Caring, DNA Pelayanan Keperawatan di Era Transformasi Digital
loading...
A
A
A
Prof. Dr. Rr.Tutik Sri Hariyati, SKp.,MARS
Guru Besar Tetap pada Bidang Ilmu Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Dua tahun sudah kita berjuang melawan pandemi Covid-19. Di penghujung tahun, setiap dari kita pasti berdoa, agar di tahun 2022 kasus semakin turun, tidak ada "gelombang ketiga”, dan Indonesia makin bisa bergeliat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Terima kasih pada seluruh pihak yang berkontribusi dalam penanganan Covid-19, tak terkecuali kepada tenaga kesehatan. Salah satu garda terdepan tenaga kesehatan yang mempunyai penciri memberikan pelayanan selama 24 jam adalah perawat.
Perawat menjadi penentu mutu dan keselamatan pasien khususnya di rumah sakit, mengingat yang berada di dekat pasien dan mempunyai durasi jam terlama di pasien. Oleh sebab itu, perawat akan mengolaborasikan pelayanan dan asuhan pasien yang tujuannya adalah asuhan berpusat pada pasien.
Lesson learn yang dapat kita pelajari pada masa Covid ini adalah kita harus belajar cepat untuk mengembangkan metode dan sistem pelayanan yang aman baik untuk klien, (pasien dan keluarga) dan juga untuk keamanan dari tenaga kesehatan. Suatu pembelajaran telah dilaksanakan untuk tetap caring pada pasien, menjamin mutu dan kualitas asuhan, serta menurunkan angka keterpaparan.
Dari sisi pelayanan keperawatan, dilaksanakan berbagai inovasi dan perubahan penjadwalan, durasi jam praktik, proporsi antara pasien dan perawat, rekrutmen relawan, dan pelibatan mahasiswa tingkat akhir dalam asuhan keperawatan (Basky, 2020; Li et al., 2020). Tata ulang ruangan, pengaturan zona, penyediaan protective personal equipment (PPE), percepatan vaksin, serta dukungan edukasi serta motivasi psikososial yang dilaksanakan untuk mengurangi keterpaparan, dan kelelahan perawat (Addo et al., 2020; Crisis Standard of Care COVID-19 Pandemic, n.d.; Huang et al., 2020b; Thomas et al., 2020b; Walton et al., 2020a).
Pembelajaran lain yang sangat "powerfull " adalah penggunaan teknologi. Sistem monitoring pasien, pembelajaran online untuk training cepat bagi tenaga kesehatan dan juga edukasi pada pasien. Dari sisi manajemen dikembangkan manajemen disaster yang mampu merencanakan kebutuhan PPE, pengaturan penjadwalan dan perencanaan staf untuk mengatasi shortage perawat.
Pada era Covid ini juga mendorong penggunaan rekam medis elektronik, telenursing, penggunaan robot (Sparwasser et al., 2021), serta penggunaan virtual reality untuk mengurangi kecemasan pasien (Zasadzka et al., 2021; Zhang et al., 2020).
Penggunaan teknologi dan informasi di bidang kesehatan atau keperawatan sesungguhnya bukan hal yang baru. Namun, seiring adanya pandemi Covid-19 untuk suatu tujuan asuhan yang efektif dan efisien, serta meminimalkan transmisi, transformasi digitalisasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan dan asuhan.
Nursing Information System (NIS) merupakan kombinasi antara ilmu keperawatan, ilmu informasi, komunikasi, dan teknologi. NIS akan membantu perawat untuk melaksanakan asuhan, mendokumentasikan, menggunakan data untuk membantu pengambilan keputusan klinis, riset, edukasi dan keputusan manajemen (Murphy, 2010).
Manfaat teknologi digital ini telah banyak disampaikan, antara lain sistem e-dokumentasi bagi keperawatan yang dapat meningkatkan kesinambungan asuhan, meningkatkan kelengkapan, menjadi alat komunikasi antar tim kesehatan dan membantu keputusan klinis keperawatan (Dwisatyadini et al., 2018; Hariyati et al., 2016; Hariyati et.al.,2020).
Penggunaan teknologi akan menghemat beberapa item kegiatan, dengan demikian diharapkan efisiensi waktu ini digunakan oeleh perawat untuk lebih caring pada pasien.
Bagaimana setelah kita mengetahui manfaat teknologi? Suatu pekerjaan rumah berikutnya adalah bagaimana keperawatan menggunakan alat bantu teknologi untuk meningkatkan pelayanan, asuhan, pengelolaan, pendidikan dan riset di bidang keperawatan. Kompetensi perawat yang dahulu hanya difokuskan untuk asuhan pasien, harus bertransformasi dengan menambahkan suatu kompetensi di bidang Nursing Informatics.
Kompetensi bidang Nursing Informatics adalah kemampuan yang tidak hanya menggunakan teknologi, tetapi juga harus mampu merubah data menjadi informasi, mengaplikasikan, mengintegrasikan serta terus mengembangkan bidang teknologi dan sistem informasi. Level kompetensi yang harus dimiliki oleh profesional keperawatan adalah dimulai dari menggunakan, menginterasikan, menganalisis, mengembangkan, dan menggunakannya dengan “wisdom” (Liston, 2019; Olajubu et al., 2014).
Penggunaan teknologi dengan “wisdom” menjadi tantangan bagi keperawatan, mengingat tak jarang di era distrubsi ini banyak adanya penggunaan teknologi secara tidak bijak, melanggar etika profesi bahkan sampai pelanggaran peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu setiap perawat harus dikenalkan bagaimana menggunakan teknologi dalam asuhan sampai pada level “wisdom".
Konsep “Technological Competency as Caring in Nursing” telah dikenalkan oleh Kongsuwan & Locsin., (2011). Konsep ini merupakan perwujudan kesiapan perawat menuju ke tahapan Sosiety 5.0. Pada Society 5.0 seorang perawat didorong untuk tidak hanya menekankan pada teknologi tetapi berpusat pada manusia khususnya perawat yang kompeten dalam berpikir kritis, kreatif, kemampuan manajemen, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi mengedepankan pelayanan, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif.
Pekerjaan rumah bagi penyelenggaraan pendidikan bidang keperawatan untuk dapat menyiapkan perawat yang kompeten tidak hanya literate pada teknologinya, tetapi mampu untuk mengintegrasikan teknologi dengan ilmu keperawatan serta mempunyai kompetensi dalam literasi informasi. Literasi informasi meliputi bagaimana memaknai informasi klien sebagai data privasi yang perlu digunakan untuk mendukung asuhan dan pengambilan keputusan.
DNA asuhan berbasis teknologi adalah tetap pada caring, dengan adanya teknologi merupakan sarana perawat untuk lebih caring kepada klien, karena mengetahui data pasien, mengetahui perkembangan pasien, dengan dibantu teknologi maka implementasi asuhan keperawatan untuk lebih cepat, tepat dan aman. Teknologi bukan untuk menjauhkan perawat dari pasien, tetapi justru memberikan ruang waktu untuk lebih caring pada kondisi pasien dan segera memberikan bantuan sesuai perkembangan pasien.
Tidak hanya pada sisi pendidikan, di fasilitas kesehatan seperti di rumah sakit, puskesmas, klinik, praktik mandiri, home care implementasi digitalisasi harus dikawal oleh manajer keperawatan dan komite keperawatan. Pimpinan keperawatan harus mengawal perawat dalam penggunaan teknologi untuk membantu asuhan yang lebih aman dan berkualitas.
Di fasilitas kesehatan hendaknya sudah mulai dipikirkan kebijakan tentang pemanfaatan teknologi, misalnya pedoman penggunaan sosial media, penggunaan perangkat teknologi pribadi di saat berdinas, dan bagaimana sosialisasi “caring” sebagai “DNA” dalam penggunaan teknologi.
Sejatinya pada Permenkes Nomor 40 Tahun 2017, telah disampaikan kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk memberikan pelatihan topik Sistem Informasi Manajemen Keperawatan. Berbasis ini, fasyankes harus memberikan pembekalan bidang teknologi dan sistem informasi, termasuk di dalamnya etika dalam penggunaan teknologi, dan pimpinan perawat menjadi contoh bagi staf dalam penggunaan teknologi secara bijak untuk mendukung asuhan-pelayanan keperawatan. Transformasi digitalisasi tidak bisa dihindari. Tantangan terbesar adalah bagaimana perawat mampu menggunakan teknologi sebagai sarana menjadi lebih "caring" pada pasien. "DNA" teknologi dalam pelayanan keperawatan adalah terletak pada fondasi "caring".
Guru Besar Tetap pada Bidang Ilmu Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Dua tahun sudah kita berjuang melawan pandemi Covid-19. Di penghujung tahun, setiap dari kita pasti berdoa, agar di tahun 2022 kasus semakin turun, tidak ada "gelombang ketiga”, dan Indonesia makin bisa bergeliat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Terima kasih pada seluruh pihak yang berkontribusi dalam penanganan Covid-19, tak terkecuali kepada tenaga kesehatan. Salah satu garda terdepan tenaga kesehatan yang mempunyai penciri memberikan pelayanan selama 24 jam adalah perawat.
Perawat menjadi penentu mutu dan keselamatan pasien khususnya di rumah sakit, mengingat yang berada di dekat pasien dan mempunyai durasi jam terlama di pasien. Oleh sebab itu, perawat akan mengolaborasikan pelayanan dan asuhan pasien yang tujuannya adalah asuhan berpusat pada pasien.
Lesson learn yang dapat kita pelajari pada masa Covid ini adalah kita harus belajar cepat untuk mengembangkan metode dan sistem pelayanan yang aman baik untuk klien, (pasien dan keluarga) dan juga untuk keamanan dari tenaga kesehatan. Suatu pembelajaran telah dilaksanakan untuk tetap caring pada pasien, menjamin mutu dan kualitas asuhan, serta menurunkan angka keterpaparan.
Dari sisi pelayanan keperawatan, dilaksanakan berbagai inovasi dan perubahan penjadwalan, durasi jam praktik, proporsi antara pasien dan perawat, rekrutmen relawan, dan pelibatan mahasiswa tingkat akhir dalam asuhan keperawatan (Basky, 2020; Li et al., 2020). Tata ulang ruangan, pengaturan zona, penyediaan protective personal equipment (PPE), percepatan vaksin, serta dukungan edukasi serta motivasi psikososial yang dilaksanakan untuk mengurangi keterpaparan, dan kelelahan perawat (Addo et al., 2020; Crisis Standard of Care COVID-19 Pandemic, n.d.; Huang et al., 2020b; Thomas et al., 2020b; Walton et al., 2020a).
Pembelajaran lain yang sangat "powerfull " adalah penggunaan teknologi. Sistem monitoring pasien, pembelajaran online untuk training cepat bagi tenaga kesehatan dan juga edukasi pada pasien. Dari sisi manajemen dikembangkan manajemen disaster yang mampu merencanakan kebutuhan PPE, pengaturan penjadwalan dan perencanaan staf untuk mengatasi shortage perawat.
Pada era Covid ini juga mendorong penggunaan rekam medis elektronik, telenursing, penggunaan robot (Sparwasser et al., 2021), serta penggunaan virtual reality untuk mengurangi kecemasan pasien (Zasadzka et al., 2021; Zhang et al., 2020).
Penggunaan teknologi dan informasi di bidang kesehatan atau keperawatan sesungguhnya bukan hal yang baru. Namun, seiring adanya pandemi Covid-19 untuk suatu tujuan asuhan yang efektif dan efisien, serta meminimalkan transmisi, transformasi digitalisasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan dan asuhan.
Nursing Information System (NIS) merupakan kombinasi antara ilmu keperawatan, ilmu informasi, komunikasi, dan teknologi. NIS akan membantu perawat untuk melaksanakan asuhan, mendokumentasikan, menggunakan data untuk membantu pengambilan keputusan klinis, riset, edukasi dan keputusan manajemen (Murphy, 2010).
Manfaat teknologi digital ini telah banyak disampaikan, antara lain sistem e-dokumentasi bagi keperawatan yang dapat meningkatkan kesinambungan asuhan, meningkatkan kelengkapan, menjadi alat komunikasi antar tim kesehatan dan membantu keputusan klinis keperawatan (Dwisatyadini et al., 2018; Hariyati et al., 2016; Hariyati et.al.,2020).
Penggunaan teknologi akan menghemat beberapa item kegiatan, dengan demikian diharapkan efisiensi waktu ini digunakan oeleh perawat untuk lebih caring pada pasien.
Bagaimana setelah kita mengetahui manfaat teknologi? Suatu pekerjaan rumah berikutnya adalah bagaimana keperawatan menggunakan alat bantu teknologi untuk meningkatkan pelayanan, asuhan, pengelolaan, pendidikan dan riset di bidang keperawatan. Kompetensi perawat yang dahulu hanya difokuskan untuk asuhan pasien, harus bertransformasi dengan menambahkan suatu kompetensi di bidang Nursing Informatics.
Kompetensi bidang Nursing Informatics adalah kemampuan yang tidak hanya menggunakan teknologi, tetapi juga harus mampu merubah data menjadi informasi, mengaplikasikan, mengintegrasikan serta terus mengembangkan bidang teknologi dan sistem informasi. Level kompetensi yang harus dimiliki oleh profesional keperawatan adalah dimulai dari menggunakan, menginterasikan, menganalisis, mengembangkan, dan menggunakannya dengan “wisdom” (Liston, 2019; Olajubu et al., 2014).
Penggunaan teknologi dengan “wisdom” menjadi tantangan bagi keperawatan, mengingat tak jarang di era distrubsi ini banyak adanya penggunaan teknologi secara tidak bijak, melanggar etika profesi bahkan sampai pelanggaran peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu setiap perawat harus dikenalkan bagaimana menggunakan teknologi dalam asuhan sampai pada level “wisdom".
Konsep “Technological Competency as Caring in Nursing” telah dikenalkan oleh Kongsuwan & Locsin., (2011). Konsep ini merupakan perwujudan kesiapan perawat menuju ke tahapan Sosiety 5.0. Pada Society 5.0 seorang perawat didorong untuk tidak hanya menekankan pada teknologi tetapi berpusat pada manusia khususnya perawat yang kompeten dalam berpikir kritis, kreatif, kemampuan manajemen, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi mengedepankan pelayanan, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif.
Pekerjaan rumah bagi penyelenggaraan pendidikan bidang keperawatan untuk dapat menyiapkan perawat yang kompeten tidak hanya literate pada teknologinya, tetapi mampu untuk mengintegrasikan teknologi dengan ilmu keperawatan serta mempunyai kompetensi dalam literasi informasi. Literasi informasi meliputi bagaimana memaknai informasi klien sebagai data privasi yang perlu digunakan untuk mendukung asuhan dan pengambilan keputusan.
DNA asuhan berbasis teknologi adalah tetap pada caring, dengan adanya teknologi merupakan sarana perawat untuk lebih caring kepada klien, karena mengetahui data pasien, mengetahui perkembangan pasien, dengan dibantu teknologi maka implementasi asuhan keperawatan untuk lebih cepat, tepat dan aman. Teknologi bukan untuk menjauhkan perawat dari pasien, tetapi justru memberikan ruang waktu untuk lebih caring pada kondisi pasien dan segera memberikan bantuan sesuai perkembangan pasien.
Tidak hanya pada sisi pendidikan, di fasilitas kesehatan seperti di rumah sakit, puskesmas, klinik, praktik mandiri, home care implementasi digitalisasi harus dikawal oleh manajer keperawatan dan komite keperawatan. Pimpinan keperawatan harus mengawal perawat dalam penggunaan teknologi untuk membantu asuhan yang lebih aman dan berkualitas.
Di fasilitas kesehatan hendaknya sudah mulai dipikirkan kebijakan tentang pemanfaatan teknologi, misalnya pedoman penggunaan sosial media, penggunaan perangkat teknologi pribadi di saat berdinas, dan bagaimana sosialisasi “caring” sebagai “DNA” dalam penggunaan teknologi.
Sejatinya pada Permenkes Nomor 40 Tahun 2017, telah disampaikan kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk memberikan pelatihan topik Sistem Informasi Manajemen Keperawatan. Berbasis ini, fasyankes harus memberikan pembekalan bidang teknologi dan sistem informasi, termasuk di dalamnya etika dalam penggunaan teknologi, dan pimpinan perawat menjadi contoh bagi staf dalam penggunaan teknologi secara bijak untuk mendukung asuhan-pelayanan keperawatan. Transformasi digitalisasi tidak bisa dihindari. Tantangan terbesar adalah bagaimana perawat mampu menggunakan teknologi sebagai sarana menjadi lebih "caring" pada pasien. "DNA" teknologi dalam pelayanan keperawatan adalah terletak pada fondasi "caring".
(zik)