Pimpinan DPD Kompak Upayakan Peluang untuk Capres Independen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) RI kompak mengupayakan peluang untuk calon presiden ( capres ) independen atau bukan dari partai politik. Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono mengatakan, alasan yang disampaikan oleh Ketua DPD RI LaNyalla Matalitti sangat jelas mengenai keinginan DPD untuk mendorong capres independen.
"DPD sebagai bagian dari parlemen yang berada pada posisi di luar partai, tentu akan mencoba untuk memperjuangkan hal-hal yang menjadi keinginan dari masyarakat bangsa ini," kata Nono acara Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Refleksi Akhir Tahun DPD RI di Bandung, Jawa Barat, Jumat 3 Desember 2021 malam sebagaimana keterangan pers yang diterima pada Sabtu (4/12/2021).
Nono pun menjelaskan soal apa yang menjadi rekomendasi MPR pada periode 2009-2014 dan 2014-2019, yang masing-masing ada 7 rekomendasi. Pada poin 1, 2, dan 3 rekomendasi tersebut, merekomendasikan perlu adanya pokok-pokok haluan negara, tentang penataan kewenangan MPR, dan tentang penataan kewenangan DPD.
Menurutnya, 3 hal ini sama persis baik periode yang lalu maupun yang setelah itu. Terkait dengan pokok-pokok haluan negara dan penataan kewenangan MPR dan DPD sudah pasti harus ada amendemen. Sehingga, wacana amendemen UUD 1945 ini tidak bisa dihindari.
"Karena keinginan MPR juga bukan otomatis bukan ujug-ujug langsung muncul tetapi juga menyerap aspirasi dari masyarakat," imbuhnya.
Lalu soal pemilu, kata Nono, terdapat Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 Tentang Pemilu, tetapi beberapa waktu yang lalu usulan merevisi UU Pemilu ini dibatalkan. Ada keinginan DPD RI kembali mengusulkan revisi UU Pemilu tersebut, tetapi proses kelembagaan harus berjalan di mana ada faktor waktu dan tahapan di dalamnya.
"Jadi kami di pimpinan berempat juga ngomong-ngomong dan kita memberikan tugas kepada komite satu untuk apakah bisa merevisi atau mengusulkan, tinggal ini waktunya cukup atau tidak. Karena bagaimanapun juga kita harus mengikuti tahapan-tahapan itu, kalau tidak maka akan menjadi persoalan," tutur Nono.
Tetapi, dia menegaskan, tidak mustahil DPD berjuang terus atas dorongan dari masyarakat tentunya sebagaimana yang disampaikan Ketua DPD bahwa dari survei persepsi masyarakat, ada 71% publik itu menghendaki misalnya figur dari nonpartai. "Apalagi survei terakhir sudah memberikan gambaran seperti itu saya kira DPD akan berjuang ke sana," tegasnya.
Kemudian, Wakil Ketua II DPR RI Mahyudin mengatakan, orang Indonesia itu sudah pintar semua hanya saja mereka dipaksa untuk tidak punya pilihan, itu saja masalahnya. Jadi dalam demokrasi itu semakin banyak calon maka semakin bagus.
"Banyak orang pintar di republik ini, dia bisa memimpin bangsa ini dengan baik tetapi dia tidak punya kesempatan karena tidak punya perahu, mau jujur saya juga bisa jadi presiden sebenarnya, cuma yang partai pengusungnya siapa," ujarnya di kesempatan sama.
Politikus Golkar ini pun menceritakan pengalamannya di partai, misalnya saja mau menjadi calon gubernur atau bupati itu akan menghadapi proses yang berat, melakukan lobi-lobi yang menghabiskan banyak uang, padahal belum bertarung di pilkada. "Jadi presiden threshold 20%, terus kalau dikunci gampang kuncinya, pengalaman saya begitu," ujarnya.
Bahkan, kata Mahyudin, dirinya dulu bisa membuat adanya calon tunggal di pilkada, semua dukungan disapu bersih dan disisakan calon bayangan. "Dulu bisa membikin sebuah daerah calon tunggal bupati, partai kandangin semua, jalankan kader kita supaya ada pasangan lain Jadi kan calon bayangan, yang jadi pasti ini, karena ruang untuk mengunci itu ada, jangan dulu sistemnya gabungan partai politik, ini saya cerita-cerita yang lalu lah, tetapi sekarang juga masih ada," ungkap Mahyudin.
"DPD sebagai bagian dari parlemen yang berada pada posisi di luar partai, tentu akan mencoba untuk memperjuangkan hal-hal yang menjadi keinginan dari masyarakat bangsa ini," kata Nono acara Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Refleksi Akhir Tahun DPD RI di Bandung, Jawa Barat, Jumat 3 Desember 2021 malam sebagaimana keterangan pers yang diterima pada Sabtu (4/12/2021).
Nono pun menjelaskan soal apa yang menjadi rekomendasi MPR pada periode 2009-2014 dan 2014-2019, yang masing-masing ada 7 rekomendasi. Pada poin 1, 2, dan 3 rekomendasi tersebut, merekomendasikan perlu adanya pokok-pokok haluan negara, tentang penataan kewenangan MPR, dan tentang penataan kewenangan DPD.
Menurutnya, 3 hal ini sama persis baik periode yang lalu maupun yang setelah itu. Terkait dengan pokok-pokok haluan negara dan penataan kewenangan MPR dan DPD sudah pasti harus ada amendemen. Sehingga, wacana amendemen UUD 1945 ini tidak bisa dihindari.
"Karena keinginan MPR juga bukan otomatis bukan ujug-ujug langsung muncul tetapi juga menyerap aspirasi dari masyarakat," imbuhnya.
Lalu soal pemilu, kata Nono, terdapat Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 Tentang Pemilu, tetapi beberapa waktu yang lalu usulan merevisi UU Pemilu ini dibatalkan. Ada keinginan DPD RI kembali mengusulkan revisi UU Pemilu tersebut, tetapi proses kelembagaan harus berjalan di mana ada faktor waktu dan tahapan di dalamnya.
"Jadi kami di pimpinan berempat juga ngomong-ngomong dan kita memberikan tugas kepada komite satu untuk apakah bisa merevisi atau mengusulkan, tinggal ini waktunya cukup atau tidak. Karena bagaimanapun juga kita harus mengikuti tahapan-tahapan itu, kalau tidak maka akan menjadi persoalan," tutur Nono.
Tetapi, dia menegaskan, tidak mustahil DPD berjuang terus atas dorongan dari masyarakat tentunya sebagaimana yang disampaikan Ketua DPD bahwa dari survei persepsi masyarakat, ada 71% publik itu menghendaki misalnya figur dari nonpartai. "Apalagi survei terakhir sudah memberikan gambaran seperti itu saya kira DPD akan berjuang ke sana," tegasnya.
Kemudian, Wakil Ketua II DPR RI Mahyudin mengatakan, orang Indonesia itu sudah pintar semua hanya saja mereka dipaksa untuk tidak punya pilihan, itu saja masalahnya. Jadi dalam demokrasi itu semakin banyak calon maka semakin bagus.
"Banyak orang pintar di republik ini, dia bisa memimpin bangsa ini dengan baik tetapi dia tidak punya kesempatan karena tidak punya perahu, mau jujur saya juga bisa jadi presiden sebenarnya, cuma yang partai pengusungnya siapa," ujarnya di kesempatan sama.
Politikus Golkar ini pun menceritakan pengalamannya di partai, misalnya saja mau menjadi calon gubernur atau bupati itu akan menghadapi proses yang berat, melakukan lobi-lobi yang menghabiskan banyak uang, padahal belum bertarung di pilkada. "Jadi presiden threshold 20%, terus kalau dikunci gampang kuncinya, pengalaman saya begitu," ujarnya.
Bahkan, kata Mahyudin, dirinya dulu bisa membuat adanya calon tunggal di pilkada, semua dukungan disapu bersih dan disisakan calon bayangan. "Dulu bisa membikin sebuah daerah calon tunggal bupati, partai kandangin semua, jalankan kader kita supaya ada pasangan lain Jadi kan calon bayangan, yang jadi pasti ini, karena ruang untuk mengunci itu ada, jangan dulu sistemnya gabungan partai politik, ini saya cerita-cerita yang lalu lah, tetapi sekarang juga masih ada," ungkap Mahyudin.
(rca)