Jadi Tersangka Suap Rp18,9 Miliar, Bupati Hulu Sungai Utara Ditahan KPK

Kamis, 18 November 2021 - 18:33 WIB
loading...
Jadi Tersangka Suap Rp18,9 Miliar, Bupati Hulu Sungai Utara Ditahan KPK
Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa tahun 2021-2022. Foto: SINDOnews/Raka Dwi Novianto
A A A
JAKARTA - Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid (AW) tertunduk lesu saat digelandang petugas keluar Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menuju sel tahanan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel tahun 2021-2022, Abdul Wahid yang mengenakan rompi tahanan tak menjawab sepatah kata pun ketika ditanya wartawan.

"Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 November 2021 sampai dengan 7 Desember 2021, di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021).

Perkara ini merupakan pengembangan dari Operasi tangkap tangan (OTT) yang telah mentersangkakan tiga orang. Mereka yakni Plt Kadis Pekerjaan Umum (PU) HSU Maliki (MK), Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH), dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FRH).



Firli menjelaskan Abdul Wahid selaku bupati Hulu Sungai Utara pada 2019 menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU. KPK menduga Maliki menyerahkan sejumlah uang agar bisa menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan dari Abdul Wahid.

"Penerimaan uang oleh Tersangka AW dilakukan di rumah MK pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan Tersangka AW," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021).

Sekitar awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.

"Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud," katanya.

Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat pemberian komitmen fee dari nilai proyek 10% untuk dirinya dan 5% untuk Maliki. "Adapun pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh Tersangka AW melalui MK, yaitu dari MRH dan FH dengan jumlah sekitar Rp500 juta," ungkapnya.



Selain lewat Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, tahun 2020 sekitar Rp12 miliar dan tahun 2021 sekitar Rp1,8 Miliar.

"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," pungkasnya.

Atas perbuatannya, Abdul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1942 seconds (0.1#10.140)