Penyakit Akibat Tak Imunisasi Dinilai Lebih Bahaya dari Corona

Senin, 08 Juni 2020 - 15:37 WIB
loading...
Penyakit Akibat Tak Imunisasi Dinilai Lebih Bahaya dari Corona
Pandemi virus Corona berdampak pada pelayanan kesehatan, salah satunya imunisasi yang rutin dilaksanakan di Posyandu, Puskesmas, ataupun fasilitas lainnya. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19) telah berdampak pada pelayanan kesehatan, salah satunya program imunisasi yang rutin dilaksanakan di Posyandu, Puskesmas, ataupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

(Baca juga: Efek Pandemi Covid-19, 17 Persen Masyarakat Terkena PHK)

Hal ini dikatakan oleh Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Hartono Gunardi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Senin (8/6/2020).

(Baca juga: Update Corona Minggu: Positif 31.186 Orang, 10.498 Sembuh dan 1.851 Meninggal)

"Memang situasi pandemi Covid-19 ini merupakan suatu hal yang sangat menghambat proses imunisasi. Banyak orang tua takut untuk membawa anaknya ke Puskesmas atau ke Posyandu," ucap Hartono.

Hartono pun mengingatkan penyakit akibat tidak dilakukannya imunisasi lebih berbahaya dari Covid-19. "Dan ini akan sangat beresiko untuk mendapatkan double outbreak. Double outbreak ini artinya sudah kita mengalami kejadian Covid, tapi ditambah lagi dengan penyakit yang hanya bisa dicegah dengan imunisasi," katanya.

Contoh yang paling gampang, kata Hartono adalah campak. "Kita takut dengan Covid, tapi jauh lebih berbahaya adalah campak. Kalau satu orang penderita covid ini bisa menularkan satu sampai tiga orang," ungkapnya.

"Tapi campak, satu orang terkena campak bisa menularkan ke 18 orang. Jadi dia jauh lebih berbahaya daripada Covid ini. Dan kalau penderita Covid ini batuk atau bersin jarak dropletnya itu bisa berjalan kira-kira 2 meter. Kalau campak lebih dari 6 meter. Jadi jangan lupakan imunisasi ini," jelas Hartono.

Selain itu, penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi adalah Difteri. Jika anak sudah terkena Difteri dan sakit, maka saluran nafasnya akan tertutup oleh selaput membran. Kalau tertutup selaput membran, anak tidak bisa bernafas dan akan berbunyi seperti orang ngorok.

"Kemudian kita harus membuat lobang, kalau selaputnya dicongkel, dia kan berdarah-darah dan anaknya bisa meninggal akibat pendarahan. Oleh karena itu leher harus dilobangi untuk saluran nafas," ungkap Hartono.

Untuk menetralisir racun yang disebabkan dikeluarkan oleh kuman Difteri itu, kata Hartono masih pakai serum. Namun, serumnya tidak ada dibuat Indonesia, diimpor dari negara lain.

Bahkan, sebagian besar pabrik pembuat serum Difteri itu sudah tutup. Karena penyakit Difteri tidak ada lagi di negara tempat pembuat, enggak laku dijual.

Hartono pun menegaskan jangan sampai anak-anak Indonesia tertular Difteri ataupun Campak. "Jangan sampai terjadi outbreak, dan bawa ke Posyandu ataupun Puskesmas untuk," tegas Hartono.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0947 seconds (0.1#10.140)