Runtuhnya Kepercayaan Medsos
loading...
A
A
A
Bagaimana membangun jurnalisme yang presisi, menarik, akurasi, investigative, tetapi bisa dikunyah dan dikonsumsi banyak masyarakat. Ini soal effort, metode, kompetensi.
“Semestinya harus memikirkan itu. Jangan sampai konten berita yang bagus hanya dibaca segelintir orang, padahal kita punya penduduk sampai 270 juta orang. Ini tantangan bagaimana konten seperti itu bisa diamplifikasi dalam bentuk yang lebih mudah dicerna, tetapi tidak meninggalkan fakta, presisi maupun investigatif,” tukasnya.
Pakar media sosial dari Drone Emprit and Kernels Indonesia Ismail Fahmi melihat literasi digital masyarakat Indonesia saat ini masih tergolong rendah karena pemanfaatan media sosial belum optimal untuk menunjang produktivitas. Jika literasi digital meningkat diharapkan masyarakat memiliki kemampuan untuk bisa lebih cerdas dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi kembali setiap informasi yang ada di media sosial.
Pemikiran kritis pun diperlukan oleh masyarakat untuk lebih dewasa lagi dalam melihat informasi di media sosial, supaya tidak terjadi perselisihan persepsi di antara masyarakat.
"Bila tidak dewasa dalam penggunaan media sosial, pastinya akan mudah dimasuki paham-paham baru, terutama paham kekerasan. Terlebih para generasi muda yang haus dengan berbagai informasi dan bacaan. Masyarakat diharap untuk tidak menelan mentah-mentah secara langung ketika menerima pesan dari media sosial. Selain dari kesadaran masyarakat, peran pemerintah penting untuk mengedukasi publik bahwa bermedia sosial bukan hanya ruang privat tapi sebagai ruang publik,"tutur Ismail.
Pemanfaatan media sosial pada dasarnya menurut Ismail tidak selamanya berdampak negatif, tergantung bagaimana publik menggunakannya. "Fungsi dari media sosial dapat menjadi sebuah wadah untuk masyarakat dalam melakukan transaksi dan bahkan menjadi sebuah media untuk memulai usaha dalam berbagai bidang dengan memanfaatkan tren media sosial yang banyak digunakan masyarakat saat ini,"tegasnya.
Selain itu, media sosial dalam penggunaannya memang bisa tanpa batas, selazimnya sebagai pengguna harus bisa membatasi. Karena, menurut Ismail jika tidak dibatasi akan banyak menimbulkan noise, maka sebagai pengguna media sosial harus bisa membatasi. Sebagai pengguna media sosial haruslah berhati-hati dalam mengambil informasi, karena banyak informasi yang berisikan ujaran kebencian, menyesatkan dan palsu (hoaks) yang mampu membuat perpecahan. “Pemakaian Facebook, Twitter diperlukan strategi yang jelas. Tanpa startegi akan banyak kasus yang ditimbulkan,"tuturnya.
Terlebih, mayoritas masyarakat saat ini telah menggunakan media sosial, namun belum seluruhnya mengetahui cara yang benar dalam memanfaatkannya. Menurutnya, masyarakat memerlukan edukasi untuk kembali memanfaatkan media sosial sesuai dengan tujuan pembentukan wahana sosial tersebut. "Fakta yang ada sekarang masih banyaknya kasus yang berkaitan dengan etika media sosial, tentunya ini menunjukkan bahwa fungsi utama media sosial belum banyak dipahami,"kata Ismail.
Untuk mengatasi hal tersebut, dosen Universitas Islam Indonesia (UII) ini menjelaskan menggunakan media sosial secara sehat bisa dimulai dari diri sendiri dengan mengembangkan sikap kritis dan peduli. "Kritis terhadap apa yang kita baca dan apa yang kita unggah. Kesopanan, saling menghormati atau menghargai saat tatap muka juga harus diterapkan saat online,"tambahnya.
Saat ini yang terpenting menurut Ismail, kita bermedia sosial harus tahu manfaat untuk diri sendiri. Misalnya, bermain Facebook tujuannya apa, apa yang mau di dapatkan manfaatnya dari Facebok. Lalu, menggunakan Twitter, apa yang mau dicari dari Twitter. Minimal itu dulu yang harus dipahami dan mengerti. "Saya kira itu yang harus ditanyakan pada orang saat bermain sosial media, ada tidak tujuan mendapatkan manfaat pengembangan pribadi dan untuk mempromosikan karya atau menggunakan media sosial untuk menyebarkan karya yang kita hasilkan,"ucapnya
“Semestinya harus memikirkan itu. Jangan sampai konten berita yang bagus hanya dibaca segelintir orang, padahal kita punya penduduk sampai 270 juta orang. Ini tantangan bagaimana konten seperti itu bisa diamplifikasi dalam bentuk yang lebih mudah dicerna, tetapi tidak meninggalkan fakta, presisi maupun investigatif,” tukasnya.
Pakar media sosial dari Drone Emprit and Kernels Indonesia Ismail Fahmi melihat literasi digital masyarakat Indonesia saat ini masih tergolong rendah karena pemanfaatan media sosial belum optimal untuk menunjang produktivitas. Jika literasi digital meningkat diharapkan masyarakat memiliki kemampuan untuk bisa lebih cerdas dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi kembali setiap informasi yang ada di media sosial.
Pemikiran kritis pun diperlukan oleh masyarakat untuk lebih dewasa lagi dalam melihat informasi di media sosial, supaya tidak terjadi perselisihan persepsi di antara masyarakat.
"Bila tidak dewasa dalam penggunaan media sosial, pastinya akan mudah dimasuki paham-paham baru, terutama paham kekerasan. Terlebih para generasi muda yang haus dengan berbagai informasi dan bacaan. Masyarakat diharap untuk tidak menelan mentah-mentah secara langung ketika menerima pesan dari media sosial. Selain dari kesadaran masyarakat, peran pemerintah penting untuk mengedukasi publik bahwa bermedia sosial bukan hanya ruang privat tapi sebagai ruang publik,"tutur Ismail.
Pemanfaatan media sosial pada dasarnya menurut Ismail tidak selamanya berdampak negatif, tergantung bagaimana publik menggunakannya. "Fungsi dari media sosial dapat menjadi sebuah wadah untuk masyarakat dalam melakukan transaksi dan bahkan menjadi sebuah media untuk memulai usaha dalam berbagai bidang dengan memanfaatkan tren media sosial yang banyak digunakan masyarakat saat ini,"tegasnya.
Selain itu, media sosial dalam penggunaannya memang bisa tanpa batas, selazimnya sebagai pengguna harus bisa membatasi. Karena, menurut Ismail jika tidak dibatasi akan banyak menimbulkan noise, maka sebagai pengguna media sosial harus bisa membatasi. Sebagai pengguna media sosial haruslah berhati-hati dalam mengambil informasi, karena banyak informasi yang berisikan ujaran kebencian, menyesatkan dan palsu (hoaks) yang mampu membuat perpecahan. “Pemakaian Facebook, Twitter diperlukan strategi yang jelas. Tanpa startegi akan banyak kasus yang ditimbulkan,"tuturnya.
Terlebih, mayoritas masyarakat saat ini telah menggunakan media sosial, namun belum seluruhnya mengetahui cara yang benar dalam memanfaatkannya. Menurutnya, masyarakat memerlukan edukasi untuk kembali memanfaatkan media sosial sesuai dengan tujuan pembentukan wahana sosial tersebut. "Fakta yang ada sekarang masih banyaknya kasus yang berkaitan dengan etika media sosial, tentunya ini menunjukkan bahwa fungsi utama media sosial belum banyak dipahami,"kata Ismail.
Untuk mengatasi hal tersebut, dosen Universitas Islam Indonesia (UII) ini menjelaskan menggunakan media sosial secara sehat bisa dimulai dari diri sendiri dengan mengembangkan sikap kritis dan peduli. "Kritis terhadap apa yang kita baca dan apa yang kita unggah. Kesopanan, saling menghormati atau menghargai saat tatap muka juga harus diterapkan saat online,"tambahnya.
Saat ini yang terpenting menurut Ismail, kita bermedia sosial harus tahu manfaat untuk diri sendiri. Misalnya, bermain Facebook tujuannya apa, apa yang mau di dapatkan manfaatnya dari Facebok. Lalu, menggunakan Twitter, apa yang mau dicari dari Twitter. Minimal itu dulu yang harus dipahami dan mengerti. "Saya kira itu yang harus ditanyakan pada orang saat bermain sosial media, ada tidak tujuan mendapatkan manfaat pengembangan pribadi dan untuk mempromosikan karya atau menggunakan media sosial untuk menyebarkan karya yang kita hasilkan,"ucapnya