Runtuhnya Kepercayaan Medsos
loading...
A
A
A
“Karena itu harus cross check, check and recheck, verifikasi kepada media arus utama. Di situlah muncul adanya dinamika pertumbuhan bahwa publik ketika ingin mencari fakta atau data dari informasi yang verified, maka dia biasanya akan melihat dari media arus utama,”paparnya.
Dia menegaskan, di masa pandemi, momentum bagi media arus utama untuk kembali tampil lebih baik dan menyajikan informasi yang lebih akurat itu terjadi. Asmono melanjutkan, tingginya penggunaan medsos bukan berarti bahwa publik tidak memiliki kepercayaan terhadap media arus utama. Memang di kalangan sebagian generasi Y dan Z ada tren penurunan konsumsi media arus utama. Tetapi sesungguhnya mereka sudah menggunakan medsos untuk mendapatkan informasi terbaru yang sedang terjadi.
Dia menyebut ada satu hal yang tidak dimiliki medsos tetapi dimiliki media arus utama yaitu organisasi news room. Berita, informasi dikelola, disusun, dirancang, agenda setting, dengan akurasi, verifikasi, begitu banyak proses jurnalisme yang sangat ketat.
Langkah itu diyakini akan meminimalisir potensi kesalahan saat berita ditayangkan. Berbeda dengan medsos yang masih terburu-buru mengunggah tanpa menguji dan memverifikasi. Maka informasi keliru sangat besar sekali.
“Karena itu, ini kesempatan bagi media arus utama untuk menunjukkan bahwa apa yang telah mereka produksi, baik itu TV, radio, online, maupun media cetak, harus mampu menjangkau pembaca baru yang selama ini justru notabene mengakses informasi apapun dari medsos. Ini kesempatan media arus utama untuk bangkit dan mengambil peluang,”ujar Founder & CEO PR Indonesia Group itu.
Asmono menilai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) selama ini cenderung melakukan tindakan kursif ketika ada akun medsos, platform atau aplikasi yang meresahkan masyarakat tetapi malah ditutup. Meski tindakan tersebut benar, namun semestinya ada upaya atau inisiatif yang lebih lagi yaitu mengutamakan pada literasi yang massif kepada publik. Menurut dia, implementasinya masih kurang.
“Semestinya Kominfo menjadi dirigen, konduktor untuk membangun kesadaran masyarakat melalui berbagai macam kanal untuk menyadarkan bahwa jangan mudah memproduksi konten di medsos kalau tidak paham dampak yang terjadi! Sepanjang memahami dampaknya, ya silahkan,”paparnya.
Tetapi harus informasi yang produktif dan positif. Perlu juga Kominfo menggandeng media massa atau arus utama untuk melakukan kampanye terus menerus secara berkelanjutan karena ini tidak akan pernah ada ending story-nya.
“Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah. Media arus utama perlu digandeng untuk membangun kolaborasi yang lebih efektif ke depan di dalam mengedukasi publik agar tidak lagi terlalu banyak konten buruk dari medsos,” urainya.
Asmono juga menyarankan kepada media arus utama untuk mengutamakan kualitas atau good journalism. Sebab, selama ini masih banyak yang lebih mengutamakan kecepatan, clickbait. Menurut dia, berita yang berkualitas itu tidak harus clickbait atau dikelola dengan cara provokatif dan kontroversial.
Dia menegaskan, di masa pandemi, momentum bagi media arus utama untuk kembali tampil lebih baik dan menyajikan informasi yang lebih akurat itu terjadi. Asmono melanjutkan, tingginya penggunaan medsos bukan berarti bahwa publik tidak memiliki kepercayaan terhadap media arus utama. Memang di kalangan sebagian generasi Y dan Z ada tren penurunan konsumsi media arus utama. Tetapi sesungguhnya mereka sudah menggunakan medsos untuk mendapatkan informasi terbaru yang sedang terjadi.
Dia menyebut ada satu hal yang tidak dimiliki medsos tetapi dimiliki media arus utama yaitu organisasi news room. Berita, informasi dikelola, disusun, dirancang, agenda setting, dengan akurasi, verifikasi, begitu banyak proses jurnalisme yang sangat ketat.
Langkah itu diyakini akan meminimalisir potensi kesalahan saat berita ditayangkan. Berbeda dengan medsos yang masih terburu-buru mengunggah tanpa menguji dan memverifikasi. Maka informasi keliru sangat besar sekali.
“Karena itu, ini kesempatan bagi media arus utama untuk menunjukkan bahwa apa yang telah mereka produksi, baik itu TV, radio, online, maupun media cetak, harus mampu menjangkau pembaca baru yang selama ini justru notabene mengakses informasi apapun dari medsos. Ini kesempatan media arus utama untuk bangkit dan mengambil peluang,”ujar Founder & CEO PR Indonesia Group itu.
Asmono menilai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) selama ini cenderung melakukan tindakan kursif ketika ada akun medsos, platform atau aplikasi yang meresahkan masyarakat tetapi malah ditutup. Meski tindakan tersebut benar, namun semestinya ada upaya atau inisiatif yang lebih lagi yaitu mengutamakan pada literasi yang massif kepada publik. Menurut dia, implementasinya masih kurang.
“Semestinya Kominfo menjadi dirigen, konduktor untuk membangun kesadaran masyarakat melalui berbagai macam kanal untuk menyadarkan bahwa jangan mudah memproduksi konten di medsos kalau tidak paham dampak yang terjadi! Sepanjang memahami dampaknya, ya silahkan,”paparnya.
Tetapi harus informasi yang produktif dan positif. Perlu juga Kominfo menggandeng media massa atau arus utama untuk melakukan kampanye terus menerus secara berkelanjutan karena ini tidak akan pernah ada ending story-nya.
“Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah. Media arus utama perlu digandeng untuk membangun kolaborasi yang lebih efektif ke depan di dalam mengedukasi publik agar tidak lagi terlalu banyak konten buruk dari medsos,” urainya.
Asmono juga menyarankan kepada media arus utama untuk mengutamakan kualitas atau good journalism. Sebab, selama ini masih banyak yang lebih mengutamakan kecepatan, clickbait. Menurut dia, berita yang berkualitas itu tidak harus clickbait atau dikelola dengan cara provokatif dan kontroversial.