Ekonomi Pancasila di Tengah Liberalisme Pasar
loading...
A
A
A
M Ghaniey Al Rasyid
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Bergiat di Lingkar Diskusi Sasadara
Antony Giddens begitu bersemangat kala menyambut globalisasi, yang baginya sebuah harapan kuat untuk membangun lebih baik peradaban. Akan teteapi dari perspektif Thomasi Piketty, globalisasi bisa jadi dilema. Bila kita tidak bijaksana membaca setiap perubahan yang ditawarkannya, maka jati diri bangsa kalau di sini ekonomi Pancasila, mungkin akan tergerus habis.
baca juga: Mengatasi Pandemi, Menyuburkan Pertumbuhan Ekonomi
Kemajuan teknologi sebagai hasil dari globalisasi. Dengan Globalisasi, pemilik modal yang cerdas mampu melakukan analisis modal demi kelangsungan usahanya. Bahkan Thomas Piketty menyinggung akumulasi modal berasal dari divergensi pasar, yang menyebabkan menjamurnya rente di pasar. Ketika rente tak terkendali dan memberangus ekonomi kerakyatan, maka kesenjangan yang disampaikan oleh Piketty akan betul kuat adanya.
Pasal 33 dan 34 UUD 1945 menawarkan tentang kesejahteraan riskan sekali terbelenggu oleh nafsu individualisme, sehingga berimbas pada sektor terkecil –wong cilik, akan tercekik karena tak kuat bersaing dengan the have. Perihal kesejahteraan di sini membutuhkan pemerintah yang bijaksana untuk pemegang tali kebijakan. Globalisasi, Ekonomi Konstitusi dan Nobel Ekonomi garapan Hendrawan Supratikno, memberikan kita media untuk merenungkan terkait ekonomi Pancasila dan kondisi konstitusi hari ini.
baca juga: Menyeluruh, Pertumbuhan Ekonomi Global Diproyeksi Turun di 2021
Analisis kritis dan terbuka membawa kita pada pemahaman global agar bisa kita kontemplasikan dalam menghadapi tantangan ekonomi hari ini maupun nanti. Benturan gagasan para senior ekonomi yang mendapatkan peraih nobel, seperti Joseph Stiglitz, Michael Spence, Thomas Piketty, dsb, menawarkan secarik gagasan untuk merenungkan keberadaan ekonomi Pancasila hari ini. Lalu, bagaimana ekonomi Pancasila bisa menerjang persaingan global yang begitu pelik hari ini?
“Persoalannya bukan siapa atau pihak mana yang lebih benar, melainkan bagaimana kita harus berupaya menjadikan globalisasi yang dapat membawa manfaat bagi sebanyak mungkin orang.” (Hlm. 7) Globalisasi mempengaruhi pada penyeragaman regulasi pasar di seluruh dunia. Batasan pun akan semakin longgar, karena kemajuan dan peningkatan kualitas teknologi.
baca juga: Pertumbuhan Ekonomi di Area Bandara Sultan Hasanuddin Meningkat 30 Persen
Kompleksitas globalisasi menciptakan titik balik bagi negara-negara bekas Uni Soviet ataupun negara-negara yang mengusung ekonomi tertutup. Belajar dari Deng Xiaoping (1978) yang mulai terbuka dalam sistem ekonominya, hingga berbuntut pada Tiongkok konsensus sebagai saingan Washington konsensus buatan Amerika itu.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Bergiat di Lingkar Diskusi Sasadara
Antony Giddens begitu bersemangat kala menyambut globalisasi, yang baginya sebuah harapan kuat untuk membangun lebih baik peradaban. Akan teteapi dari perspektif Thomasi Piketty, globalisasi bisa jadi dilema. Bila kita tidak bijaksana membaca setiap perubahan yang ditawarkannya, maka jati diri bangsa kalau di sini ekonomi Pancasila, mungkin akan tergerus habis.
baca juga: Mengatasi Pandemi, Menyuburkan Pertumbuhan Ekonomi
Kemajuan teknologi sebagai hasil dari globalisasi. Dengan Globalisasi, pemilik modal yang cerdas mampu melakukan analisis modal demi kelangsungan usahanya. Bahkan Thomas Piketty menyinggung akumulasi modal berasal dari divergensi pasar, yang menyebabkan menjamurnya rente di pasar. Ketika rente tak terkendali dan memberangus ekonomi kerakyatan, maka kesenjangan yang disampaikan oleh Piketty akan betul kuat adanya.
Pasal 33 dan 34 UUD 1945 menawarkan tentang kesejahteraan riskan sekali terbelenggu oleh nafsu individualisme, sehingga berimbas pada sektor terkecil –wong cilik, akan tercekik karena tak kuat bersaing dengan the have. Perihal kesejahteraan di sini membutuhkan pemerintah yang bijaksana untuk pemegang tali kebijakan. Globalisasi, Ekonomi Konstitusi dan Nobel Ekonomi garapan Hendrawan Supratikno, memberikan kita media untuk merenungkan terkait ekonomi Pancasila dan kondisi konstitusi hari ini.
baca juga: Menyeluruh, Pertumbuhan Ekonomi Global Diproyeksi Turun di 2021
Analisis kritis dan terbuka membawa kita pada pemahaman global agar bisa kita kontemplasikan dalam menghadapi tantangan ekonomi hari ini maupun nanti. Benturan gagasan para senior ekonomi yang mendapatkan peraih nobel, seperti Joseph Stiglitz, Michael Spence, Thomas Piketty, dsb, menawarkan secarik gagasan untuk merenungkan keberadaan ekonomi Pancasila hari ini. Lalu, bagaimana ekonomi Pancasila bisa menerjang persaingan global yang begitu pelik hari ini?
“Persoalannya bukan siapa atau pihak mana yang lebih benar, melainkan bagaimana kita harus berupaya menjadikan globalisasi yang dapat membawa manfaat bagi sebanyak mungkin orang.” (Hlm. 7) Globalisasi mempengaruhi pada penyeragaman regulasi pasar di seluruh dunia. Batasan pun akan semakin longgar, karena kemajuan dan peningkatan kualitas teknologi.
baca juga: Pertumbuhan Ekonomi di Area Bandara Sultan Hasanuddin Meningkat 30 Persen
Kompleksitas globalisasi menciptakan titik balik bagi negara-negara bekas Uni Soviet ataupun negara-negara yang mengusung ekonomi tertutup. Belajar dari Deng Xiaoping (1978) yang mulai terbuka dalam sistem ekonominya, hingga berbuntut pada Tiongkok konsensus sebagai saingan Washington konsensus buatan Amerika itu.