Webinar Perindo, Sekjen PDIP Bicara soal Radikalisme dan Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Perindo menggelar webinar bertajuk 'Tantangan, Radikalisme , dan Konsolidasi Demokrasi', Selasa (23/11/2021). Acara ini merespons munculnya berbagai gerakan radikalisme dan terorisme di Tanah Air.
Hadir sebagai narasumber, Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam dan Cyber Security Susaningtyas Nefo Kertopati, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto dan pengamat politik Said Salahuddin. Webinar ini dimoderatori oleh Sekjen DPP Partai Perindo Ahmad Rofiq.
Hasto Kristiyanto berpandangan, membahas aspek radikalisme-terorisme, tidak bisa terlepas dari potret di tengah masyarakat. Dia mencontohkan, pada Mei 2018 terjadi peristiwa mengejutkan di Surabaya, Jawa Timur, yakni satu keluarga melakukan bom bunuh diri. Menurutnya, peristiwa ini adalah puncak gerakan radikalisme.
Baca juga: Sentil MUI, BNPT Sebut Radikalisme Menyusup ke Lembaga Negara
"Ketika satu keluarga terpengaruh ideologi kegelapan karena keyakinan ekstrem lalu mereka melakukan bom bunuh diri satu keluarga, ini baru pertama kali terjadi di Indonesia, bahkan di dunia yang melibatkan anak-anaknya dalam aksi bom bunuh diri," kata Hasto, Selasa (23/11/2021).
Menurut Hasto, aksi teror ini seharusnya menggugah kesadaran masyarakat mengingat Indonesia adalah bangsa dengan rekam jejak dan basis kultural yang mampu mengatasi segala bentuk perbedaan. Bangsa Indonesia telah memiliki jalan musyawarah di tengah perbedaan.
Hasto menjelaskan, kelompok jihadis yang melakukan berbagai bentuk serangan memiliki mata rantai dengan berbagai masalah geopolitik dunia. Di antaranya terkait masalah Afganistan, ISIS, masalah ketidakadilan akibat Palestina, yang direspons secara ekstrem dengan gerakan-gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca juga: Selain Terorisme dan Radikalisme, MUI Minta Penegak Hukum Berantas KKN
Hasto memaparkan bagaimana jejaring dari berbagai bentuk hubungan internasional, keterlibatan kelompok-kelompok internasional dalam radikalisme dan terorisme yang terjadi di Indonesia. Mengacu pada pakar keamanan dunia, Barry Buzan menangkap bagaimana paska perang dingin, aspek ancaman politik, lingkungan ekonomi, dan sosial jauh lebih dominan daripada militer itu sendiri, termasuk masalah terorisme-radikalisme.
Jessica Stern dalam bukunya berjudul 'Terror in the Name of God', kata Hasto, mengungkapkan bahwa radikalisme-terorisme akar persoalannya adalah kemiskinan, penindasan, dan penghinaan yang begitu panjang. Aksi terorisme itu dikaitkan ekstremis agama dengan isu-isu keadilan.
"Dari tesis ini membuktikan bahwa apapun tema yang dipakai untuk gerakan teror, karena sifatnya antikemanusiaan, bentuk gerakan itu bentuk manipulatif terhadap berbagai agama yang dicampurkan dengan kekuasaan agama, baik itu Islam, Yahudi, Kristen. Berbagai legitimasi agama dijadikan motivasi dan pembenaran atas kejadian teror mereka," katanya.
Hadir sebagai narasumber, Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam dan Cyber Security Susaningtyas Nefo Kertopati, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto dan pengamat politik Said Salahuddin. Webinar ini dimoderatori oleh Sekjen DPP Partai Perindo Ahmad Rofiq.
Hasto Kristiyanto berpandangan, membahas aspek radikalisme-terorisme, tidak bisa terlepas dari potret di tengah masyarakat. Dia mencontohkan, pada Mei 2018 terjadi peristiwa mengejutkan di Surabaya, Jawa Timur, yakni satu keluarga melakukan bom bunuh diri. Menurutnya, peristiwa ini adalah puncak gerakan radikalisme.
Baca juga: Sentil MUI, BNPT Sebut Radikalisme Menyusup ke Lembaga Negara
"Ketika satu keluarga terpengaruh ideologi kegelapan karena keyakinan ekstrem lalu mereka melakukan bom bunuh diri satu keluarga, ini baru pertama kali terjadi di Indonesia, bahkan di dunia yang melibatkan anak-anaknya dalam aksi bom bunuh diri," kata Hasto, Selasa (23/11/2021).
Menurut Hasto, aksi teror ini seharusnya menggugah kesadaran masyarakat mengingat Indonesia adalah bangsa dengan rekam jejak dan basis kultural yang mampu mengatasi segala bentuk perbedaan. Bangsa Indonesia telah memiliki jalan musyawarah di tengah perbedaan.
Hasto menjelaskan, kelompok jihadis yang melakukan berbagai bentuk serangan memiliki mata rantai dengan berbagai masalah geopolitik dunia. Di antaranya terkait masalah Afganistan, ISIS, masalah ketidakadilan akibat Palestina, yang direspons secara ekstrem dengan gerakan-gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca juga: Selain Terorisme dan Radikalisme, MUI Minta Penegak Hukum Berantas KKN
Hasto memaparkan bagaimana jejaring dari berbagai bentuk hubungan internasional, keterlibatan kelompok-kelompok internasional dalam radikalisme dan terorisme yang terjadi di Indonesia. Mengacu pada pakar keamanan dunia, Barry Buzan menangkap bagaimana paska perang dingin, aspek ancaman politik, lingkungan ekonomi, dan sosial jauh lebih dominan daripada militer itu sendiri, termasuk masalah terorisme-radikalisme.
Jessica Stern dalam bukunya berjudul 'Terror in the Name of God', kata Hasto, mengungkapkan bahwa radikalisme-terorisme akar persoalannya adalah kemiskinan, penindasan, dan penghinaan yang begitu panjang. Aksi terorisme itu dikaitkan ekstremis agama dengan isu-isu keadilan.
"Dari tesis ini membuktikan bahwa apapun tema yang dipakai untuk gerakan teror, karena sifatnya antikemanusiaan, bentuk gerakan itu bentuk manipulatif terhadap berbagai agama yang dicampurkan dengan kekuasaan agama, baik itu Islam, Yahudi, Kristen. Berbagai legitimasi agama dijadikan motivasi dan pembenaran atas kejadian teror mereka," katanya.
(abd)