Pemerintah Didorong Gencarkan Vaksinasi Sampai Target Kekebalan Komunitas Tercapai
loading...
A
A
A
Menteri Perhubungan juga menerbitkan Surat Edaran No. 93/2021 yang mengubah aturan sebelumnya tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi COVID-19. Beleid ini menegaskan lagi syarat vaksin pertama dan hasil tes PCR H-3 untuk penumpang pesawat dari, ke, dan di kawasan Jawa–Bali.
Baru empat hari berlalu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada 1 November mengumumkan tes PCR tidak lagi menjadi syarat terbang pada lingkup Jawa–Bali. Kebijakan yang berlaku pada 3 November itu hanya mensyaratkan swab antigen seperti berlaku di luar Jawa–Bali.
Di tengah ketidakpastian kebijakan itu, capaian vaksinasi masih jauh dari target. Pada awal September Presiden Joko Widodo menargetkan 70% warga dapat divaksinasi hingga akhir 2021. Lalu, pada 2 November, target itu sedikit diturunkan: setidaknya 60% warga sudah bisa menerima vaksin dosis kedua pada Desember 2021.
Padahal, menurut data dari Kementerian Kesehatan per 6 November 2021, vaksinasi dosis I masih 59,88 persen (124,7 juta) dan dosis II baru 37,78 persen (78,68 juta) dari target populasi 208,26 juta jiwa. Untuk masyarakat rentan dan umum, cakupannya lebih rendah. Dari target sebanyak 141,2 juta, vaksin dosis pertama mencapai 50,42 persen (71,2 juta) dan dosis kedua 27,57 persen (38,9 juta).
Koalisi telah membantu vaksinasi di 33 kabupaten yang tersebar di 10 provinsi. Provinsi tersebut meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat (Kapuas Hulu), Riau, dan Sumatera Selatan (Semanggus Lama). Hingga saat ini, vaksinasi yang digelar Koalisi telah menjangkau lebih dari 100.000 penerima manfaat yang berasal dari masyarakat adat, penyandang disabilitas, petani dan nelayan, serta kelompok rentan lainnya.
Perluasan akses vaksinasi ini merupakan hasil kerja kolaborasi para anggota koalisi. Misalnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bergerak menggelar vaksinasi di kalangan adat. OHANA dan HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) menggencarkan vaksinasi bagi penyandang disabilitas. KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) membantu vaksinasi di kalangan petani dan nelayan. Filantropi Indonesia membantu vaksinasi di kalangan pemulung, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan kelompok rentan lainnya.
Menurut Hamid, pemerintah perlu mempermudah dan memfasilitasi penyediaan vaksin untuk kegiatan vaksinasi yang dilakukan Koalisi dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Selama ini, menurutnya, banyak inisiatif vaksinasi yang dilakukan Koalisi terhambat dan tidak bisa digelar karena vaksin tak tersedia.
"Ini ironis. Kami diminta membantu pemerintah untuk percepatan vaksinasi, tapi pemerintah tidak menyediakan vaksinnya," kata Hamid.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta pemerintah untuk:
1. Menghentikan kebijakan yang cepat berubah-ubah terkait penanganan pandemi COVID-19 agar tidak membingungkan masyarakat dan memancing hoaks.
2. Menggencarkan vaksinasi, terutama bagi mereka yang kesulitan akses vaksin seperti warga di pedalaman, masyarakat adat, dan kelompok rentan. Khususnya dengan vaksin dari Johnson and Johnson yang hanya sekali suntik, sehingga memudahkan mereka.
3. Menggandeng kelompok masyarakat sipil untuk menggencarkan vaksinasi terutama bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan lainnya.
4. Membantu menyiapkan vaksin bagi kegiatan vaksinasi yang dilakukan Koalisi dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
5. Menggenjot vaksinasi hingga mencapai target minimal untuk mencapai kekebalan komunitas.
Baru empat hari berlalu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada 1 November mengumumkan tes PCR tidak lagi menjadi syarat terbang pada lingkup Jawa–Bali. Kebijakan yang berlaku pada 3 November itu hanya mensyaratkan swab antigen seperti berlaku di luar Jawa–Bali.
Di tengah ketidakpastian kebijakan itu, capaian vaksinasi masih jauh dari target. Pada awal September Presiden Joko Widodo menargetkan 70% warga dapat divaksinasi hingga akhir 2021. Lalu, pada 2 November, target itu sedikit diturunkan: setidaknya 60% warga sudah bisa menerima vaksin dosis kedua pada Desember 2021.
Padahal, menurut data dari Kementerian Kesehatan per 6 November 2021, vaksinasi dosis I masih 59,88 persen (124,7 juta) dan dosis II baru 37,78 persen (78,68 juta) dari target populasi 208,26 juta jiwa. Untuk masyarakat rentan dan umum, cakupannya lebih rendah. Dari target sebanyak 141,2 juta, vaksin dosis pertama mencapai 50,42 persen (71,2 juta) dan dosis kedua 27,57 persen (38,9 juta).
Koalisi telah membantu vaksinasi di 33 kabupaten yang tersebar di 10 provinsi. Provinsi tersebut meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat (Kapuas Hulu), Riau, dan Sumatera Selatan (Semanggus Lama). Hingga saat ini, vaksinasi yang digelar Koalisi telah menjangkau lebih dari 100.000 penerima manfaat yang berasal dari masyarakat adat, penyandang disabilitas, petani dan nelayan, serta kelompok rentan lainnya.
Perluasan akses vaksinasi ini merupakan hasil kerja kolaborasi para anggota koalisi. Misalnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bergerak menggelar vaksinasi di kalangan adat. OHANA dan HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) menggencarkan vaksinasi bagi penyandang disabilitas. KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) membantu vaksinasi di kalangan petani dan nelayan. Filantropi Indonesia membantu vaksinasi di kalangan pemulung, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan kelompok rentan lainnya.
Menurut Hamid, pemerintah perlu mempermudah dan memfasilitasi penyediaan vaksin untuk kegiatan vaksinasi yang dilakukan Koalisi dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Selama ini, menurutnya, banyak inisiatif vaksinasi yang dilakukan Koalisi terhambat dan tidak bisa digelar karena vaksin tak tersedia.
"Ini ironis. Kami diminta membantu pemerintah untuk percepatan vaksinasi, tapi pemerintah tidak menyediakan vaksinnya," kata Hamid.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta pemerintah untuk:
1. Menghentikan kebijakan yang cepat berubah-ubah terkait penanganan pandemi COVID-19 agar tidak membingungkan masyarakat dan memancing hoaks.
2. Menggencarkan vaksinasi, terutama bagi mereka yang kesulitan akses vaksin seperti warga di pedalaman, masyarakat adat, dan kelompok rentan. Khususnya dengan vaksin dari Johnson and Johnson yang hanya sekali suntik, sehingga memudahkan mereka.
3. Menggandeng kelompok masyarakat sipil untuk menggencarkan vaksinasi terutama bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan lainnya.
4. Membantu menyiapkan vaksin bagi kegiatan vaksinasi yang dilakukan Koalisi dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
5. Menggenjot vaksinasi hingga mencapai target minimal untuk mencapai kekebalan komunitas.
(abd)