Soal Larangan Mudik, Pemerintah Tegaskan Tidak Ingin 'Grusa Grusu'
loading...
A
A
A
JAKARTA -
Pemerintah menegaskan tidak ingin tergesa-gesa atau "grusa-grusu" dalam mengambil kebijakan pelarangan mudik Lebaran. Kebijakan tersebut diambil dengan melalui pendekatan yang bersifat gradual atau bertahap.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan tentang tahapan yang dilalui pemerintah dalam menetapkan larangan mudik bagi masyarakat.
Tahap pertama, yaitu tahap "menghimbau". Pemerintah secara persuasif dan edukatif mengajak masyarakat untuk tidak mudik guna memutus mata rantai penyebaran Covid 19 dari wilayah epicentrum ke daerah.
"Tahap ini diambil awal April dan sudah membuahkan hasil dengan penurunan drastis jumlah pemudik hingga 40 persen dibandingkan tahun lalu saat imbauan gencar dilakukan," kata Mendagri dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (22/4/2020).
Pada tahap imbauan, kata dia, digencarkan edukasi tentang model penularan Covid-19 berikut rentannya arus mudik menjadi arena penularan virus. Kerja sama antarprovinsi untuk mengimbau warganya untuk tidak pulang kampung juga difasilitasi oleh Kemendagri.
"Di tahap ini kesadaran masyarakat kita bangun bersama. Kampanye edukatif tentang pengenalan Corona, cara penyebaran, titik lemah virus serta cara efektif pencegahannya seperti PHSB (Pola Hidup Sehat dan Bersih) seperti memakai masker, hand sanitizer, rajin cuci tangan dan physical distancing dilakukan oleh Kemendagri dengan menggerakkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat. Sosialisasi ini berbuah positif ke perubahan pola perilaku masyarakat," tuturnya.
Mendagri menjelaskan, setiap tahap dan langkah dievaluasi. Dimonitor secara terus menerus kondisi dinamis masyarakat. Bila ada pendekatan yang kurang tepat, langsung diperbaiki. "Demikian proses kebijakan publik melawan Covid 19 kita lakukan termasuk di dalam merespons isu mudik," tandasnya.
Setelah masa tahap pertama atau mengimbau untuk tidak mudik dirasa sudah memadai, kata dia, pemerintah masuk ke langkah atau tahap kedua yaitu pelarangan mudik sebagaimana sudah ditetapkan lewat rapat terbatas bersama Presiden yang berlaku mulai 28 april-7 mei 2020.
Mendagri menjelaskan tindakan pelarangan mudik tidak ditempuh di awal. Tindakan atau kebijakan drastis yang langsung keras di awal memiliki efek sosiologis berskala besar akan sulit diperbaiki bila terdapat kekurang siapan penerapannya di lapangan. "Banyak aspek harus dipersiapkan termasuk kecukupan dan kelancaran distribusi logistik termasuk kebutuhan pangan," tuturnya.
Dia mencontohkan peristiwa yang terjadi di India. Di awal April 2020, ketika India menetapkan lockdown secara tiba-tiba yang langsung diikuti dengan law enforcemen dengan sanksi yang keras, ujungnya memicu kerusuhan dan kekacauan di masyarakat.
"Kita tidak menghendaki demikian," katanya. ( )
Oleh karena itu, kata Mendagri, pemerintah menempuh gaya kebijakan yang gradual namun berlanjut, dari bersifat persuasif ke arah yang semakin tegas.
Hal itu dikatakannya terlihat dalam kebijakan larangan mudik yang harus diperhitungkan dari berbagai aspek termasuk waktu dan kondisi sosiologis masyarakat.
Dengan cara gradual, sambung dia, seluruh elemen masyarakat akan memiliki kesempatan untuk beradaptasi terhadap kebijakan itu sehingga menghindari gejolak sosial akibat danpak kebijakan yang “grusa grusu”
Menurut dia, Presiden Jokowi bersama Kemendagri, serta kementerian lain tampak solid, tenang dan secara gradual solid menyatukan gerak pusat-daerah di dalam menghadapi Covid-19 mulai dari isu penanganan kapasitas kesehatan, isu mudik, bansos dan jaring pengaman sosial hingga realokasi APBD dari 540 Pemda untuk fokus menangani Covid-19.
"Hasilnya mobilitas sumber daya nasional termasuk kekuatan gotong-royong masyarakat dapat dikerahkan secara solid untuk melawan Covid-19," tuturnya.
Pemerintah menegaskan tidak ingin tergesa-gesa atau "grusa-grusu" dalam mengambil kebijakan pelarangan mudik Lebaran. Kebijakan tersebut diambil dengan melalui pendekatan yang bersifat gradual atau bertahap.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan tentang tahapan yang dilalui pemerintah dalam menetapkan larangan mudik bagi masyarakat.
Tahap pertama, yaitu tahap "menghimbau". Pemerintah secara persuasif dan edukatif mengajak masyarakat untuk tidak mudik guna memutus mata rantai penyebaran Covid 19 dari wilayah epicentrum ke daerah.
"Tahap ini diambil awal April dan sudah membuahkan hasil dengan penurunan drastis jumlah pemudik hingga 40 persen dibandingkan tahun lalu saat imbauan gencar dilakukan," kata Mendagri dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (22/4/2020).
Pada tahap imbauan, kata dia, digencarkan edukasi tentang model penularan Covid-19 berikut rentannya arus mudik menjadi arena penularan virus. Kerja sama antarprovinsi untuk mengimbau warganya untuk tidak pulang kampung juga difasilitasi oleh Kemendagri.
"Di tahap ini kesadaran masyarakat kita bangun bersama. Kampanye edukatif tentang pengenalan Corona, cara penyebaran, titik lemah virus serta cara efektif pencegahannya seperti PHSB (Pola Hidup Sehat dan Bersih) seperti memakai masker, hand sanitizer, rajin cuci tangan dan physical distancing dilakukan oleh Kemendagri dengan menggerakkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat. Sosialisasi ini berbuah positif ke perubahan pola perilaku masyarakat," tuturnya.
Mendagri menjelaskan, setiap tahap dan langkah dievaluasi. Dimonitor secara terus menerus kondisi dinamis masyarakat. Bila ada pendekatan yang kurang tepat, langsung diperbaiki. "Demikian proses kebijakan publik melawan Covid 19 kita lakukan termasuk di dalam merespons isu mudik," tandasnya.
Setelah masa tahap pertama atau mengimbau untuk tidak mudik dirasa sudah memadai, kata dia, pemerintah masuk ke langkah atau tahap kedua yaitu pelarangan mudik sebagaimana sudah ditetapkan lewat rapat terbatas bersama Presiden yang berlaku mulai 28 april-7 mei 2020.
Mendagri menjelaskan tindakan pelarangan mudik tidak ditempuh di awal. Tindakan atau kebijakan drastis yang langsung keras di awal memiliki efek sosiologis berskala besar akan sulit diperbaiki bila terdapat kekurang siapan penerapannya di lapangan. "Banyak aspek harus dipersiapkan termasuk kecukupan dan kelancaran distribusi logistik termasuk kebutuhan pangan," tuturnya.
Dia mencontohkan peristiwa yang terjadi di India. Di awal April 2020, ketika India menetapkan lockdown secara tiba-tiba yang langsung diikuti dengan law enforcemen dengan sanksi yang keras, ujungnya memicu kerusuhan dan kekacauan di masyarakat.
"Kita tidak menghendaki demikian," katanya. ( )
Oleh karena itu, kata Mendagri, pemerintah menempuh gaya kebijakan yang gradual namun berlanjut, dari bersifat persuasif ke arah yang semakin tegas.
Hal itu dikatakannya terlihat dalam kebijakan larangan mudik yang harus diperhitungkan dari berbagai aspek termasuk waktu dan kondisi sosiologis masyarakat.
Dengan cara gradual, sambung dia, seluruh elemen masyarakat akan memiliki kesempatan untuk beradaptasi terhadap kebijakan itu sehingga menghindari gejolak sosial akibat danpak kebijakan yang “grusa grusu”
Menurut dia, Presiden Jokowi bersama Kemendagri, serta kementerian lain tampak solid, tenang dan secara gradual solid menyatukan gerak pusat-daerah di dalam menghadapi Covid-19 mulai dari isu penanganan kapasitas kesehatan, isu mudik, bansos dan jaring pengaman sosial hingga realokasi APBD dari 540 Pemda untuk fokus menangani Covid-19.
"Hasilnya mobilitas sumber daya nasional termasuk kekuatan gotong-royong masyarakat dapat dikerahkan secara solid untuk melawan Covid-19," tuturnya.
(dam)