Aplikasi Platform Anak Negeri Dinilai Miliki Keamanan Data Lebih Baik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Asosiasi Advance Simulator and Technology (Asitech) Indonesia, Rivira Yuana memastikan aplikasi bikinan anak negeri meski masih menggunakan platform open source (sumber terbuka) namun secara kustomisasi dapat menghasilkan keamanan data yang lebih baik.
“Dengan source code (naskah program) dikuasai anak negeri serta menggunakan server yang bisa dibuktikan terjamin keamanannya di Indonesia, akan memberikan tingkat secure yang lebih baik,” terang Rivira Yuana dalam pernyataan tertulis, Minggu (7/6/2020). (Baca juga: Mensos Ungkap Alasan Besaran Bansos Turun Jadi Rp300 Ribu di Bulan Juli-Desember)
Pernyataan Rivira Yuana ini menanggapi isu keamanan yang menghantui pengguna aplikasi seminar daring seperti Zoom. Antara lain, terjadinya penyusupan orang tidak dikenal saat video conference (Zoombombing), data pengguna bocor hingga panggilan yang tidak dienkripsi end to end.
Kelemahan keamanan ini, memicu sejumlah organisasi, perusahaan, pemerintah, lembaga pemerintah, dan sekolah melarang penggunaan zoom atau membatasi penggunaannya. “Anak negeri harus segera menjawab persoalan ini. Kita harus segera tampil kedepan, agar aplikasi rancangan anak negeri bisa popular dan mengalahkan aplikasi-aplikasi bikinan luar yang memiliki pendanaan besar,” jelasnya.
Momentum keresahan ini, kata Rivira, mesti dimanfaatkan web developer asal Indonesia secara optimal. Hal ini akan membuat pertambahan user experience (pengalaman pengguna-red) bisa secara eksponensial sehingga produk cepat menuju masa kematangannya (matured). “Jika angka user experience ini bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta pengguna, tentu aplikasi anak negeri akan lebih cepat mencapai skala ekonomis,” terang Rivira.
“Perusahaan pembuat aplikasi anak neger ini, juga bisa secara tidak langsung dapat “menjual” jumlah pengguna aplikasi untuk menarik investor besar,” tambahnya.
Untuk itu, menurut Rivira, diperlukan komitmen seluruh masyarakat Indonesia akan keberpihakan terhadap aplikasi bikinan lokal berupa sinergi dan kolaborasi berbagai pihak untuk memajukan karya anak negeri. “Saat ini, aplikasi webinar dan video conference bikinan anak negeri tersebut sudah ada, tinggal didorong melalui sinergi dan kolaborasi banyak pihak untuk sama-sama mengembangkannya menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.”
“Semua kekurangan pada produk ini dapat segera diselesaikan jika penggunanya sudah mencapai skala ekonomis misalnya 10% dari jumlah penduduk Indonesia. Belajar dari Korea, dulu telpon genggam merk Samsung dipandang sebelah mata, tapi seiring berjalannya waktu saat ini sudah menjadi brand kelas dunia dengan kapitalisasi market tertinggi," sambungnya.
Masalah perangkat keras, menurut Rivira, Indonesia memang masih memiliki banyak kekurangan. Salah satunya, kurang tersedianya infrastruktur pendukung seperti pabrik komponen. Namun, dalam bisnis digital, sepertinya otak orang Indonesia tidak akan kalah jika saja diberi kesempatan yang sama.
“Semua aplikasi, siapa pun yang membuat, pasti awalnya memiliki banyak kekurangan. Makin banyak pengguna yang jadi ‘penguji’ terhadap aplikasi digital, maka makin cepat produk tersebut mencapai kesempurnaan dari sisi pengguna meskipun dalam inovasi tidak ada istilah berhenti,” tegasnya.
“Dengan source code (naskah program) dikuasai anak negeri serta menggunakan server yang bisa dibuktikan terjamin keamanannya di Indonesia, akan memberikan tingkat secure yang lebih baik,” terang Rivira Yuana dalam pernyataan tertulis, Minggu (7/6/2020). (Baca juga: Mensos Ungkap Alasan Besaran Bansos Turun Jadi Rp300 Ribu di Bulan Juli-Desember)
Pernyataan Rivira Yuana ini menanggapi isu keamanan yang menghantui pengguna aplikasi seminar daring seperti Zoom. Antara lain, terjadinya penyusupan orang tidak dikenal saat video conference (Zoombombing), data pengguna bocor hingga panggilan yang tidak dienkripsi end to end.
Kelemahan keamanan ini, memicu sejumlah organisasi, perusahaan, pemerintah, lembaga pemerintah, dan sekolah melarang penggunaan zoom atau membatasi penggunaannya. “Anak negeri harus segera menjawab persoalan ini. Kita harus segera tampil kedepan, agar aplikasi rancangan anak negeri bisa popular dan mengalahkan aplikasi-aplikasi bikinan luar yang memiliki pendanaan besar,” jelasnya.
Momentum keresahan ini, kata Rivira, mesti dimanfaatkan web developer asal Indonesia secara optimal. Hal ini akan membuat pertambahan user experience (pengalaman pengguna-red) bisa secara eksponensial sehingga produk cepat menuju masa kematangannya (matured). “Jika angka user experience ini bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta pengguna, tentu aplikasi anak negeri akan lebih cepat mencapai skala ekonomis,” terang Rivira.
“Perusahaan pembuat aplikasi anak neger ini, juga bisa secara tidak langsung dapat “menjual” jumlah pengguna aplikasi untuk menarik investor besar,” tambahnya.
Untuk itu, menurut Rivira, diperlukan komitmen seluruh masyarakat Indonesia akan keberpihakan terhadap aplikasi bikinan lokal berupa sinergi dan kolaborasi berbagai pihak untuk memajukan karya anak negeri. “Saat ini, aplikasi webinar dan video conference bikinan anak negeri tersebut sudah ada, tinggal didorong melalui sinergi dan kolaborasi banyak pihak untuk sama-sama mengembangkannya menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.”
“Semua kekurangan pada produk ini dapat segera diselesaikan jika penggunanya sudah mencapai skala ekonomis misalnya 10% dari jumlah penduduk Indonesia. Belajar dari Korea, dulu telpon genggam merk Samsung dipandang sebelah mata, tapi seiring berjalannya waktu saat ini sudah menjadi brand kelas dunia dengan kapitalisasi market tertinggi," sambungnya.
Masalah perangkat keras, menurut Rivira, Indonesia memang masih memiliki banyak kekurangan. Salah satunya, kurang tersedianya infrastruktur pendukung seperti pabrik komponen. Namun, dalam bisnis digital, sepertinya otak orang Indonesia tidak akan kalah jika saja diberi kesempatan yang sama.
“Semua aplikasi, siapa pun yang membuat, pasti awalnya memiliki banyak kekurangan. Makin banyak pengguna yang jadi ‘penguji’ terhadap aplikasi digital, maka makin cepat produk tersebut mencapai kesempurnaan dari sisi pengguna meskipun dalam inovasi tidak ada istilah berhenti,” tegasnya.