Menyoal Landasan Permendikburistek No 30/2021 tentang Kekerasan Seksual

Senin, 15 November 2021 - 14:59 WIB
loading...
Menyoal Landasan Permendikburistek...
M Cholil Nafis, Lc, PhD, Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
M Cholil Nafis, Lc, PhD
Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok

PARADIGMA sexual consent adalah istilah yang populer di kalangan aktivis perempuan (feminisme). Banyak ragam definisi yang sampai sekarang belum ada kata sepakat dan belum tuntas tapi ironinya di Indonesia dijadikan acuan Permendikbudristek.

Dikutip dari penelitian Esty Diah Imaniar, bahwa dari 8.145 pembahasan tentang perkosaan, hanya terdapat 42 kajian tentang sexual consent, seluruhnya tanpa rumusan jelas mengenai konsep tersebut. Beberapa menyebut sexual consent sebagai pembeda seks yang baik dan buruk (A. Wertheimer, 2003), pembeda seks menyenangkan dan tidak menyenangkan (H. Jones, 2003), hingga pembeda seks bermoral dan tidak (H.M. Hurd, 1996). Akan tetapi, masing-masing gagal dalam memberikan indikator seks baik, menyenangkan, dan bermoral sebagai acuan, melainkan memunculkan perdebatan baru karenanya.

Persetujuan yang dimaksud pun tidak memiliki kejelasan dimensi psikologis (Hurd, 1996), fisiologis (D. Archard, 1998; T.A. Ostler, 2003), atau keduanya (D. Dripps, 1996; S.E. Hickman dan C.L. Muehlenhard, 1999; H.M. Malm, 1996). Perdebatan selanjutnya, apakah consent diberikan melalui ucapan atau tindakan (Archard, 1998), apakah ditunjukkan ataukah diisyaratkan (Wertheimer, 1996). Mereka yang bersepakat bahwa persetujuan merupakan sikap juga gagal menentukan standar perilaku yang mengindikasikan adanya persetujuan.

Jadi garis besarnya, konsep kekerasan seksual itu kedaulatan tubuh wanita bagi dirinya yang diukur dari persetujuannya. Jadi perempuan berhak penuh pada tubuhnya tanpa intervensi manapun.

Makanya hubungan seksual menjadi baik jika disetujui oleh perempuan dan tidak baik jika tidak disetujui perempuan meskipun dalam perkawinan. Makanya istilah persetujuan menjadi dasar penilaian dalam konsep pemikiran sexual consent.

Kelihatannya, konsep kekerasan seksual itu baik atas dasar menhormati hak asasi manusia. Bahkan suaminya pun bisa terkena pasal kekerasan seksual manakala ia melakukan itu tanpa persetujuan istrinya. Hanya saja mereka lupa dalam mendefinisikan persetujuan itu landasannya apa, apakah kemauan sendiri itu berdasarkan nafsu atau norma agama?

Konsep kekerasan seksual bukan konsep kejahatan seksual. Meskipun saya pribadi lebih cenderung menggunakan istilah kejahatan seksual. Sebab konsep kekerasan seksual cenderung mengabaikan nilai legalitas pernikahan dan lebih pada persepsi perempuan sebagai korban kekerasan seksual.

Padahal sebenarnya hidup ini, utamanya kampus perlu menghapus tindakan asusila dan kejahatan sekaual. Jadi selain soal menghapus kekerasan seksual karena tidak disetujui oleh korban juga menghapus kejahatan seksual karena tidak legal menurut agama dan peraturan perundang-undangan. Jadi landasannya selain hak individu juga menjaga martabat manusia, norma agama, dan Pancasila.

Meskipun Permendikbudristek No 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi tidak secara tersurat menegaskan legalitas pergaulan bebas yang dilakukan atas persetujuan, namun nyatanya telah jelas bahwa delik kekerasan itu hanya diukur dari persetujuan korban. Bukan keabsahannya menurut agama dan peraturan perundang-undangan. Padahal sudah jelas bahwa aktifitas seks menurut agama dan peraturan harus atas dasar legalitas agama dan pemerintah.

Jadi sebenarnya para ulama dan masyarakat sangat setuju atas adanya Permendikbudristek tentang penghapusan kekerasan seksual di kampus. Namun perlu disempurnakan dengan menegaskan norma yang digunakan adalah agama dan Pancasila bukan persetujuan korban semata. Bahkan lebih sempurna lagi manakala Permendikbud ini ditambahkan dengan penghapusan asusila dan kejahatan seksual di kampus.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Pope Francis dan Dialog...
Pope Francis dan Dialog Antaragama untuk Perdamaian
Sinopsis One On One...
Sinopsis One On One - drg. Arianti Anaya: di Balik Viralnya Oknum Dokter Asusila
Mitigasi Daerah dalam...
Mitigasi Daerah dalam Efisiensi APBN
Saksikan Malam Ini The...
Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews
Memotret Kebijakan Palestina...
Memotret Kebijakan Palestina dan Urgensi Harmoni Sosial dalam Perspektif Global
Indonesia Sedang Dalam...
Indonesia Sedang Dalam Darurat Kejahatan Seksual, Sahroni: Hukuman Kebiri Harus Dijalankan
Idulfitri dan Nyepi...
Idulfitri dan Nyepi sebagai Momentum Energi Cinta dan Perdamaian Umat
PMII dan Tantangan Kaderisasi...
PMII dan Tantangan Kaderisasi di Era Ketidakpastian
Nasib Pengawas Sekolah...
Nasib Pengawas Sekolah di Ujung Tanduk?
Rekomendasi
Mengapa Paus Fransiskus...
Mengapa Paus Fransiskus Tidak Dimakamkan di Vatikan?
Siapa Hussein al-Sheikh?...
Siapa Hussein al-Sheikh? Calon Kuat Pemimpin Palestina yang Dituding sebagai Tangan Kanan Zionis
Kambing Misterius Ini...
Kambing Misterius Ini Mampu Hidup di Area Vulkanik selama 2 Abad Lebih
Berita Terkini
Mendagri Tito Buka Peluang...
Mendagri Tito Buka Peluang Revisi UU Ormas, DPR Terbuka: Kalau Urgen
24 menit yang lalu
PMRI Ajak Perantau Riau...
PMRI Ajak Perantau Riau Berkontribusi Membangun Bangsa
24 menit yang lalu
Inovasi AI Diyakini...
Inovasi AI Diyakini Bisa Bawa Dunia Teknologi Semakin Bermanfaat
1 jam yang lalu
Penghargaan Spesial...
Penghargaan Spesial dari GP Ansor untuk Paus Fransiskus
1 jam yang lalu
Wamen Juri Ardiantoro...
Wamen Juri Ardiantoro Bela Gibran soal Monolog: Pekerjaan Wapres Bicara, Masa Dilarang
1 jam yang lalu
BPMI MoU Program Peduli...
BPMI MoU Program Peduli Thalasemia Dalam Penguatan Halal dan Kesehatan
2 jam yang lalu
Infografis
Akhirnya, Ukraina Sepakati...
Akhirnya, Ukraina Sepakati Gencatan Senjata 30 Hari dengan Rusia
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved