, Komisi II DPR RI bersama Mendagri menyetujui bahwa hari pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020 sesuai dengan Perppu Nomor 2/2020.
Pada klausul berikutnya disebutkan pula bahwa pada intinya pilkada harus dilakukan sesuai protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi. Lebih lanjut dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa KPU dan Bawaslu diminta mengajukan usulan tambahan anggaran penyelenggaraannya secara lebih rinci untuk kemudian dibahas bersama antara pemerintah dan DPR RI.
Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat itu juga disetujui perubahan atas peraturan KPU terkait dengan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pilkada yang menyebutkan bahwa tahapan awal akan dimulai 15 Juni 2020. Karena itu, berdasarkan kesepakatan tersebut jelaslah perbincangan tarik ulur hari dan tanggal penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 selesai, dengan kesepakatan penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara di TPS diselenggarakan pada 9 Desember 2020.
Tahapan yang paling dahulu terselenggara setelah kesepakatan dalam RDP itu adalah tahapan dimulainya masa kerja PPK dan PPS yang dilakukan karena penundaan tahapan sebelum terjadi pandemi yang meluas, yakni dimulai pada 15 Juni 2020, pembentukan PPDP sejak 19 Juni 2020, dan verifikasi faktual selama 14 hari sejak diterimanya dokumen dukungan bakal calon perseorangan oleh PPS sejak 24 Juni 2020. Setidaknya melalui pengamatan penulis, itulah tiga tahapan terdekat yang akan dilakukan penyelenggara pemilu untuk pilkada tahun ini. Dengan begitu, perlu disadari bahwa walaupun hari H pencoblosannya masih 9 Desember, namun dalam hal persiapan hari yang bersejarah tersebut, penyelenggaraannya sudah akan terlaksana dalam waktu beberapa hari saja setelah rapat dengar pendapat.
UU Pilkada dan Kondisi Pandemi Covid-19
Perppu Nomor 2/2020 memang sudah lahir sebagai perubahan atas Undang-Undang Pilkada sebelumnya. Namun, karena sifatnya perubahan atas undang-undang, maka beberapa klausul dalam Undang-Undang Pilkada berlaku kecuali ada pasal yang berubah diatur dalam Perppu Nomor 2/2020. Beberapa di antaranya terkait ketentuan penyelenggaraan tahapan yang diatur dan masih berlaku tertera dalam undang-undang sebagaimana dimaksud pada penjelasan Pasal 20, yakni verifikasi dukungan calon perseorangan yang menjadi tugas PPS adalah kegiatan penelitian mengenai keabsahan surat pernyataan dukungan, fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, pembuktian tidak adanya dukungan ganda, tidak adanya pendukung yang telah meninggal dunia, tidak adanya pendukung yang sudah tidak lagi menjadi penduduk di wilayah bersangkutan, atau tidak adanya pendukung yang tidak mempunyai hak pilih. Lebih lanjut disampaikan bahwa rekapitulasi dukungan calon perseorangan adalah dengan melakukan pembuatan rincian atas nama-nama pendukung calon perseorangan berdasarkan hasil verifikasi yang ditandatangani ketua dan anggota PPS serta diketahui kepala kelurahan/kepala desa atau sebutan lainnya.
Karena klausul ini tidak mengalami perubahan, pelaksanaan teknisnya di lapangan harus berjalan sesuai dengan bunyi undang-undangnya. Sesuai dengan bunyi klausul di atas, pengelolaan manajerial tahapan yang dilakukan tentu memerlukan banyak interaksi antara penyelenggara, pemilih, dan pemangku kepentingan lain. Pasal 48 Undang-Undang Pilkada bahkan menyebutkan secara teknis penyelenggaraannya dilakukan dengan metode sensus, yakni dengan menemui langsung setiap pendukung calon. Apabila pendukung calon yang tidak bisa ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon tersebut di kantor PPS paling lambat tiga hari terhitung sejak PPS tidak bisa menemui pendukung tersebut.
Hal ini menjadi perhatian melekat karena pelaksanan kegiatan itu seyogianya dimulai 24 Juni 2020 harus dilakukan dengan tatap muka (face to face) antara penyelenggara dengan pemilih dan pemangku kepentingan lain. Di sisi lain, dalam klausul kesimpulan rapat dengar pendapat disebutkan salah satu persyaratan yang harus dilakukan adalah harus sesuai dengan protokol kesehatan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini tentu akan mengalami beberapa kendala, baik secara yuridis, teknis, maupun penganggaran dalam hal pelaksanaan di lapangan.
Ketersediaan regulasi turunan sebagai pedoman teknis yang harus tersedia sesuai protokol Covid-19 untuk setiap tahapan, yaitu pengadaan ketersediaan perlengkapan yang sesuai dan juga terdapat siklus hulu hilir pengadaan sampai distribusinya, kepastian penganggaran, serta sosialisasi dan bimbingan teknis yang memadai kepada petugas dan masyarakat.
Terkait dengan ketentuan ketersediaan regulasi turunan sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU, maka disebutkan bahwa prosedur penyusunan dan penetapannya memerlukan alur waktu yang tidak sebentar karena harus dilakukan uji publik terlebih dahulu. Selanjutnya berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat melalui proses pengundangan di Kemenkumham. Prosedur ini memerlukan waktu yang tidak singkat.
Demikian pula dengan tahapan berikutnya, seperti coklit daftar pemilih sampai ditetapkan daftar pemilih tetap dalam pilkada, bentuk sosialisasi dan bimtek yang memadai, pengadaan logistik, prosedur regruping TPS untuk membatasi kerumunan, pembiayaan tahapan yang harus disesuaikan dengan kondisi kekinian pandemi Covid-19 di setiap daerah pemilihan. Standardisasi penyelenggaraannya menjadi penting dalam menjaga keselamatan rakyat untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap kredibilitas penyelenggara pemilu sekaligus kualitas penyelenggaraannya.
Kesiapan Pelaksanaan Protokol Kesehatan
Di satu sisi, tetap menjalankan proses demokratisasi lokal melalui pilkada sesuai ketentuan, namun perihal yang juga amat penting adalah melakukan semua upaya untuk menjaga keselamatan semua pihak di tengah pandemi Covid-19. Pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan standar dalam setiap tahapan menjadi stimulus semangat melakukan kerja-kerja demokratisasi, baik oleh penyelenggara maupun masyarakat dengan rasa aman.
Kesiapan semua pihak mulai dari percepatan regulasi teknis, inovasi yang menyesuaikan dengan ketentuan berlaku, termasuk disiplin pemilih yang ketat menjadi hal utama agar tujuan terlaksananya pilkada yang demokratis dengan harapan legitimasi tinggi terhadap hasil dapat terjadi dan tetap peduli keselamatan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Demikian pula dengan kondisi sosiologis masyarakat pemilih menjadi perhatian bahkan pertimbangan pelaksanaan perencanaan kebijakan dengan dukungan penuh semua pihak.
Mengadakan pemilihan di tengah krisis kesehatan masyarakat sudah menjadi keputusan yang diambil pembuat kebijakan, namun perencanaan yang besar, terarah, dan segara melalui ketentuan teknis menjadi keniscayaan untuk menghindari memperburuk situasi pandemi Covid-19 di tengah masyarakat. Wallahu’alam.
(mhd)