Bawas MA dan KY Diminta Bentuk Tim Khusus Kawal Kasus Nurhadi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya berhasil meringkus mantan Sekretaris MA, Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono setelah hampir 4 bulan buron. Keduanya telah menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perkara di Mahkamah Agung (MA).
Koordinator Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menganggap penangkapan ini menjadi momentum yang sangat penting dalam perjalanan sejarah reformasi hukum dan peradilan di Indonesia. (Baca juga: Nurhadi Ditangkap, Mahfud: KPK Bekerja Tanpa Teriak-teriak Terbukti)
"Mengingat proses pemeriksaan KPK yang memakan waktu lama, setelah hingar bingar penggeledahan di rumah Nurhadi terkait perobekan dokumen hingga uang ratusan ribu US dolar yang ditemukan di closet," tutur Erwin kepada SINDOnews, Rabu (3/6/2020).
Dia mengatakan, Nurhadi dan menantunya Hiendra Soenjoto ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan suap penanganan perkara pada tahun 2015-2016 dan gratifikasi. Mantan orang nomor dua di institusi tertinggi peradilan di Indonesia menghilang sejak masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020 setelah mangkir dari panggilan KPK.
Menurut dia, keberhasilan KPK dan Polri atas penangkapan terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono, setelah mangkir dari upaya penegakan hukum patut diapresiasi. Untuk itu, KPK diminta melanjutkan pencarian terhadap DPO lain atas nama Hiendra Soenjoto.
Selain itu, Erwin meminta seluruh proses penegakan hukum oleh KPK dilakukan secara seksama, transparan dan partisipatif sehingga dapat membongkar tabir sistem dan struktur korupsi di lembaga peradilan.
Di sisi lain, Erwin bersama PBHI meminta agar Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) MA bersinergi dan membentuk tim khusus untuk mengawal kasus ini ke sampai berkekuatan hukum tetap. (Baca juga: Dobrak Pintu, Tim KPK Bekuk Nurhadi dan Menantu di Kamar Terpisah)
"Meminta seluruh warga negara, terutama fakultas hukum, pusat studi dan para peneliti hukum, untuk terlibat aktif mengikuti kasus besar dalam sejarah hukum Indonesia yang dapat menjadi pintu masuk melakukan reformasi peradilan ini secara menyeluruh," pungkas dia.
Koordinator Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menganggap penangkapan ini menjadi momentum yang sangat penting dalam perjalanan sejarah reformasi hukum dan peradilan di Indonesia. (Baca juga: Nurhadi Ditangkap, Mahfud: KPK Bekerja Tanpa Teriak-teriak Terbukti)
"Mengingat proses pemeriksaan KPK yang memakan waktu lama, setelah hingar bingar penggeledahan di rumah Nurhadi terkait perobekan dokumen hingga uang ratusan ribu US dolar yang ditemukan di closet," tutur Erwin kepada SINDOnews, Rabu (3/6/2020).
Dia mengatakan, Nurhadi dan menantunya Hiendra Soenjoto ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan suap penanganan perkara pada tahun 2015-2016 dan gratifikasi. Mantan orang nomor dua di institusi tertinggi peradilan di Indonesia menghilang sejak masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020 setelah mangkir dari panggilan KPK.
Menurut dia, keberhasilan KPK dan Polri atas penangkapan terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono, setelah mangkir dari upaya penegakan hukum patut diapresiasi. Untuk itu, KPK diminta melanjutkan pencarian terhadap DPO lain atas nama Hiendra Soenjoto.
Selain itu, Erwin meminta seluruh proses penegakan hukum oleh KPK dilakukan secara seksama, transparan dan partisipatif sehingga dapat membongkar tabir sistem dan struktur korupsi di lembaga peradilan.
Di sisi lain, Erwin bersama PBHI meminta agar Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) MA bersinergi dan membentuk tim khusus untuk mengawal kasus ini ke sampai berkekuatan hukum tetap. (Baca juga: Dobrak Pintu, Tim KPK Bekuk Nurhadi dan Menantu di Kamar Terpisah)
"Meminta seluruh warga negara, terutama fakultas hukum, pusat studi dan para peneliti hukum, untuk terlibat aktif mengikuti kasus besar dalam sejarah hukum Indonesia yang dapat menjadi pintu masuk melakukan reformasi peradilan ini secara menyeluruh," pungkas dia.
(kri)