La Nyalla Sebut Sistem Tata Negara Indonesia Tak Sesuai DNA Bangsa
loading...
A
A
A
MEMPAWAH - Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti menilai sistem tata negara di Indonesia sudah melenceng dari DNA sejarah lahirnya bangsa. Partai politik yang datang belakangan dalam proses lahirnya negara justru berperan penuh dalam menentukan wajah dan arah bangsa.
"Sementara kerajaan dan kesultanan nusantara yang sumbangsihnya besar bagi negeri ini malah tidak mempunyai peran sama sekali. Bahkan seperti terpinggirkan dan tidak dihargai," kata La Nyalla saat berkunjung ke Kerajaan Panembahan Mempawah, Kalimantan Barat, Sabtu (30/10/2021).
La Nyalla melanjutkan, DPD akan terus menyuarakan posisi kerajaan dan kesultanan nusantara dalam lahirnya Indonesia agar ada perhatian dari publik dan pemerintah. Sebab hanya bangsa yang besar yang mampu menghargai sejarah kelahirannya.
"Saya sengaja terus keliling dan menyampaikan tentang hal ini kepada semua elemen bangsa. Karena fakta yang terjadi, entitas civil society yang berjasa besar dalam proses lahirnya bangsa, ternyata tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini," jelasnya.
Senator asal Jawa Timur itu menilai, kondisi ini terjadi sejak amendemen konstitusi empat tahap pada 1999 hingga 2002. Amendemen itu membuat partai politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusulkan calon pemimpin bangsa. Lebih spesifik lagi, hanya partai politik melalui fraksi di DPR RI bersama Pemerintah yang memutuskan Undang-Undang yang mengikat seluruh warga bangsa.
"Inilah situasi paradoksal yang terjadi setelah amandemen saat itu. Padahal sebelum dilakukan Amandemen, UUD 1945 naskah asli memberi ruang kepada utusan daerah dan utusan golongan dengan porsi yang sama dengan anggota DPR RI yang merupakan representasi partai politik," paparnya.
Dalam kesempatan itu La Nyalla juga menyampaikan tonggak-tonggak sejarah kelahiran bangsa ini. Dari era perlawanan Cut Nyak Dien terhadap Belanda, hingga perang Diponegoro, juga kerajaan dan kesultanan nusantara yang melakukan juga sejumlah perlawanan kepada VOC di masa itu.
Dilanjutkan La Nyalla, selain perlawanan kepada VOC, kerajaan dan kesultanan nusantara juga memberi sumbangsih terhadap penyebaran Islam di nusantara. Salah satunya Kerajaan Mempawah, yang memiliki kaitan dengan Kerajaan Luwu, kerajaan tertua di Sulawesi.
Kerajaan Luwu merupakan kerajaan pertama yang menerima agama Islam dari ulama terkemuka asal Sumatera. Yang kemudian mempengaruhi sistem pemerintahan Kesultanan Mempawah yang memadukan hukum adat dan hukum Islam.
"Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara besar lahir dari sebuah peradaban yang besar dan unggul yaitu peradaban Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Dari merekalah kita mewarisi banyak tradisi dan nilai-nilai luhur," papar mantan Ketua Umum PSSI itu.
Dengan alasan itu, sudah seharusnya kerajaan dan kesultanan nusantara diajak dan diberi peran dalam pembangunan bangsa. Untuk itu, DPD RI terus menggelorakan rencana amendemen perubahan ke-5 untuk mengembalikan hak kalangan non parpol sehingga bisa ikut menentukan wajah dan arah perjalanan Indonesia ke depan.
"Sementara kerajaan dan kesultanan nusantara yang sumbangsihnya besar bagi negeri ini malah tidak mempunyai peran sama sekali. Bahkan seperti terpinggirkan dan tidak dihargai," kata La Nyalla saat berkunjung ke Kerajaan Panembahan Mempawah, Kalimantan Barat, Sabtu (30/10/2021).
La Nyalla melanjutkan, DPD akan terus menyuarakan posisi kerajaan dan kesultanan nusantara dalam lahirnya Indonesia agar ada perhatian dari publik dan pemerintah. Sebab hanya bangsa yang besar yang mampu menghargai sejarah kelahirannya.
"Saya sengaja terus keliling dan menyampaikan tentang hal ini kepada semua elemen bangsa. Karena fakta yang terjadi, entitas civil society yang berjasa besar dalam proses lahirnya bangsa, ternyata tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini," jelasnya.
Senator asal Jawa Timur itu menilai, kondisi ini terjadi sejak amendemen konstitusi empat tahap pada 1999 hingga 2002. Amendemen itu membuat partai politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusulkan calon pemimpin bangsa. Lebih spesifik lagi, hanya partai politik melalui fraksi di DPR RI bersama Pemerintah yang memutuskan Undang-Undang yang mengikat seluruh warga bangsa.
"Inilah situasi paradoksal yang terjadi setelah amandemen saat itu. Padahal sebelum dilakukan Amandemen, UUD 1945 naskah asli memberi ruang kepada utusan daerah dan utusan golongan dengan porsi yang sama dengan anggota DPR RI yang merupakan representasi partai politik," paparnya.
Dalam kesempatan itu La Nyalla juga menyampaikan tonggak-tonggak sejarah kelahiran bangsa ini. Dari era perlawanan Cut Nyak Dien terhadap Belanda, hingga perang Diponegoro, juga kerajaan dan kesultanan nusantara yang melakukan juga sejumlah perlawanan kepada VOC di masa itu.
Dilanjutkan La Nyalla, selain perlawanan kepada VOC, kerajaan dan kesultanan nusantara juga memberi sumbangsih terhadap penyebaran Islam di nusantara. Salah satunya Kerajaan Mempawah, yang memiliki kaitan dengan Kerajaan Luwu, kerajaan tertua di Sulawesi.
Kerajaan Luwu merupakan kerajaan pertama yang menerima agama Islam dari ulama terkemuka asal Sumatera. Yang kemudian mempengaruhi sistem pemerintahan Kesultanan Mempawah yang memadukan hukum adat dan hukum Islam.
"Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara besar lahir dari sebuah peradaban yang besar dan unggul yaitu peradaban Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Dari merekalah kita mewarisi banyak tradisi dan nilai-nilai luhur," papar mantan Ketua Umum PSSI itu.
Dengan alasan itu, sudah seharusnya kerajaan dan kesultanan nusantara diajak dan diberi peran dalam pembangunan bangsa. Untuk itu, DPD RI terus menggelorakan rencana amendemen perubahan ke-5 untuk mengembalikan hak kalangan non parpol sehingga bisa ikut menentukan wajah dan arah perjalanan Indonesia ke depan.
(muh)