Harmoni dalam Bingkai Muktamar NU
loading...
A
A
A
Sayyid Muh Hilal
Penasihat Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) bagi para pengurus wilayah dan cabang adalah dalam bingkai penantian keseruan. Namun bagi para kiai sepuh, muktamar ialah sebuah renungan dari istisyarah yang melahirkan gerakan istikharah serta ikhtiar dalam menirakati keputusan yang menghasilkan pemimpin berkualitas. Keputusan itu diharapkan mencakup seluruh akhlak, adab, fathanah serta bithaah Mbah KH Hasyim Asy’ari, Mbah KH Wahab Hasbullah dam Mbah KH Bisri Syansuri. Bahkan pemimpin itu akan mampu bergerak seperti pergerakan Gus Dur bagi lintasan zaman kebangkitan memasuki abad kedua NU.
Akhir-akhir ini warga NU di seluruh pelosok Tanah Air digembirakan dengan pemberitaan keputusan PBNU dengan memutuskannya tanggal 23-25 Desember mendatang sebagai gelaran muktamar setelah sempat tertunda pada 2020. Tentu kabar ini disambut baik bagi para nahdlyin. Akan tetapi kabar ini pun sedikit membuat sedih hati para "rombongan liar" (romli) karena tidak bisa mengikuti dan memantau jalannya muktamar langsung dari lokasi. Bahkan kalangan romli juga tak bisa membawa oleh-oleh dari cerita perputaran muktamar karena dibatasi oleh Covid-19.
Setiap warga NU memiliki harapan besar terhadap masa depan NU, dan sudah mulai saling bertanya siapa calon ketua tanfidznya dan siapa rais aamnya. Ada yang mengatakan masih yang lama. Ada pula yang berpandangan apa tidak ada kader NU selain itu (yang lama). Apalagi diperkuat dengan survei yang memaparkan data bahwa tentang kecenderungan warga NU lebih nyaman dengan pemimpin yang mampu berkolaborasi dengan semua pihak.
Lebih-lebih, kebetulan adat masyarakat kita juga senang dengan yang baru. Dalam artian, ketua umumnya ketua baru. Namun terlepas semua itu, ini sejatinya menggambarkan semua pihak yang merasa peduli dan cinta terhadap kebangkitan terhadap NU. Ini juga tak lain dan tak bukan sebuah bentuk dari kemurnian kecintaan mereka terhadap NU.
Perbedaan di tubuh NU itu sangat biasa. Ini setidaknya dibuktikan dengan adanya lembaga yang bernama Lembaga Batsul Masail (LBM). Yang mana LBM hidup dengan perdebatan dan perbedaan demi menghasilkan sesuatu kesepakatan hukum atau ijtihad yang mampu dijadikan payung hukum dalam ber-ubudiyah. Jadi jelas, soal calon baru atau lama calon itu bukan hal yang tabu dibahas di kalangan kaum nahdliyin
Harapan nahdliyin pun sangat tinggi terhadap perkembangan NU secara nasional. Namun diyakini oleh kebanyakan pengamat itu bisa terealisasi bilamana NU mampu melahirkan pemimpin baru di ajang Muktamar ke-34 di Provinsi Lampung, akhir Desember.
Saya sebagai nahdliyin pun sangat berharap Muktamar ke-34 yang akan diselengarakan ini mampu menghasilkan program kerja yang nyata bagi seluruh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di seluruh pelosok Tanah Air. Dan dipastikan program PBNU tersosialisasikan dengan nyata sampai ke tingkat ranting.
Yang patut kita ketahui bersama menariknya NU saat ini adalah memiliki 34 pengurus wilayah (PWNU) dan lebih dari 500 PCNU di seluruh Indonesia. Jadi ketika kebanyakan PWNU dan PCNU menyuarakan adanya pemimpin baru di tubuh NU sungguh sangat bisa diterima dengan kearifan karena maksud daripada mereka tak lain hanya menginginkan sebuah kesehatan bagi jam'iyah.
Mari kita sebagai nahdliyin mengharapkan muktamar sebagai hari raya sekaligus hari kemenangan bagi kebangkitan seluruh warga NU. Mari kita berdoa dengan keyakinan yang kokoh, muktamar NU insya Allah aman damai karena NU didirikan oleh para aulia yang memiliki maqam tinggi dan mampu memayungi setiap perputaran zaman. Itulah para pendiri NU. (*)
Penasihat Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) bagi para pengurus wilayah dan cabang adalah dalam bingkai penantian keseruan. Namun bagi para kiai sepuh, muktamar ialah sebuah renungan dari istisyarah yang melahirkan gerakan istikharah serta ikhtiar dalam menirakati keputusan yang menghasilkan pemimpin berkualitas. Keputusan itu diharapkan mencakup seluruh akhlak, adab, fathanah serta bithaah Mbah KH Hasyim Asy’ari, Mbah KH Wahab Hasbullah dam Mbah KH Bisri Syansuri. Bahkan pemimpin itu akan mampu bergerak seperti pergerakan Gus Dur bagi lintasan zaman kebangkitan memasuki abad kedua NU.
Akhir-akhir ini warga NU di seluruh pelosok Tanah Air digembirakan dengan pemberitaan keputusan PBNU dengan memutuskannya tanggal 23-25 Desember mendatang sebagai gelaran muktamar setelah sempat tertunda pada 2020. Tentu kabar ini disambut baik bagi para nahdlyin. Akan tetapi kabar ini pun sedikit membuat sedih hati para "rombongan liar" (romli) karena tidak bisa mengikuti dan memantau jalannya muktamar langsung dari lokasi. Bahkan kalangan romli juga tak bisa membawa oleh-oleh dari cerita perputaran muktamar karena dibatasi oleh Covid-19.
Setiap warga NU memiliki harapan besar terhadap masa depan NU, dan sudah mulai saling bertanya siapa calon ketua tanfidznya dan siapa rais aamnya. Ada yang mengatakan masih yang lama. Ada pula yang berpandangan apa tidak ada kader NU selain itu (yang lama). Apalagi diperkuat dengan survei yang memaparkan data bahwa tentang kecenderungan warga NU lebih nyaman dengan pemimpin yang mampu berkolaborasi dengan semua pihak.
Lebih-lebih, kebetulan adat masyarakat kita juga senang dengan yang baru. Dalam artian, ketua umumnya ketua baru. Namun terlepas semua itu, ini sejatinya menggambarkan semua pihak yang merasa peduli dan cinta terhadap kebangkitan terhadap NU. Ini juga tak lain dan tak bukan sebuah bentuk dari kemurnian kecintaan mereka terhadap NU.
Perbedaan di tubuh NU itu sangat biasa. Ini setidaknya dibuktikan dengan adanya lembaga yang bernama Lembaga Batsul Masail (LBM). Yang mana LBM hidup dengan perdebatan dan perbedaan demi menghasilkan sesuatu kesepakatan hukum atau ijtihad yang mampu dijadikan payung hukum dalam ber-ubudiyah. Jadi jelas, soal calon baru atau lama calon itu bukan hal yang tabu dibahas di kalangan kaum nahdliyin
Harapan nahdliyin pun sangat tinggi terhadap perkembangan NU secara nasional. Namun diyakini oleh kebanyakan pengamat itu bisa terealisasi bilamana NU mampu melahirkan pemimpin baru di ajang Muktamar ke-34 di Provinsi Lampung, akhir Desember.
Saya sebagai nahdliyin pun sangat berharap Muktamar ke-34 yang akan diselengarakan ini mampu menghasilkan program kerja yang nyata bagi seluruh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di seluruh pelosok Tanah Air. Dan dipastikan program PBNU tersosialisasikan dengan nyata sampai ke tingkat ranting.
Yang patut kita ketahui bersama menariknya NU saat ini adalah memiliki 34 pengurus wilayah (PWNU) dan lebih dari 500 PCNU di seluruh Indonesia. Jadi ketika kebanyakan PWNU dan PCNU menyuarakan adanya pemimpin baru di tubuh NU sungguh sangat bisa diterima dengan kearifan karena maksud daripada mereka tak lain hanya menginginkan sebuah kesehatan bagi jam'iyah.
Mari kita sebagai nahdliyin mengharapkan muktamar sebagai hari raya sekaligus hari kemenangan bagi kebangkitan seluruh warga NU. Mari kita berdoa dengan keyakinan yang kokoh, muktamar NU insya Allah aman damai karena NU didirikan oleh para aulia yang memiliki maqam tinggi dan mampu memayungi setiap perputaran zaman. Itulah para pendiri NU. (*)
(war)