Ayo, Jadikan Keranjang Sampah Dapur Menjadi Komposter Sederhana
loading...
A
A
A
Sandra Madonna
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Bakrie
Keranjang sampah dapur yang selama ini hanya digunakan untuk menampung dan mengumpul sampah sayur-sayuran sisa dari olahan makanan atau sisa makanan itu sendiri, ternyata dapat dijadikan komposter sederhana. Keranjang sampah dapur tersebut dapat ditingkatkan fungsinya dengan merancangnya sebagai wadah fermentasi untuk mendekomposisi (mengurai) sampah organik menjadi pupuk (kompos). Sampah dapur atau sampah organik di Indonesia sendiri merupakan komposisi timbulan sampah terbesar yang berasal dari sampah rumah tangga, nilai ini dapat mencapai lebih dari 60% dari total sampah yang dihasil dari rumah tangga. Karakteristik sampah dapur yang cepat membusuk dan mudah terurai oleh mikroba perlu ditangani dengan baik agar tidak mencemari lingkungan, menimbulkan bau tidak sedap, mengganggu estetika dan menjadi sarang bibit penyakit yang akan mengganggu kesehatan lingkungan.
Sampai saat ini pengelolaan sampah yang berasal dari rumah tangga atau sampah domestik masih ditemukan kurang mempedulikan faktor non teknis seperti keterlibatan masyarakat, hal ini menjadi penyebab timbulnya permasalahan dan hambatan dalam proses pengelolaan sampah pada kota-kota besar di Indonesia. Peran serta masyarakat dalam mengelola sampah mulai dari rumah tangga sangat diharapkan mengatasi permasalahan sampah ini. Penanganan sampah secara keseluruhan diperlukan agar sampah tersebut tidak menimbulkan masalah lingkungan lebih lanjut. Penanganan sampah tersebut mencakup cara memindahkan sampah dari sumbernya, mengolah, dan mendaur-ulang kembali. Upaya pengolahan sampah mulai dari sumber sangat membantu dalam mereduksi sampah yang akan diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) , sehingga upaya ini dapat memperpanjang umur TPA, mengurangi biaya operasional persampahan dan biaya pengangkutan sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60% sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke TPA.
Pengelolaan sampah di masyarakat masih menjadi kendala dikarenakan; (1) Cepatnya perkembangan teknologi lebih cepat dari kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami persoalan persampahan, (2) Meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah, (3) Meningkatnya biaya operasional persampahan, (4) Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar menimbulkan pencemaran lingkungan, (5) Kegagalan dalam mendaur ulang atau pemanfaatan kembali barang bekas, (6) Sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA), (7) Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat membusuk, (8) Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk memelihara kebersihan, (9) Pembiayaan yang tidak memadai mengingat sampai saat ini kebanyakkan pengelolaan sampah dibiayai oleh pemerintah, dan (10) pengelolaan sampah saat ini kurang memperhatikan faktor non teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.
Pengenalan cara-cara sederhana atau teknologi pengolahan sampah yang bersifat sederhana, mudah, murah, efisien kepada masyarakat sangat diperlukan, sehingga masyarakat dapat dengan mudah secara langsung menerapkannya di lingkungan. Cara ini dapat dengan mengedukasi dan menambah wawasan masyarakat, sehingga menimbulkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk mengelola sampahnya sendiri, sehingga tercipta pengelolaan sampah mulai dari sumber atau mulai dari rumah dan lingkungannya masing-masing.
Teknik pengolahan sampah yang tepat untuk sampah dapur atau sampah organik yaitu dengan teknologi komposting. Sampah dapur berupa sayur-sayuran, kulit buah, sisa-sisa makanan merupakan sampah yang mudah diurai oleh bakteri pengurai di lingkungan sehingga dapat diolah menjadi kompos, namun tidak semua sampah dapur dapat diolah menjadi kompos, sampah dapur yang tidak dapat dikomposting tersebut seperti sampah-sampah yang sulit terurai dan sampah-sampah yang dapat mengundang lalat, serangga, tikus, atau hewan lain untuk datang, yang akan mengganggu proses komposting. Contoh sampah-sampah dapur yang tidak dapat dikomposting tersebut di antaranya; sampah kulit telur, tulang ikan, daging dan buah busuk. Sampah ini hendaknya dipisahkan dari sampah-sampah yang akan dikomposting agar tidak menimbulkan masalah selama pembuatan kompos. Secara keseluruhan dalam proses pengelolaan sampah rumah tangga upaya pemilahan sampah berdasarkan jenisnya perlu dilakukan diawal guna mempermudah penanganannya lebih lanjut, pemilahan sampah dapat menjadi kunci keberhasilan tahap pengolahan sampah selanjutnya, begitu pula pada proses komposting tahapan pemilahan ini akan mempengaruhi kualitas kompos yang akan dihasilkan.
Salah satu cara mengolah sampah dapur atau sampah organik menjadi kompos adalah dengan menggunakan keranjang Takakura atau Takakura Home Method yang diperkenalkan oleh Koji Takakura, seorang ahli kimia terapan dari Himeji Institute of Technology di Jepang. Metode komposting skala rumah tangga ini dikembangkan oleh Institute for Global Environmental Strategies (IGES) Jepang. Sejak diperkenalkan pada tahun 2004 hingga saat ini, metode komposting Takakura telah dikenal luas dan berhasil diterapkan di berbagai negara, khususnya penerapan dalam skala rumah tangga. Metode komposting Takakura telah diakui dan terbukti sebagai suatu inovasi teknologi pengolahan sampah yang tepat guna.
Sistem Takakura ini didesain untuk beroperasi pada tempat yang kecil seperti dapur dan halaman sehingga sangat ideal untuk rumah tangga. Metode komposting menggunakan keranjang Takukura dengan cara kerjanya yang sederhana, mudah dipahami, dapat diterapkan oleh masyarakat serta menghasilkan kualitas pupuk yang baik, menjadi keunggulan tersendiri dari metode ini sebagai solusi pengolahan sampah rumah tangga. Metode pengomposan Keranjang Takakura memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode komposting lain di antaranya:
1. Praktis, karena sangat cocok untuk perumahan dengan lahan yang tidak begitu luas. Keranjang dapat ditempatkan di mana saja sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan.
2. Mudah, karena sampah hanya dimasukkan k edalam keranjang setiap harinya. Tanpa ada perlakukan khusus seperti menambahkan cairan atau bahan-bahan tambahan yang lain.
3. Tidak menimbulkan bau busuk, karena prosesnya melalui proses fermentasi.
Secara garis besar, terdapat 4 tahapan utama dalam menerapkan metode komposting Takakura, yaitu; 1. Membuat keranjang Takakura, 2. Membuat media fermentasi, 3. Membuat bibit kompos Takakura / cairan fermentasi, dan 4. Pengomposan. Dengan demikian pembuatan kompos dengan menggunakan keranjang Takakura diawali dengan tahap persiapan keranjang yang akan digunakan sebagai komposter, keranjang ini dapat memanfaatkan tempat sampah yang sudah ada, atau menyiapkan keranjang berlubang yang dilapisi sekelilingnya dengan karton bekas. Keranjang sampah yang akan digunakan harus berlubang selilingnya, untuk aerasi yang memungkinkan udara masuk selama proses. Pada dasar keranjang dilapisi oleh tanah atau kompos yang sudah jadi, atau dapat juga dilapisi oleh bantalan sekam untuk menyerap air sampah/ air lindi yang akan terbentuk selama proses komposting.
Setelah keranjang tersedia tahap selanjutnya adalah menyiapkan bibit kompos dengan membuat cairan fermentasi yang terdiri dari dua jenis larutan yaitu larutan manis (campuran gula dan ragi) dan larutan asin (campuran garam dan sayuran), larutan ini juga dapat dibuat sendiri dari sampah dapur yang ada sehingga lebih ekonomis karena memanfaatkan sampah yang ada, dan cairan ini tidak kalah fungsinya dengan cairan fermentasi yang ada di pasaran.
Setelah keranjang dan cairan fermentasi tersedia komposting pun siap dimulai dengan memasukkan sampah sayuran dan kulit buah yang sudah dicacah terlebih dahulu, pencacahan perlu dilakukan untuk memperbesar kontak bakteri pengurai dengan sampah yang akan diuraikan, kemudian sampah tersebut disirami dengan cairan fermentasi yang kelembabannya disesuaikan diperkirakan kelembabnya sekitar 15-25% (b/b) atau tidak membuat media terlalu lembab atau terlalu basah, setelah selesai memasukkan sampah, keranjang sampah tersebut dapat ditutup. Proses komposting tersebut dapat dilakukan setiap hari dengan memasukkan sampah dapur ke dalam keranjang takakura hingga terisi penuh. Untuk membantu aerasinya, dapat dilakukan dengan membolak-balikkan kompos.
Penambahan tanah atau cairan fermentasi jika diperlukan dapat dilakukan pada saat proses fermentasi. Selama proses komposting akan terjadi peningkatan temperatur pada media, panas yang terbentuk ini sangat diuntungkan bagi media karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen penyebab penyakit yang ada pada media. Tahap terakhir dari proses pembuatan kompos yaitu dilakukan penyaringan kompos yang sudah matang dengan tujuan agar kompos lebih homogen dan terpisah dari material yang tidak terurai. Proses komposting akan berlangsung selama kurang lebih dua minggu sampai satu bulan. Kompos yang sudah matang dan siap digunakan akan berbentuk seperti tanah dan tidak berbau.
Manfaat kompos yang dihasilkan dari komposter rumah tanggga dapat ini dapat digunakan sebagai media tanam bagi penghijauan di pekarangan rumah, meningkatkan aerasi tanah, dan menyuburkan tanah sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan, selain itu kompos yang dihasilkan juga dapat bernilai ekonomis menambah pendapatan keluarga bila dikelola dengan baik untuk tujuan komersil. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan khususnya dalam upaya pengelolaan sampah rumah tangga, sehingga semakin banyak pula masyarakat yang merasakan manfaat dari pengolahan sampah rumah tangga dengan teknologi sederhana ini.
Ayo, tunggu apa lagi. Mulailah dari sekarang untuk mengolah sampah kita dengan menjadikan keranjang Takakura solusi tepat untuk mengolah sampah dapur, sehingga sampah dapur yang kita hasilkan tidak lagi menjadi pencemar sumber penyakit, tapi berubah menjadi sumber manfaat bagi pelestarian lingkungan dan sumber daya alam kita.
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Bakrie
Keranjang sampah dapur yang selama ini hanya digunakan untuk menampung dan mengumpul sampah sayur-sayuran sisa dari olahan makanan atau sisa makanan itu sendiri, ternyata dapat dijadikan komposter sederhana. Keranjang sampah dapur tersebut dapat ditingkatkan fungsinya dengan merancangnya sebagai wadah fermentasi untuk mendekomposisi (mengurai) sampah organik menjadi pupuk (kompos). Sampah dapur atau sampah organik di Indonesia sendiri merupakan komposisi timbulan sampah terbesar yang berasal dari sampah rumah tangga, nilai ini dapat mencapai lebih dari 60% dari total sampah yang dihasil dari rumah tangga. Karakteristik sampah dapur yang cepat membusuk dan mudah terurai oleh mikroba perlu ditangani dengan baik agar tidak mencemari lingkungan, menimbulkan bau tidak sedap, mengganggu estetika dan menjadi sarang bibit penyakit yang akan mengganggu kesehatan lingkungan.
Sampai saat ini pengelolaan sampah yang berasal dari rumah tangga atau sampah domestik masih ditemukan kurang mempedulikan faktor non teknis seperti keterlibatan masyarakat, hal ini menjadi penyebab timbulnya permasalahan dan hambatan dalam proses pengelolaan sampah pada kota-kota besar di Indonesia. Peran serta masyarakat dalam mengelola sampah mulai dari rumah tangga sangat diharapkan mengatasi permasalahan sampah ini. Penanganan sampah secara keseluruhan diperlukan agar sampah tersebut tidak menimbulkan masalah lingkungan lebih lanjut. Penanganan sampah tersebut mencakup cara memindahkan sampah dari sumbernya, mengolah, dan mendaur-ulang kembali. Upaya pengolahan sampah mulai dari sumber sangat membantu dalam mereduksi sampah yang akan diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) , sehingga upaya ini dapat memperpanjang umur TPA, mengurangi biaya operasional persampahan dan biaya pengangkutan sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60% sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke TPA.
Pengelolaan sampah di masyarakat masih menjadi kendala dikarenakan; (1) Cepatnya perkembangan teknologi lebih cepat dari kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami persoalan persampahan, (2) Meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah, (3) Meningkatnya biaya operasional persampahan, (4) Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar menimbulkan pencemaran lingkungan, (5) Kegagalan dalam mendaur ulang atau pemanfaatan kembali barang bekas, (6) Sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA), (7) Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat membusuk, (8) Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk memelihara kebersihan, (9) Pembiayaan yang tidak memadai mengingat sampai saat ini kebanyakkan pengelolaan sampah dibiayai oleh pemerintah, dan (10) pengelolaan sampah saat ini kurang memperhatikan faktor non teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.
Pengenalan cara-cara sederhana atau teknologi pengolahan sampah yang bersifat sederhana, mudah, murah, efisien kepada masyarakat sangat diperlukan, sehingga masyarakat dapat dengan mudah secara langsung menerapkannya di lingkungan. Cara ini dapat dengan mengedukasi dan menambah wawasan masyarakat, sehingga menimbulkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk mengelola sampahnya sendiri, sehingga tercipta pengelolaan sampah mulai dari sumber atau mulai dari rumah dan lingkungannya masing-masing.
Teknik pengolahan sampah yang tepat untuk sampah dapur atau sampah organik yaitu dengan teknologi komposting. Sampah dapur berupa sayur-sayuran, kulit buah, sisa-sisa makanan merupakan sampah yang mudah diurai oleh bakteri pengurai di lingkungan sehingga dapat diolah menjadi kompos, namun tidak semua sampah dapur dapat diolah menjadi kompos, sampah dapur yang tidak dapat dikomposting tersebut seperti sampah-sampah yang sulit terurai dan sampah-sampah yang dapat mengundang lalat, serangga, tikus, atau hewan lain untuk datang, yang akan mengganggu proses komposting. Contoh sampah-sampah dapur yang tidak dapat dikomposting tersebut di antaranya; sampah kulit telur, tulang ikan, daging dan buah busuk. Sampah ini hendaknya dipisahkan dari sampah-sampah yang akan dikomposting agar tidak menimbulkan masalah selama pembuatan kompos. Secara keseluruhan dalam proses pengelolaan sampah rumah tangga upaya pemilahan sampah berdasarkan jenisnya perlu dilakukan diawal guna mempermudah penanganannya lebih lanjut, pemilahan sampah dapat menjadi kunci keberhasilan tahap pengolahan sampah selanjutnya, begitu pula pada proses komposting tahapan pemilahan ini akan mempengaruhi kualitas kompos yang akan dihasilkan.
Salah satu cara mengolah sampah dapur atau sampah organik menjadi kompos adalah dengan menggunakan keranjang Takakura atau Takakura Home Method yang diperkenalkan oleh Koji Takakura, seorang ahli kimia terapan dari Himeji Institute of Technology di Jepang. Metode komposting skala rumah tangga ini dikembangkan oleh Institute for Global Environmental Strategies (IGES) Jepang. Sejak diperkenalkan pada tahun 2004 hingga saat ini, metode komposting Takakura telah dikenal luas dan berhasil diterapkan di berbagai negara, khususnya penerapan dalam skala rumah tangga. Metode komposting Takakura telah diakui dan terbukti sebagai suatu inovasi teknologi pengolahan sampah yang tepat guna.
Sistem Takakura ini didesain untuk beroperasi pada tempat yang kecil seperti dapur dan halaman sehingga sangat ideal untuk rumah tangga. Metode komposting menggunakan keranjang Takukura dengan cara kerjanya yang sederhana, mudah dipahami, dapat diterapkan oleh masyarakat serta menghasilkan kualitas pupuk yang baik, menjadi keunggulan tersendiri dari metode ini sebagai solusi pengolahan sampah rumah tangga. Metode pengomposan Keranjang Takakura memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode komposting lain di antaranya:
1. Praktis, karena sangat cocok untuk perumahan dengan lahan yang tidak begitu luas. Keranjang dapat ditempatkan di mana saja sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan.
2. Mudah, karena sampah hanya dimasukkan k edalam keranjang setiap harinya. Tanpa ada perlakukan khusus seperti menambahkan cairan atau bahan-bahan tambahan yang lain.
3. Tidak menimbulkan bau busuk, karena prosesnya melalui proses fermentasi.
Secara garis besar, terdapat 4 tahapan utama dalam menerapkan metode komposting Takakura, yaitu; 1. Membuat keranjang Takakura, 2. Membuat media fermentasi, 3. Membuat bibit kompos Takakura / cairan fermentasi, dan 4. Pengomposan. Dengan demikian pembuatan kompos dengan menggunakan keranjang Takakura diawali dengan tahap persiapan keranjang yang akan digunakan sebagai komposter, keranjang ini dapat memanfaatkan tempat sampah yang sudah ada, atau menyiapkan keranjang berlubang yang dilapisi sekelilingnya dengan karton bekas. Keranjang sampah yang akan digunakan harus berlubang selilingnya, untuk aerasi yang memungkinkan udara masuk selama proses. Pada dasar keranjang dilapisi oleh tanah atau kompos yang sudah jadi, atau dapat juga dilapisi oleh bantalan sekam untuk menyerap air sampah/ air lindi yang akan terbentuk selama proses komposting.
Setelah keranjang tersedia tahap selanjutnya adalah menyiapkan bibit kompos dengan membuat cairan fermentasi yang terdiri dari dua jenis larutan yaitu larutan manis (campuran gula dan ragi) dan larutan asin (campuran garam dan sayuran), larutan ini juga dapat dibuat sendiri dari sampah dapur yang ada sehingga lebih ekonomis karena memanfaatkan sampah yang ada, dan cairan ini tidak kalah fungsinya dengan cairan fermentasi yang ada di pasaran.
Setelah keranjang dan cairan fermentasi tersedia komposting pun siap dimulai dengan memasukkan sampah sayuran dan kulit buah yang sudah dicacah terlebih dahulu, pencacahan perlu dilakukan untuk memperbesar kontak bakteri pengurai dengan sampah yang akan diuraikan, kemudian sampah tersebut disirami dengan cairan fermentasi yang kelembabannya disesuaikan diperkirakan kelembabnya sekitar 15-25% (b/b) atau tidak membuat media terlalu lembab atau terlalu basah, setelah selesai memasukkan sampah, keranjang sampah tersebut dapat ditutup. Proses komposting tersebut dapat dilakukan setiap hari dengan memasukkan sampah dapur ke dalam keranjang takakura hingga terisi penuh. Untuk membantu aerasinya, dapat dilakukan dengan membolak-balikkan kompos.
Penambahan tanah atau cairan fermentasi jika diperlukan dapat dilakukan pada saat proses fermentasi. Selama proses komposting akan terjadi peningkatan temperatur pada media, panas yang terbentuk ini sangat diuntungkan bagi media karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen penyebab penyakit yang ada pada media. Tahap terakhir dari proses pembuatan kompos yaitu dilakukan penyaringan kompos yang sudah matang dengan tujuan agar kompos lebih homogen dan terpisah dari material yang tidak terurai. Proses komposting akan berlangsung selama kurang lebih dua minggu sampai satu bulan. Kompos yang sudah matang dan siap digunakan akan berbentuk seperti tanah dan tidak berbau.
Manfaat kompos yang dihasilkan dari komposter rumah tanggga dapat ini dapat digunakan sebagai media tanam bagi penghijauan di pekarangan rumah, meningkatkan aerasi tanah, dan menyuburkan tanah sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan, selain itu kompos yang dihasilkan juga dapat bernilai ekonomis menambah pendapatan keluarga bila dikelola dengan baik untuk tujuan komersil. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan khususnya dalam upaya pengelolaan sampah rumah tangga, sehingga semakin banyak pula masyarakat yang merasakan manfaat dari pengolahan sampah rumah tangga dengan teknologi sederhana ini.
Ayo, tunggu apa lagi. Mulailah dari sekarang untuk mengolah sampah kita dengan menjadikan keranjang Takakura solusi tepat untuk mengolah sampah dapur, sehingga sampah dapur yang kita hasilkan tidak lagi menjadi pencemar sumber penyakit, tapi berubah menjadi sumber manfaat bagi pelestarian lingkungan dan sumber daya alam kita.
(zik)