Perbaiki Fasilitas Publik Sebelum Terapkan Kenormalan Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Budget Analiysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyarankan pemerintah menyiapkan segala sesuatu sebelum memberlakukan era kenormalan baru atau new normal . Jika itu tidak dilakukan, sama saja menggiring masyarakat ke alam kematian.
"Bukan hanya sekadar membuat payung hukum, atau sekadar membuat imbauan yang terlalu banyak bicara basa-basi di publik seperti sekadar tahapan buka ini buka itu dan berharap masyarakat menaati protokol Covid-19," tutur Uchok kepada SINDOnews, Kamis (4/6/2020).
Uchok menganggap, protokol new normal ini memang rumit dan tidak gampang. Kebijakan ini hanya akan berhasil jika pemerintah menyediakan anggaran yang besar untuk merenovasi atau menambah fasilitas publik sesuai dengan new normal. ( ).
"Kalau fasilitas publik disesuaikan dengan protokol new normal, maka masyarakat akan mendukung new normal tersebut. Dan artinya, pemerintah harus menambah fasilitas publik," ujarnya.
Sebagai contoh, fasilitas publik seperti transportasi umum seperti KRL, MRT, Transjakarta, dan moda transportasi massal lainnya harus diatur hanya mengangkut maksimal separuh dari kapasitas tempat duduk. Sehingga, tempat menunggu transportasi itu tidak sampai berdesakan.
Untuk KRL misalnya. Kata Uchok, apakah sudah dipikirkan penambahan gerbong dua kali lipat untuk memfasilitasi pengguna yang mencapai 1 juta setiap harinya. Untuk Transjakarta, apakah sudah siap menambah armada bus dua kali lipat agar bisa menampung penumpang yang rata-rata mencapai 650 ribu setiap harinya. ( ).
Selain itu, bandara dan pesawat terbang juga harus menerapkan protokol Covid-19. Batasi kapasitas bandara sampai tinggal 30% dari biasanya. Di pesawat juga harus melakukan physical distancing. "Tiap 3 kursi seharusnya hanya diisi satu orang. Mau enggak diatur seperti itu atau sanggup enggak pemerintah menerapkan seperti itu," kata dia.
Selain itu, Uchok meminta agar antrean di mal dan pasar tidak boleh berdesakan. Tiap pintu masuk ada screening suhu atau bahkan rapit test. Ini artinya harus ada renovasi fasilitas publik di depan pintu masuk. "Tempat duduk tempat makan harus diatur sesuai physical distancing. Artinya, kemungkinan hanya mampu menampung 25% dari kondisi normal," papar dia.
Nantinya, kata Uchok, jika sekolah dibuka kembali, siswa di sekolah duduknya harus berjarak 1,5 meter. Artinya, perlu penataan ulang kursi dan meja. Kalau tidak cukup, 50% siswa gantian masuknya, pagi dan sore.
Pun demikian, lanjut Uchok, terkait dengan tempat kerja di kantor-kantor termasuk kantor pemerintah juga perlu physical distancing. Padahal, kursinya biasanya berdekatan. Untuk itu, ia menyarankan agar ASN masuk bergantian saja. "Sampai sekarang belum ada persiapan. Yang ada hanya yang akan berkerja di kantor usia di bawah 45 tahun," ungkap dia.(Baca Juga: Pakar Epidemiologi Sarankan PSBB Jakarta Diperpanjang).
Dia menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah untuk perbanyak akses air mengalir dan sabun untuk cuci tangan di titik-titik strategis. Protokol kesehatan harus disiapkan sebanyak-banyaknya. Wajibkan setiap kantor dan tempat usaha bikin satu fasilitas cuci tangan dan sabun di depan kantor dan mudah diakses publik.
Selain itu, sambung dia, sediakan masker secara cuma-cuma untuk masyarakat kurang mampu. Siapkan dan koordinasikan relawan di titik-titik strategis. Karena menurutnya, hal ini seperti sama sekali belum dipikirkan pemda dan pemerintah pusat. "Kalau itu bisa dilakukan, maka masyarakat akan mengikutinya. Kalau tidak ya wassalam," ucap pendiri LSM Fitra ini.
Uchok mengatakan, kalau belum ada persiapan seperti di atas, sama saja pemerintah memaksa masyarakat untuk masuk ke new normal bukan untuk menikmati kebiasaan hidup baru tapi menggiring ke alam kematian.
"Bukan hanya sekadar membuat payung hukum, atau sekadar membuat imbauan yang terlalu banyak bicara basa-basi di publik seperti sekadar tahapan buka ini buka itu dan berharap masyarakat menaati protokol Covid-19," tutur Uchok kepada SINDOnews, Kamis (4/6/2020).
Uchok menganggap, protokol new normal ini memang rumit dan tidak gampang. Kebijakan ini hanya akan berhasil jika pemerintah menyediakan anggaran yang besar untuk merenovasi atau menambah fasilitas publik sesuai dengan new normal. ( ).
"Kalau fasilitas publik disesuaikan dengan protokol new normal, maka masyarakat akan mendukung new normal tersebut. Dan artinya, pemerintah harus menambah fasilitas publik," ujarnya.
Sebagai contoh, fasilitas publik seperti transportasi umum seperti KRL, MRT, Transjakarta, dan moda transportasi massal lainnya harus diatur hanya mengangkut maksimal separuh dari kapasitas tempat duduk. Sehingga, tempat menunggu transportasi itu tidak sampai berdesakan.
Untuk KRL misalnya. Kata Uchok, apakah sudah dipikirkan penambahan gerbong dua kali lipat untuk memfasilitasi pengguna yang mencapai 1 juta setiap harinya. Untuk Transjakarta, apakah sudah siap menambah armada bus dua kali lipat agar bisa menampung penumpang yang rata-rata mencapai 650 ribu setiap harinya. ( ).
Selain itu, bandara dan pesawat terbang juga harus menerapkan protokol Covid-19. Batasi kapasitas bandara sampai tinggal 30% dari biasanya. Di pesawat juga harus melakukan physical distancing. "Tiap 3 kursi seharusnya hanya diisi satu orang. Mau enggak diatur seperti itu atau sanggup enggak pemerintah menerapkan seperti itu," kata dia.
Selain itu, Uchok meminta agar antrean di mal dan pasar tidak boleh berdesakan. Tiap pintu masuk ada screening suhu atau bahkan rapit test. Ini artinya harus ada renovasi fasilitas publik di depan pintu masuk. "Tempat duduk tempat makan harus diatur sesuai physical distancing. Artinya, kemungkinan hanya mampu menampung 25% dari kondisi normal," papar dia.
Nantinya, kata Uchok, jika sekolah dibuka kembali, siswa di sekolah duduknya harus berjarak 1,5 meter. Artinya, perlu penataan ulang kursi dan meja. Kalau tidak cukup, 50% siswa gantian masuknya, pagi dan sore.
Pun demikian, lanjut Uchok, terkait dengan tempat kerja di kantor-kantor termasuk kantor pemerintah juga perlu physical distancing. Padahal, kursinya biasanya berdekatan. Untuk itu, ia menyarankan agar ASN masuk bergantian saja. "Sampai sekarang belum ada persiapan. Yang ada hanya yang akan berkerja di kantor usia di bawah 45 tahun," ungkap dia.(Baca Juga: Pakar Epidemiologi Sarankan PSBB Jakarta Diperpanjang).
Dia menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah untuk perbanyak akses air mengalir dan sabun untuk cuci tangan di titik-titik strategis. Protokol kesehatan harus disiapkan sebanyak-banyaknya. Wajibkan setiap kantor dan tempat usaha bikin satu fasilitas cuci tangan dan sabun di depan kantor dan mudah diakses publik.
Selain itu, sambung dia, sediakan masker secara cuma-cuma untuk masyarakat kurang mampu. Siapkan dan koordinasikan relawan di titik-titik strategis. Karena menurutnya, hal ini seperti sama sekali belum dipikirkan pemda dan pemerintah pusat. "Kalau itu bisa dilakukan, maka masyarakat akan mengikutinya. Kalau tidak ya wassalam," ucap pendiri LSM Fitra ini.
Uchok mengatakan, kalau belum ada persiapan seperti di atas, sama saja pemerintah memaksa masyarakat untuk masuk ke new normal bukan untuk menikmati kebiasaan hidup baru tapi menggiring ke alam kematian.
(zik)